Bersosialisasi dan berkumpul dengan teman-teman yang satu hobi dan minat itu menarik. Kegiatan ini bisa menjadi selingan setelah melakukan rutinitas.
Kendalanya biasanya soal waktu. Harus cerdik-cerdik atur waktu antara dunia kerja dan komunitas, apalagi jika sudah berumah tangga. Prioritasi kegiatan adalah kunci, selain soal bagi waktu.
Sejak dulu kegiatan ekstrakurikuler itu menyenangkan. Dulu pernah bergabung di Remaja Masjid sebelum kemudian lebih sibuk di komunitas teater, karya ilmiah, dan majalah sekolah.
Baru ketika masuk dunia kuliah, aku mencoba komunitas baru, dari yang sifatnya serius seperti himpunan mahasiswa dan ikut aktif di beberapa kegiatan BEM, lalu kegiatan cari duit di Koperasi Mahasiswa, lalu yang sifatnya menyenangkan seperti Paduan Suara, Fotografi, dan komunitas film.
Tapi karena jadwal kuliah yang tugas-tugasnya begitu banyak, maka kemudian berangsur-angsur aku pun pasif, kecuali di Paduan Suara dan Fotografi, karena dua kegiatan ini benar-benar menghibur. Sangat membantu menjadi penyeimbang tugas-tugas berkaitan dengan koding.
Ketika bekerja di Jakarta lagi-lagi aku mencari kegiatan. Dulu umumnya komunitas diadakan oleh majalah, seperti Cita-cinta, Femina, dan Chic.
Kegiatannya beragam dan menyenangkan, dari nobar film, make over, dan bincang-bincang dengan tema yang menarik. Aku banyak menemukan kawan-kawan baru.
Lalu kemudian aku juga terlibat di beberapa komunitas minat, tapi lebih sering pasif dan hanya mengikuti diskusi di milis atau datang di acara yang waktunya pas.
Komunitas minat itu seperti Jalansutra yang fokus di kuliner, Indobackpacker untuk soal jalan-jalan, Openrice untuk kegiatan icip-icip restoran baru dan mengulasnya,
Couchsurfing untuk mereka yang mau menjadi tuan rumah atau guide lokal jika ada anggota CS dari luar daerah atau luar negeri. Banyak even dari mereka yang menarik dan menambah wawasan. Tapi setelah era milis tamat, aku mulai jarang mengikuti perkembangan mereka.
Bergabung dengan komunitas film pertama ketika ditawari menjadi kontributor dengan Cinemania Indonesia. Sebenarnya konsepnya bukan komunitas tapi lebih ke penghasil konten.
Anggotanya tidak banyak, tidak sampai 10 orang. Tapi tiap anggota benar-benar maniak film dan minatnya khusus, ada yang otaku, penyuka hal-hal seputar Jepang, ada juga yang suka film Asia, dan sebagainya.
Dari komunitas ini aku kemudian terdampar dan terlibat di beberapa komunitas film lainnya, meski beberapa di antaranya hanya sebagai pengamat. Ada Anak Nonton, Forum Festival Bandung, dan sebagainya.
Baru awal 2017 aku terlibat aktif di komunitas film Kompasiana alias KOMiK. Selama tiga tahun lebih berkutat dengan KOMiK, ada beberapa hal unik yang membedakan KOMiK dengan komunitas film lainnya.
Sebagian komunitas film yang kuikuti rata-rata berisik. Apa saja dibahas dan menjadi bahan diskusi.
Mereka doyan nonton. Tapi hanya sebagian yang menuliskan ulasannya, lainnya hanya suka berkomentar singkat atau memberikan testimoni di akun media sosial mereka. Intinya, sebagian dari mereka bakal ogah jika diajak nobar lalu diberikan kewajiban untuk menulis. Ini kebalikan dari Komiker.
Komiker lahir dari kompasianer. Jiwa mereka adalah menulis, menonton adalah hobi atau minat mereka. Pada umumnya komiker rajin menulis, tai untuk menonton mungkin mereka pilih-pilih atau menunggu even.
Tidak semua komiker benar-benar maniak film, yang setiap minggu atau setiap bulan memiliki agenda untuk nonton film.

Pengertian gagal di sini tidak banyak yang bersedia menulis, meskipun di awal dberitahukan ada kewajiban menulis. Faktor berikutnya yaitu komitmen.
Banyak yang membatalkan diri beberapa saat sebelum acara dimulai. Oleh karenanya ketika admin Kompasiana meminta lebih banyak mencari anggota baru di luar Kompasiana, aku mikir-mikir. Yakin nih. Intinya komiker itu unik. Ketika membuat even untuk komiker dan nonkomiker itu memerlukan formula yang berbeda.
Tadi siang aku datang di acara ngobrol bersama komunitas. Sayangnya hanya ada mas Kevin sebagai perwakilan Kompasiana. Kasihan mas Kevin jadi sasaran keluhan dan kritik, termasuk dari KOMiK.
Dalam acara tadi Kevin menyampaikan dukungan Kompasiana kepada komunitas akan lebih intensif. Ia memberitahukan beberapa skema kegiatan yang nampak menjanjikan.
Ada beberapa rencana even KOMiK tahun ini yang menurutku gokil. Mudah-mudahan semuanya bisa terlaksana. Kami perlu banyak bantuan nantinya dengan membuka relawan di beberapa even ke depan.
Oleh karena menurutku komunitas maju tidaknya bukan hanya kerja beberapa orang, tapi juga perlu keterlibatan aktif anggotanya. Suatu ketika pasti ada regenerasi.
Saat ini aku juga sebenarnya puyeng mengatur waktu. Bekerja dan melanjutkan kuliah sudah lumayan menguras waktu (hahaha jadi curcol). Tapi memang berkomunitas itu adalah kerja sukarelawan, jadi sebaiknya dinikmati, termasuk ketika kemudian harus nombok hihihi.
Ketika kegiatan berkomunitas dianggap sebagai kegiatan refreshing maka kegiatan ini akan menghasilkan dampak positif, menambah teman, menambah wawasan, dan juga berpikir kreatif. Ya, setidaknya aku bisa bikin artikel curcol seperti ini hehehe. Selamat berakhir pekan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI