Diana melihat kakaknya, Rani ada di kamar yang mereka tempati. Kamar mungil dulu yang menjadi tempat tidur ibunya waktu masih kecil. Ia bersama ibu dan kakaknya akan tidur di sini. Sedangkan ayah tidur beramai-ramai bersama para ayah beralaskan karpet di ruang tengah.
Kakaknya menyiapkan baju lebaran dan mukena untuk besok buat Diana, dirinya, dan Ibu. Seperti saat ini.
- - -
Mengingat masa lalu membuat Diana sedih. Ia tak akan berjumpa sepupunya tahun ini. Ia juga tak akan menerima angpau. Padahal ia ingin membeli sesuatu dari angpau tersebut.
Diana menuju ke dapur. Tak banyak kesibukan yang dilakukan Ibu. Ia nampak mengambil sesuatu dari paket sembako yang diterima dari Pak RT.
Sejak ayahnya tak lagi bekerja, makanan mereka benar-benar seadanya. Hanya nasi dengan lauk telur goreng, kadang-kadang dengan sayur, di hari lain diganti tempe tahu.
Ayah tak berpenghasilan. Ia nampak murung dan berupaya sibuk dengan membetulkan perkakas rumah yang rumah.
Sesekali ayah membantu Ibu mengaduk adonan kue. Ibu menitipkan donat dan roti goreng ke lapak penjual takjil. Kadang habis kadang masih bersisa banyak. Kue-kue kemarin dihangatkan ibu dan jadi camilan buat Diana dan Rani.
Hemmm paling lebaran besok makan nasi telur dan donat, keluh Diana.
Adzan Maghrib pun berkumandang. Semua anggota berkumpul di ruang makan. Sudah ada teh manis hangat dan pisang goreng di meja. Diana tersenyum lebar. Kali ini hidangan berbeda.
Masakan berbuka kali ini juga lebih istimewa dibandingkan hari biasanya. Ibu memasak sarden dari paket sembako itu. Sarden itu ditambah lagi bumbunya oleh ibu sehingga rasanya lebih sedap dan tidak amis. Enak.
"Habis sholat Maghrib, bantu ibu memasak ya Diana," Ibunya meminta tolong padanya. Diana mengangguk. Ia terkejut ada sesuatu yang dimasak Ibu. Pasti untuk besok.