Puisi konvensional umumnya terdiri atas rangkaian bait yang terdiri atas baris kalimat. Kata-katanya dipilih dan ditata hingga memiliki akhiran yang sama. Jika dilihat-lihat ia tak jauh beda dengan lirik tembang. Alhasil kemudian sempat muncul musikalisasi puisi, membaca puisi dengan nada.
Sebenarnya aktivitas musikalisasi puisi sudah dilakukan sejak lama. Puisi "Doa" karya Amir Hamzah, adalah salah satu contoh puisi yang kemudian dinyanyikan. Karya pujangga baru ini memiliki nuansa syahdu dan unsur spiritual. Maknanya dalam dan diksinya indah.
"Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu"
Aku dan kawan-kawanku pernah berlatih menyanyikannya saat masih bergabung di paduan suara. Liriknya meski mengandung kata cinta, bukan cinta ke sesama, melainkan hubungan antara manusia dan Tuhan. Ketika berlatih menyanyikannya, kami mencoba memahami tiap liriknya. Ini sebuah doa dan nadanya mencerminkan nuansa spiritual. Ada unsur misterius, spiritual, sekaligus megah.
Musikalisasi puisi kemudian sempat ngetren pada tahun 2000-an. Ia dipopulerkan dalam film "Ada Apa dengan Cinta". Dalam sebuah adegan, Cinta mengubah puisi yang dibuat Rangga, "Tentang Seseorang", menjadi tembang yang indah. Ia menyanyikannya dengan iringan gitar.
"Bosan, aku dengan penat
Dan enyah saja kau pekat
Seperti berjelaga jika ku sendiri"
Aku ingat pada masa-masa itu kemudian mulai muncul tren di kalangan muda-mudi. Musikalisasi puisi. Puisi-puisi baik yang terkenal atau baru dibaca dengan bernada, baik hanya lewat vokal maupun dengan iringan musik.
Salah satu acara berkesan adalah musikalisasi puisi cinta dari eyang Sapardi, sang maestro sastra. Acara ini dihelat sekian lampau, aku menontonnya tahun 2008, dan kemudian berulang pada tahun-tahun berikutnya dengan judul berbeda.
Saat itu ada banyak puisi yang dinyanyikan. Ada "Hujan Bulan Juni", "Di Restoran", "Gadis Kecil", "Pada Suatu Hari Nanti", dan "Akulah Si Telaga". Pembacanya dari eyang Sapardi Djoko Damono sendiri, hingga Cornelia Agatha dan Joze Rizal Manua.
Nomor yang paling berkesan dan menurutku paling indah adalah yang dibawakan Reda Gaudiamo dan Ari Malibu. Judulnya "Aku Ingin".
Puisi ini sering dikutip di kartu undangan pernikahan. Dengan suara merdu Reda dan petikan gitar akustik, puisi ini enak dinikmati oleh hati dan telinga.
"Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang sempat diucapkan, kayu kepada api yang menjadikannya abu".
Sampai saat ini aku masih suka mendengarnya. Dan musikalisasi puisi masih dilakukan, meski sudah bukan lagi sebuah aktivitas yang populer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H