Televisi di rumah makin seperti benda pajangan belaka. Aku semakin jarang menyaksikan televisi. Biasanya hanya memutar TVRI untuk menonton sebuah serial yang mengubah mobil bekas menjadi mobil cantik. Alhasil aku jarang tahu iklan-iklan komersil terkini. Meski demikian ada sebuah iklan jadul bertema Ramadan yang dulu biasanya muncul tiap tahun dan bikin aku mikir.
Dinamakan iklan bertema Ramadan karena iklan ini biasanya muncul pada jelang dan selama umat Islam menunaikan ibadah Ramadan. Ia juga muncul pada saat lebaran. Di luar waktu-waktu tersebut iklan tersebut tak lagi ditayangkan.
Ada iklan-iklan yang biasanya mewarnai bulan Ramadan, dari iklan sirup yang membuat ingin mereguk es buah dengan kuah sirup, iklan margarin yang bikin tertantang bikin kue, iklan cat yang membuat ingin renovasi rumah, juga iklan obat sakit maag yang biasanya langganan tiap tahun muncul.
Ada satu iklan komersil lagi yang bikin aku dan kakak, kini aku bersama pasangan, suka mengomentari dan mendiskusikannya. Iklan bertema Ramadan tersebut adalah iklan sebuah merk mie instan.
Biasanya iklan mie instan jadul ini muncul pada tahun 90-an. Iklannya biasanya beda. Bedanya tipis sih paling hanya pemeran dan kemasan mienya.
Umumnya di dalam iklan tersebut ada sebuah keluarga. Ada bapak, anak perempuan dan anak laki-laki duduk di meja makan menunggu hidangan disajikan. Lantas si ibu dengan bangga akan menghidangkan sajian berupa mie instan dengan dihiasi sayuran dan telur mata sapi yang setengah matang. Kedua anaknya dan suaminya nampak begitu senang. Oh masakan ibu..oh masakan istriku luar biasa.
Okelah kalau hanya satu hari. Misalnya si istri sedang kelelahan dan hanya memiliki waktu terbatas sehingga ia hanya bisa menyiapkan mie instan. Tapi bagaimana jika tiap hari? Hidangan sahur dan berbukanya sama setiap harinya, mie instan.
Saat ini ada berbagai versi baru dari iklan ini, termasuk yang sedang viral adalah mienya kosong karena masih dalam waktu berpuasa, saat berbuka baru mienya nongol. Tapi yang paling kuingat dalam produk tersebut adalah iklan jadul legendaris tersebut. Pasalnya setiap hari, setiap makan sahur dan berbuka menunya hanya itu-itu. Mienya tidak diolah lagi misalkan dijadikan sosis goreng lilit mie, nasi goreng mie ala Magelangan, mie seblak sosis, dan sebagainya.
Kemudian ketika menjelang hari raya Idul Fitri dan saat lebaran iklan mie instan pun tetap hadir. Mereka berpakaian bagus-bagus. Nampak cantik, bersih, dan tampan. Keluarga tersebut memiliki hidangan spesial untuk hari yang spesial. Mie instan lagi. Wadahnya memang bagus. Penataannya juga nampak menarik, sayuran, telur dan lainnnya ditata. Tapi menunya tetap itu lagi itu lagi.
Aku dan pasangan jadi trenyuh kepada nasib keluarga tersebut. Tapi bisa jadi mereka adalah keluarga mania mie instan. Aku jadi ingat kawan kuliah kakakku yang hampir tiap hari makan mie instan dengan sukacita, tanpa mengeluh.
Dari iklan Ramadan mie instan jadul tersebut ada pesan bijak yang maknanya dalam. Pesan dari iklan tersebut seperti judul kumpulan kolom Umar Kayam. "Mangan ga mangan yang penting kumpul". Tidak penting isi dan jenis masakannya yang lebih penting setiap anggota keluarga berkumpul dan sehat. Dari iklan tersebut penonton juga mendapatkan asupan pesan yang bergizi bahwa makanan apapun harus disyukuri. Mie instan setiap hari juga tak apa-apa jika hanya itu yang ada di rumah.
Omong-omong habis ngetik tulisan ini aku jadi ingin menyeruput mie instan kuah. Mie kuah dengan telur, sawi, cabe rawit dan bawang merah goreng yang banyak. Sedap dan hangat cocok diseluruput pas malam-malam habis hujan deras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H