"Hah nasi goreng hitam?" Aku langsung fokus dan tertarik ketika Nia, kawan kuliahku, menyebut ada nasi goreng hitam.
"Bener. Warna nasi gorengnya hitam. Enak banget. Dimakan dengan kerupuk saja sudah terasa enaknya," ia bercerita dengan semangat membuatku membayangkan dan merasa lapar mendadak.
Lamunanku buyar ketika membayangkan nasi goreng itu diberikan arang atau sekam.
"Hitamnya bukan karena arang atau sekam, kan?!" Aku memastikan.
Ia menggeleng. Â Tapi ia tak menjawab pertanyaanku
"Kita pesan aja ya sekarang!"
Kami berlima, aku, Nia, Dora, Yanti, dan Ratna pun setuju untuk memesan nasi goreng hitam lewat aplikasi daring. Harganya 20 ribuan. Agak mahal juga untuk ukuran nasi goreng. Tapi ini bukan nasi goreng yang biasa kubeli di pinggir jalan. Ini nasi goreng John Wick, eh nasi goreng hitam. Setelah hits burger hitam, martabak hitam, maka nasi goreng juga ingin tampil sesekali hitam. Biar kesannya kekinian.
Aku menebak warna hitamnya dari tinta cumi. Aku berani bertaruh. Tapi taruhan itu dosa ya, tidak jadi deh.
Cukup lama pesanan itu tiba. Aku sudah habis menyantap dua pisang goreng dan satu ote-ote sambil menungguinya. Lapar nih, tidak tahan.
Dan aku langsung mendahului lainnya membuka wadah makanan. Oooh nasi gorengnya memang hitam. Tapi tidak sekelam malam. "Apaan sih, guyonannya garing," kata Nia sambil mencubitku. Oh rupanya ia mendengar gumamanku.
Hitam dan kuning kecokelatan.