Selama lima jam aku membolak-balik lembar demi lembar hingga tamat. Yang tersisa di benak kemudian adalah sebuah petualangan mengungkap sebuah misteri.
Cerita "Natisha" kental dengan nuansa lokal Makassar. Khrisna memberikan pengetahuan kepada pembacanya tentang 'strata sosial' di Makassar, adat pinangan, silariang, dan misteri dari parakang. Ia juga menceritakan kitab kuno dan kisah kepahlawanan rakyat Makassar dalam mengusir penjajah.
Kisah dalam buku ini disampaikan dengan alur maju dan mundur. Dalam flashback disampaikan awal pertemuan Natisha dan Tutu, kemudian bagaimana Tutu dan ayahnya kemudian menghadapi masalah bertubi-tubi dikarenakan keluarga Natisha tak menyetujui hubungan Natisha dan Tutu.
Memang kisah penderitaan yang dialami Tutu dan ayahnya agak berlebihan. Begitu juga dengan kisah asmara Tutu dan Natisha yang menurutku 'melampaui' kisah cinta remaja umumnya di daerah pada tahun 80-an, dengan ciuman dan pelukan pada masa SMA.
Poin plus dalam buku terbitan Javanica ini adalah unsur perburuan dan misterinya. Gaya Tutu mengungkao misteri ala Mi
Tutu seperti Robert Langdon dalam menyingkap misteri dalam "Angels and Demons". Ia memecahkan bait pantun kuno dengan berbekal kitab kuno dan pengetahuan tentang situs-situs kuno untuk menemukan lokasi Rangka membawa korbannya. Pembaca diajak ikut menelusuri situs-situs pagan yang kemudian keberadaannya dilupakan orang setelah Islam datang.
Sebuah buku percintaan dengan bumbu kultur dan mistik ala Makassar. Beberapa bagian cerita terasa mencekam. Penutup kisahnya membuka kesempatan akan ada lagi kelanjutannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H