Ketika menyaksikan film "Parasite" tahun lalu ada semacam perasaan dan nuansa yang berulang. Rasa itu seperti yang kualami ketika menyaksikan film rilisan negeri sakura yang berjudul "Shoplifters". Sama-sama bercerita tentang kaum marginal. Ada plot twist-nya menjelang akhir cerita yang membuat takjub dan mengubah persepsi.
Kedua film ini sama-sama berasal dari Asia. "Parasite" dirilis tahun 2019 dan "Shoplifters" sebelumnya, yaitu tahun 2018. Keduanya juga meraih penghargaan bergengsi dari Cannes Film Festival, Palme d'Or.
Keduanya juga masuk dalam nominasi Oscar dan Golden Globe, kategori film berbahasa asing. Hanya nasibnya berbeda. "Shoplifters" hanya berhasil di tahap nominasi Oscar, sedangkan "Parasite" berhasil meraih empat Oscar, termasuk kategori bergengsi film terbaik.
"Parasite" bercerita sebuah keluarga yang hidup di pinggiran kota di Seoul. Mereka tinggal di semi basement yang sempit dan nampak pengap. Untuk menyambung hidup sehari-hari mereka bekerja sebagai pelipat dus pizza.
Nasib mereka berubah ketika anak laki-laki sulung, Ki-woo mendapat tawaran bekerja sebagai guru les privat keluarga kaya raya, keluarga Park. Ketika ia akhirnya diterima, ia pun menemukan ide cerdik untuk memasukkan adiknya untuk ikut bekerja di keluarga tersebut.
Lama-kelamaan lewat tipu muslihat ayah dan ibu Ki-Woo juga ikut bekerja di keluarga tersebut. Masalah kemudian muncul lewat sebuah rahasia di rumah mewah tersebut.
Mereka hidup seperti parasit. Mereka menggantungkan diri kepada si nenek, Hatsue Shibata, yang mendapat uang pensiun dari almarhum suaminya. Sebenarnya mereka juga bekerja tapi penghasilannya begitu minim.
Osamu pagi-pagi sekali harus berangkat berdesak-desakan di sebuah mobil tumpangan menuju area proyek, sementara Si istri, Nobuyo, bekerja keras di sebuah laundry. Yang mengejutkan, si Aki bekerja sebagai hostes dan mereka semua menganggapnya wajar.
Shota sendiri juga ikut membantu. Ia diajari mengutil oleh Osamu. Ia bersama Osamu dan Nobuyo kerap mengutil, mengambil beragam makanan dan produk kebersihan, mengutil baju dan sebagainya. Hingga suatu ketika mereka bertemu anak perempuan bernama Yuri yang sering ditinggal dan dibiarkan oleh orang tuanya di balkon apartemen. Ia nampak kedinginan dan kelaparan.
Osamu yang kasihan kemudian membawanya. Yuri ini kemudian membuat mereka berdebat. Namun masalah sebenarnya muncul karena Shota mempertanyakan tentang kode etik mengutil yang selama ini dipegangnya.
Jurang pemisah antara keluarga kaya dan miskin di sini dikupas. Dalam "Parasite" hal ini digambarkan lewat puluhan atau mungkin ratusan anak tangga yang harus dituruni oleh Ki-woo dan keluarganya untuk tiba di rumahnya. Sedangkan di keluarga Shibata hal ini nampak dengan rumah mereka yang begitu sempit dan sesak.
Harga tanah di Jepang mahal dan anak-anak yang telah menikah pun kemudian menjadi parasit bagi orang tuanya. Ketika Osamu dan istrinya tak bisa lagi bekerja di tempatnya semula, maka mereka semua kemudian menjadi parasit dan hanya bergantung ke  uang pensiunan si nenek.Â
Kedua film ini sama-sama memiliki twist yang unik. "Parasite" dengan penemuan rahasia di rumah Park yang kemudian berujung pada tragedi berdarah. Sedangkan dalam film "Shoplifters" Shota baru menyadari sesuatu yang dilupakannya pada masa kecil.Â
Ia rupanya anak yang diambil Osamu, sama halnya seperti Yuri. Dan Osamu tidak menemukannya secara kebetulan terkunci di mobil. Ia hendak mencuri isi mobil tersebut, sesuatu yang menyalahi kode etik yang diterima oleh Shota. Kematian si nenek juga membuat rahasia besar keluarga tersebut terbongkar. Sesuatu yang benar-benar tak terduga.
Ya, aku suka kedua film ini. Sulit diprediksi. Alur ceritanya menarik dan mengambil cerita dengan sudut pandang kaum marjinal di kota megapolitan yang jarang dibidik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H