Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerpen | Siapa Pencuri Sarung Mumun

14 Mei 2020   23:11 Diperbarui: 14 Mei 2020   23:27 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nah adik-adik. Jangan heran apabila Kahar begitu menyayangi sarungnya karena...sarungnya itu ajaib. Ia begitu berharga..." Khalya masih asyik mendongeng tentang misteri sebuah sarung ajaib. Anak-anak yang duduk mengitarinya nampak terpukau mendengar ceritanya. Mata mereka bersinar-sinar.

"Ade juga mau punya sarung ajaib, kak Khalya. Sarung punya Ade warnanya sudah pudar.."
"Dan bau..." tukas Deni yang disambut gelak tawa anak-anak lainnya.

Khalya lalu sibuk meredakan tawa anak-anak. Ia tak enak kepada ustadz Amir yang kembali memasuki masjid untuk memeriksa persiapan pengajian nanti malam. Ia kuatir pak ustadz menganggapnya kurang mampu mengendalikan anak didiknya.

"Adik-adikku, sarung Kahar bukan sarung baru. Ia bukan sarung yang halus, indah gemerlapan. Ia sarung lama yang begitu dicintai oleh Kahar. Karena besarnya cinta Kahar kepada sarung itulah ia menganggap sarung itu memberinya banyak keajaiban..." Khalya kembali mendongengkan kisah sarung.

Mata anak-anak masih seperti tadi. Dalam benak mereka terbayang bahwa hal-hal ajaib itu perhiasan emas berlian, makanan enak, plesiran ke pantai, main video gim dan sebagainya. Deni berangan-angan sarung itu bisa membuatnya terbang seperti karpet terbang milik Abunawas, eh Aladdin.

Ah sepertinya aku salah cerita, keluh Khalya. Mereka belum benar-benar paham akan makna sarung ajaib. Mungkin karena mereka masih lugu. Mereka masih anak-anak.
***

Dua bulan kemudian anak-anak itu tak lagi mengaji di masjid. Mereka mengaji secara daring. Khalya mengabsen adik-adik didiknya lewat video call ke para Bunda. Para Bunda kemudian menunjukkan raut wajah anaknya yang sudah rapi dan bersih untuk mengaji.

Setiap Jumat ia pun memeriksa, apakah mereka sudah membaca cerita Islami atau belajar mengaji. Ia merasa rindu kepada adik-adiknya. Ia kangen dengan celotehan mereka, tawa mereka yang berderai sekaligus kenakalan mereka. Melihat sekilas mereka belajar mengaji sedikit memupus rasa rindunya. Khalya sudah lama hidup sebatang kara. Pekerjaannya sebagai guru TK dan guru mengaji membantunya untuk tidak merasa begitu kesepian.

Pada masa pandemi ini ketika rasa kesepian menggigitnya ia pun bergelung dengan sarungnya. Sarung yang sudah buruk, kumal, dan warnanya pudar. Sarung itu dibelikan oleh ibunya 15 tahun silam. Itu adalah barang kenangan yang paling disayanginya dari ibunya. Ketika ibunda kemudian meninggalkannya, menuju alam baka, benda itulah yang ia peluk jika merasa kangen dengan ibunya.

***


Jumat minggu berikutnya Khalya menghubungi Mama Mumun. Ibu dari Mumun kemudian mengarahkan layar hapenya ke wajah Mumun. Khalya merasa ada sesuatu pada Mumun. Wajahnya keruh. Ia pun menyapanya.

"Mun, ada apa? Kok ngajinya tidak bersemangat?" Mumun malah cemberut dan uring-uringan.

"Mumun kenapa Bunda? Khalya bertanya ke ibunya.

Ibunya bercerita Mumun terus uring-uringan sejak sarung kesayangannya hilang. Ia sudah membantu mencarinya kemana-mana tapi sarung itu entah ke mana.

"Sampai saya belikan sarung via onlen, lebih bagus, baru, tapi anaknya tidak mau. Maunya sama sarung yang sudah buluk itu..."
"Itu sarung dari ayah, Bunda" Mumun kemudian menangis tersedu-sedu.

Ayah Mumun meninggal setahun lalu. Sarung itu merupakan hadiah bagi Mumun ketika ia sudah mampu menghafal Alif Ba' Ta'. Mumun sangat dekat dengan ayahnya. Setiap malam ia selalu tidur bersama sarung itu.

"Kalau sudah hilang lalu bagaimana, Nak? Anggap saja sarung dari ibu juga sama ajaibnya seperti sarung dari ayah," hibur sang bunda.

Khalya tertegun mendengar kata-kata ibu Mumun. Apakah Mumun paham maksudnya akan makna sarung ajaib?

Tiba-tiba Khalya merasa begitu lelah. Ia memutuskan untuk memeriksa anak didiknya lainnya pada minggu berikutnya.
***

Deni hari ini juga tidak seperti biasanya. Tapi sepertinya ia salah. Deni sudah bersikap lain sejak pandemi ini bermula. Apakah ia merasa bosan di rumah? Tapi ia anak orang kaya. Rumahnya besar dan semua mainan ada. Ia juga masih punya kakak meski usianya terbilang jauh.

Yang menerima video call dari Khalya adalah Marni, asisten rumah tangga keluarga Deni. Khalya tidak tahu alasan kenapa ART nya yang selama ini selalu menerimanya. Mungkin kakak dan ayahnya sibuk, terka Khalya.

"Deni, kenapa kok wajahnya muram seperti itu?"
Deni menggeleng.
"Deni lagi sakit? Kok tidak mau melihat Ibu?"

Tiba-tiba Deni menangis. ART nya jadi panik. Khalya juga ikut menghiburnya agar Deni tak terus menangis.

"Deni ada apa?"
"Kalau Deni cerita kak Khalya jangan marah ya. Kak Marni juga jangan lapor ke ayah," ujarnya merengek.

Setelah keduanya berjanji, Deni pun bercerita. Ia tak enak telah melakukan hal jahat. Ia mencuri sarung Mumun.

Ia mengambilnya secara spontan. Waktu ia lewat di depan rumah Mumun sarung itu sedang dijemur. Tak ada siapa-siapa. Ia pun nekat mengambilnya.

"Kamu kenapa mengambilnya, Den?" Khalya merasa kecewa tapi juga penasaran.

Deni melanjutkan ceritanya. Mumun sejak mendengar cerita sarung ajaib, juga menyombongkan diri bahwa sarungnya juga ajaib. Katanya ia bisa memeluk ayahnya lewat sarungnya.

"Deni juga ingin meminjam sarung Mumun agar bisa memeluk Mama. Deni kangen sama Mama.." Ia kembali menangis. "Tapi sarung Mumun hanya bau. Tak ada ibu yang muncul," keluhnya.

Khalya bingung antara marah dan ingin tertawa. Ia lalu berpesan kepada Marni agar mengantar Deni mengembalikan sarung itu kepada Mumun.

Khalya kemudian memberikan sebuah bingkisan kepada Deni. Ketika Deni membukanya ada sebuah sketsa-sketsa yang pernah dibuat ibunya. Rupanya ibu Deni pernah menjadi guru menggambar Khalya pada masa mudanya. Jika Deni sedih dan kangen Mama, lihatlan lukisan-lukisan buatan ibumu ini. Ia sama ajaibnya dengan sarung si Mumun

*** tamat***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun