Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Angka-angka dan Kisah Bombastis yang "Dijual" Perencana Keuangan

18 Juni 2020   12:55 Diperbarui: 19 Juni 2020   03:53 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belasan tahun silam perencanaan keuangan mulai hadir dan marak diperbincangkan. Literasi tentang pengelolaan keuangan pribadi mulai dikenal oleh masyarakat, terutama pegawai kantoran masa itu. Kelas-kelas pengenalan reksadana, saham, dan sebagainya mulai diminati.

Aku ingat kantorku mengundang salah satu perencana keuangan yang saat itu terkenal dengan bukunya yang bertemakan karyawan juga bisa kaya.

Wah kursi auditorium penuh karena isi tulisan buku ini dulu dianggap mendobrak pandangan bahwa hanya wirausahawan yang bisa jadi kaya-raya.

Materi disampaikan dengan sederhana dan mudah dicerna. Intinya adalah disiplin menabung, membedakan antara kebutuhan dan keinginan semata, dan mengetahui antara aset produktif, di mana ia mampu menghasilkan uang, dan barang-barang yang nilainya terus menurun.

Ya, isi buku dan materinya mudah diserap. Jika seorang karyawan mampu menahan diri tidak selalu jajan kopi mahal dan tidak selalu resah melihat gadget baru, mau meningkatkan nilai asetnya yang produktif, dan rajin menabung tiap bulan, maka hartanya akan terus meningkat. Memang mungkin tidak lantas kaya-raya. Tapi setidaknya suatu ketika bisa memiliki rumah dan bebas utang.

Memang embel-embel kata 'kaya-raya' mampu menarik perhatian masyarakat. Siapa sih yang tidak ingin kaya?

Tapi sesungguhnya definisi kaya itu relatif bagi setiap orang, orang yang kaya di kampung A mungkin dinilai biasa saja di kota B. Ada juga yang merasa belum pantas disebut kaya jika nilai asetnya belum mencapai sekian milyaran, dan sebagainya.

Kaya itu relatif.

Pada tahun-tahun tersebut mulai muncul berbagai nama perencana keuangan yang populer. Kelas-kelas mereka diminati. Aku sendiri lebih suka membaca buku dan tulisan mereka di kolom-kolom, kecuali kelasnya gratis.

 Angka-angka Bombastis

Semakin ke sini ada yang kuresahkan di antara perencana keuangan tersebut. Beberapa di antara mereka menjual angka-angka dan kisah yang terkesan bombastis. Ada juga yang terkesan 'terlalu sempurna'.

 Hidup dan bekerja di Jakarta itu memang keras. Meski Jakarta disebut sebagai kota untuk meningkatkan tarif hidup dan buruan para lulusan, tapi tidak semuanya bisa langsung sukses bekerja di tempat mentereng dengan gaji besar.

Malah mungkin jika dilihat persentasenya masih banyak pekerja yang gajinya di kisaran UMR. Bahkan tak sedikit yang nilai gajinya belum menyentuh UMR.

Jika melihat isi dari artikel dan konten yang tersedia di ranah maya, buku, maupun di media cetak maka rata-rata perencana keuangan menargetkan audiensnya adalah kalangan menengah ke atas.

Kisahnya rata-rata tentang pegawai dengan gaji belasan juta ke atas, tidak ada beban tanggungan keluarga yang memilih kualitas terbaik untuk hidupnya.

Sangat jarang yang membidik audiens kalangan menengah ke bawah. Padahal sebenarnya literasi pengelolaan keuangan ini juga perlu bagi semua kalangan.

Pilih angka yang wajar (sumber gambar: Photo by Black ice from Pexels)
Pilih angka yang wajar (sumber gambar: Photo by Black ice from Pexels)

Ya karena rata-rata targetnya menengah ke atas maka angka-angka yang dimunculkan pun terkesan bombastis. Dari pendidikan satu orang anak dari playgroup hingga kuliah yang memakan biaya milyaran, proses persalinan hingga hampir 100 juta, juga kebutuhan lain-lain yang angkanya fantastis.

Bagi kalangan menengah ke atas maka angka-angka tersebut wajar karena si anak disekolahkan di sekolah internasional lalu bisa jadi kuliah di luar negeri.

Tapi bagi kalangan yang pas-pasan ataupun kelompok UMR maka angka tersebut terasa tidak relevan. Ada kesan menakut-nakuti bahwa hidup di kota besar itu sangat mahal.

Padahal sebenarnya hidup di Jakarta dan di kota-kota besar bisa dibuat wajar. Tidak murah-murah banget tapi cukuplah dengan nilai UMR.

Kisah-kisah yang dijual kadang-kadang terasa mengawang-awang. Memang sih ada kelompok seperti itu yang sejak lulus sudah mendapat gaji besar dan fasiitas menarik dari tempat ia bekerja.

Lingkungannya juga membuat ia menerapkan standar tinggi, rumah sekian M, pendidikan kelas satu buat anaknya, dan fasilitas kesehatan nomor satu buat keluarganya.

Ada dua hal yang bisa didapat dari cerita-cerita seperti ini, terdorong untuk sukses dan bekerja di tempat yang elit seperti itu dan kedua malah merasa drop. Ketika ia membandingkan pencapaian dirinya dengan kisah-kisah tersebut ia merasa tidak ada apa-apanya.

Setidaknya ada tiga hal yang kusoroti dari beberapa hal yang biasa dijual oleh perencana keuangan. Yang pertama, hidup itu ada dua pilihan, dibuat mahal atau dibuat wajar. Ada sebagian kalangan masuk ke dalam sandwich generation, mereka perlu dibantu agar bisa hidup layak untuk dirinya sendiri.

