Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lebaran Kali Ini Bakal Jadi Cerita Menarik Suatu Hari

24 Mei 2020   18:45 Diperbarui: 24 Mei 2020   18:49 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Para generasi masa depan, apakah Kalian ingin dengar sebuah cerita? Kisah ini terjadi pada masa Ramadan dan lebaran ketika terjadi sebuah pandemi. Masa-masa itu terjadi sebuah kondisi luar biasa. Kondisi yang tak umum sehingga membuat suasana Ramadan dan lebaran kali itu sungguh berbeda.

Indonesia umumnya dikenal memiliki tradisi yang khas selama jelang dan masa lebaran. Tradisi mudik dan halal-bihalal umum mewarnai masa hari raya Idul Fitri. Sebelumnya juga biasanya ada takbir keliling.

Fenomena mudik saat lebaran adalah hal yang menarik. Oleh karena pulang ke kampung halaman demi merayakan lebaran bersama keluarga besar hanya terjadi di Indonesia.

Lebaran tahun ini kami di rumah saja. Begitu juga dengan sebagian besar warga yang berada di zona merah. Biasanya kami pergi ke rumah orang tua di Malang atau di Subang. Tapi kali ini kami harus puas untuk tetap di rumah.

Kalau aku sih sebenarnya merasa biasa-biasa saja. Sedih, tapi juga tidak terlalu sedih karena aku hanya berlebaran dengan orang tua kandung di Malang rata-rata dua tahun sekali sejak menikah.

Pasanganlah yang lebih merasa 'tersiksa'. Ia sosok yang lebih suka merayakan lebaran secara beramai-ramai dengan keluarga besar. Akhirnya kami pun coba untuk membuat tradisi sendiri untuk merayakan lebaran di rumah.

Bersih- bersih dan Memasak Berdua untuk Menu Lebaran
Siang hari H-1 lebaran kami pun bersih-bersih rumah. Meski tidak mudik kami tetap menjalankan tradisi bersih-bersih Kami mengepel dan membersihkan halaman, kemudian mencuci pakaian. Mungkin karena gelisah melihat aku mondar-mandir, si Mungil memindahkan anak-anak kucingnya lagi, kali ini di kolong rak yang gelap .

Kami kemudian merebus daging dan menyiapkan bumbu rendang. Sebenarnya aku tidak begitu suka rendang, pasangan yang suka. Biasanya keluarga besar mereka menyantap rendang, sedangkan keluarga kami ketupat. Akhirnya kami melakukan kompromi untuk membagi jenis masakannya dagingnya.

Tiga perempat daging untuk rendang, sedangkan seperempat daging nanti akan dibuat empal atau dibuat semur. Untuk lebaran kami akan menyantap hidangan istimewa ala kami, rendang daging sapi, terong balado, dan tempe kemul. Ada juga kue dari kantor pasangan yang wajib masuk pada Jumat.

Ya meski lebaran di rumah saja setidaknya ada sesuatu yang cukup istimewa. Siapa tahu nanti kami bisa menciptakan tradisi sendiri untuk keluarga kecil kami pada masa depan.

Lebaran Seperti Hari-hari Biasa
Bunyi takbir dari masjid terus terdengar hingga dini hari sampai aku terlelap. Adanya takbir inilah yang tetap memberikan nuansa jelang lebaran.

Keesokan pagi pasangan sudah bersiap menjalankan sholat Id di rumah. Setelahnya hari-hari berjalan seperti pada biasanya. Ada rumah tetangga yang ramai, tapi selebihnya juga sepi seperti hari normal. Jalanan kompleks juga terasa lengang. Benar-benar seperti hari biasa.

Yang tetap bikin beda adalah ranah digital. Memang benar lebaran kali adalah lebaran digital. Kami sungguh terbantu oleh teknologi digital pada masa pandemi ini yang telah berlangsung dua bulan. Masih terhubung dan masih terhibur karenanya.

Grup-grup percakapan sejak dini hari telah ramai oleh ucapan hari raya. Ada juga yang mengirimkan ucapan secara privat. Para saudara mengirimkan foto keluarga disertai ucapan lebaran. Ada pula yang menyampaikan video tentang kelakuan para keponakan yang menggemaskan.

Kami pun menelpon kedua orang tua. Mereka agak sedih tahun ini rumah terasa lengang. Mereka juga bersholat Id di rumah meski masjid di rumah melakukan sholat Id secara terbatas, hanya di masjid tidak sampai di jalan raya.

Para keponakan bercerita jika mereka bosan. Setelah makan mereka malah ganti pakaian dengan pakaian sehari-hari, baju biasa. Mereka juga sedih karena belum ada tamu yang datang.

Lebaran kali terasa berbeda. Ramainya di ranah maya sehingga disebut lebaran daring atau lebaran digital. Meski terasa lebih senyap, lebaran tahun ini terasa berkesannya karena bisa jadi sebuah cerita dan kenangan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun