Kapan Kalian terakhir menamatkan sebuah buku? Jika jawabannya baru-baru ini atau sebulan yang lalu, itu jawaban yang bagus. Tapi jika aktivitas ini sudah ditinggalkan sekian lama, maka kini waktu yang pas untuk memulai kebiasaan ini.
Pada masa kini ketika akses internet semakin merata dan cepat, juga tersedia aplikasi perpustakaan seperti i-Pusnas dan i-Jakarta yang menyediakan banyak buku-buku pilihan, minat membaca buku belum mengalami peningkatan secara signifikan.
Sebagian netizen masih lebih suka mengobrol dan curhat di media sosial atau memilih menonton YouTube dan Tiktok daripada membaca.
Aku sendiri juga kerap mengalami distraksi dengan gawai. Awalnya aku ingin menuntaskan membaca buku yang kupinjam di perpustakaan daring, eh kemudian ada yang mengajak mengobrol. Jadi keterusan deh. Akhirnya kumatikan akses internet dan membacanya secara offline.
Ketika beberapa hari seorang kawan mengabarkan adanya tantangan membaca buku selama work from home, aku merasa tersentil. Lihat koleksi bukumu, masih ada puluhan buku yang belum dibaca.
Aku kemudian melihat rak bukuku. Kemarin-kemarin aku asyik menimbun buku. Jika ada obral buku atau buku menarik langsung kubeli. Beberapa di antaranya masih bersampul plastik. Duh rasanya kini waktu yang tepat kembali memulai kebiasaan membaca buku.
Membaca buku fisik tetap jauh lebih baik daripada membaca buku dengan gawai. Mata terasa lebih nyaman. Proses membalik-balik lembaran buku, mencium aroma buku juga memberikan pengalaman tersendiri.
Selain itu aku bebas distraksi. Gawai kujauhkan. Dan terbukti aku bisa bertahan berjam-jam tanpa gawai, tanpa takut ketinggalan informasi.
Sudah ada tiga buku tebal yang berhasil kutamatkan. Semuanya buku fiksi karena hampir setiap hari aku juga membaca hal-hal berkaitan dengan bidang kerja.
Buku-buku tersebut adalah "Menjeda", "Big Boned", dan "Paris for One". Semuanya buku roman dengan tokoh utama perempuan. Aku sedang ingin membaca sesuatu yang ringan.
Dua buku berbahasa Indonesia dan lainnya berbahasa Inggris. Buku pertama yang kubaca adalah "Menjeda" karya Adya Pramudita. Buku ini berkisah tentang Keira yang susah menghilangkan sosok masa lalunya, seorang pemuda bernama Giras.
Ia dan Giras tumbuh bersama hingga kemudian keduanya berpisah belasan tahun. Meskipun saat ini sudah ada pemuda lain yang sabar menunggunya, ia masih dihantui perasaan itu. Ia pun kemudian terbang dari Roma ke Jakarta. Selama di Bogor, kampung halamannya, ia pun mencari jawaban itu.
Ceritanya klise dan mudah ditebak. Meski demikian proses perjalanan Keira menemukan cinta sejatinya tetap menarik disimak.
Buku berikutnya juga membahas tentang perempuan yang baru menginjak usia 30. Ya, dua buku sama-sama membahas perempuan di usia yang sama, apakah itu usia rawan bagi perempuan?
"Big Boned" menceritakan Heather, mantan penyanyi remaja yang kini mencoba berkarir di bidang administrasi kampus sambil berkuliah. Ia sempat mengalami krisis percaya diri karena sulitnya ia menjaga diri dari makanan enak, sementara kekasihnya adalah penganut gaya hidup sehat yang vegetarian.
Suatu ketika terjadi kegemparan di tempat kerja Heather. Bosnya, yang ruangannya di sebelahnya ditemukannya tak bernyawa di meja kerjanya. Ia tertembak. Heather pun lemas. Meski bosnya kasar ia merasa bosnya tak pantas mendapat perlakuan seperti itu. Heather pun kemudian menggunakan instingnya untuk menemukan pembunuhnya.
Gaya bercerita dalam "Big Boned" ini masih khas Meg Cabot yang kondang lewat "The Princess Diaries". Ia masih suka menyelipkan humornya yang sarkas dan menyitir beberapa bintang Hollywood. Hanya terjemahannya kurang bagus, sehingga buku ini meski sudah kumiliki cukup lama enggan untuk kuselesaikan.
Nah, buku terakhir adalah karangan Jojo Moyes yang beken lewat novelnya "Me Before You" yang difilmkan. Judulnya "Paris for One". Buku setebal 300-an halaman ini terdiri atas sembilan cerita, dengan "Paris for One" menjadi kisah unggulan dan yang paling tebal.
Bagaimana jika Kamu yang adalah gadis rumahan kemudian terpaksa melakukan traveling sendirian? Nell ingin menangis dan mengasihani diri ketika kekasihnya membatalkan diri menemaninya di Paris. Ia sudah merencanakan perjalanan romantis ini berhari-hari dan menghabiskan tabungannya.
Ketika hendak mempercepat liburannya, ongkos baliknya sangat mahal. Akhirnya ia memberanikan diri mengeksplor Paris. Ternyata tak semenakutkan yang ia sangka. Ia mendapatkan kawan-kawan baru.
Cerita lainnya yang menarik dalam buku ini adalah "13 Days with John C". Ada sebuah ibu rumah tangga yang menemukan ponsel tertinggal. Entah kenapa ia mengambilnya dan penasaran dengan obrolan si pemilik dengan pria bernama John C.
Pria ini lucu dan membuatnya penasaran. Ia diam-diam menyaru sebagai pemilik ponsel. Tapi kemudian ia dihinggapi rasa bersalah ke suaminya meski ia juga masih dilingkupi rasa penasaran, siapa sebenarnya John C tersebut.
Cerita-cerita dalam bahasa Inggris ini mudah dicerna. Sebagian memang klise tapi lainnya memiliki penutup yang tak disangka-sangka. Kisah Nell ini mungkin klise, tapi aku suka karakter Nell, kawan-kawannya yang cerewet, dan juga Fabien, calon penulis, yang ditemui Nell di Paris. Kisah "13 Days with John C" memiliki kisah yang tak disangka-sangka. Segar dan terasa komikal.
Wah, aku senang dengan tantangan membaca buku ini. Aku akan berupaya menyisihkan waktu untuk membaca. Setidaknya koleksi bukuku tak sia-sia, tak hanya sekedar pajangan atau malah dimakan rayap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H