Dan yang ketiga, investasi saham dan reksadana non pasar uang saat ini juga tidak selalu memiliki cerita indah.

Hidup di Kota Besar Tak Selalu Mahal

Dari pengalaman merantau di Surabaya dan Jakarta sejak masa kuliah, hidup di kota besar itu yang seram adalah godaan gaya hidupnya. Singkirkan rasa gengsi dan keinginan muluk-muluk, maka hidup di kota besar itu juga tidak selalu mahal.

Ongkos naik KRL atau TransJakarta termasuk tidak mahal, kecuali jika memang naik taksi setiap hari. Makan siang dengan bekal sendiri juga pastinya lebih berhemat daripada setiap siang bersantap di kafe aesthetic. Olah raga di rumah atau di taman pastinya gratis daripada di fitness centre.

Kos di daerah Jakarta juga masih ada yang di bawah Rp 1 juta, asal mau mencuci baju sendiri dan tidak menggunakan AC. Ingin belajar macam-macam untuk menambah wawasan juga sudah banyak tersedia kursus daring gratis. Asal tidak setiap hari menyantap makanan di luar, ngupi cantik, dan jajan maka biaya bulanan di kota besar juga masihlah wajar.

Jangan keseringan makan di luar, sesekali tidak apa-apa sih apalagi kalau ada diskonan hehehe (sumber: dokpri)
Jangan keseringan makan di luar, sesekali tidak apa-apa sih apalagi kalau ada diskonan hehehe (sumber: dokpri)

Perjuangan Kalangan Sandwich Generation

Di kalangan kaum dewasa yang baru bekerja sebagian adalah sandwich generation. Kondisinya terjepit. Di satu sisi ia menghidupi dirinya sendiri, sisi lainnya ia memiliki beban menghidupi kedua orang tuanya maupun saudara-saudara lainnya. Kondisi ini rata-rata umum terjadi di masyarakat.

Ia punya beban menghidupi ayah dan ibunya. Belum lagi beban menyekolahkan adik-adiknya. Ketika ia berumah tangga maka tanggungannya bisa berlipat dua, termasuk keluarga istri atau suaminya. Belum lagi jika mereka keluarga besar dan ada sanak saudara lainnya yang perlu bantuan.

Kalangan ini jarang disorot oleh para perencana keuangan. Mereka perlu bantuan bagaimana agar mereka juga bisa hidup nyaman atau setidaknya layak. Mereka juga perlu merasakan hasil keringat mereka sendiri, tidak selalu habis untuk mencukupi kebutuhan saudara-saudara lainnya.

Para perencana keuangan bisa memberikan materi tentang bagaimana cara menabung bagi kalangan sandwich generation. Mereka juga bisa memberikan wawasan tentang cara memutus tali rantainya yaitu di antaranya memiliki tabungan pensiun dan memiliki asuransi sosial, seperti asuransi kesehatan dan asuransi ketenagakerjaan.

Investasi Tidak Selalu Menghasilkan Return yang Diharapkan

Yang membuatku resah ada kalanya perencana keuangan tidak menyampaikan risiko berinvestasi. Ada kalanya mereka hanya mencantumkan return tahunan 10 persen. Jika ditanya biasanya ini didapatkan dari investasi berupa reksadana saham, campuran, atau saham. Benarkah kondisinya sebagus itu?

Dari pengalamanku dan info yang biasa kudapat dari pasangan yang merupakan analis pasar modal, investasi selama sepuluh tahun ini, atau jika ditarik lebih ke belakang lagi, maka nilainya tidak selalu hijau. Istilah "high risk, high return", masihlah dipakai. Nasihat yang umum di kalangan investor, "Don't put all your eggs in one basket" itu juga masih berlaku.

Saat ini kondisi pasar saham  tidak selau hijau, dalam beberapa tahun bisa jadi kenaikannya tidak konstan 10 persen/tahun, bisa malah hanya setengah, atau malah merugi. Kecuali jika ia memang melakukan trading setiap harinya dan benar-benar jauh dari emosi ketika ia bertransaksi.

Kadang-kadang nilai investasi jauh di bawah harapan (sumber gambar: Pexels/Cotton Bro)
Kadang-kadang nilai investasi jauh di bawah harapan (sumber gambar: Pexels/Cotton Bro)

Obligasi pemerintah saat ini juga rata-rata imbal hasilnya kurang dari delapan persen. Deposito malah hanya di kisaran lima persen. Untuk reksadana yang cukup stabil hanya di reksadana pasar uang, tapi imbal hasilnya memang tak seberapa. Emas memiliki rentang besar antara harga jual dan harga beli, sehingga lebih pas untuk simpanan daripada investasi. Kini ada P2P yang biasanya memberikan imbal hasil besar dengan risiko yang sangat besar.

Risiko ini jarang disampaikan oleh perencana keuangan. Masih banyak yang muluk-muluk memberikan simulasi dengan kisaran 10 persen, bahkan ada yang memberikan kisaran 15 dan 25 persen per tahunnya untuk simulasi tabungan. Hati-hati bagi kalangan yang benar-benar awam di dunia investasi ini akan menyesatkan. Ini seolah-olah memberikan harapan palsu.

Mending kisah-kisah dan angka-angka yang disampaikan oleh perencana keuangan itu sebaiknya realistis saja. Kalau semuanya mengawang-awang itu malah jadi kisah dongeng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun