Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermin | Puteri-puteri Hujan

27 Desember 2019   19:11 Diperbarui: 27 Desember 2019   19:14 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan turun begitu derasnya. Membuat sore hari seperti menjelang malam. Ia tak kunjung berhenti, hingga sebagian pekerja pun nekat menembus hujan agar bisa tiba di rumah. Di langit puteri-puteri hujan menyaksikan aktivitas para manusia di bawah.

Malam terus dihiasi rintik hujan. Jalanan menjadi demikian lengang. Pasalnya, penduduk sebuah negeri tersebut memilih bergelung di dalam peraduannya yang hangat. Para penjual keliling juga tak nampak. Mereka memilih berjualan di depan rumahnya.

Malam ini terasa tenang. Tapi cobalah lihat di langit sana. Ada sesuatu yang istimewa di sana jika Kamu jeli mengamatinya.

Ada percikan cahaya. Bukan kilat. Itu jenis cahaya yang lembut di mata. Berpendar seperti pelangi yang indah. Wahai ada apa gerangan.

Puteri-puteri hujan itu mereka satu keluarga. Mereka sepupu, adik, dan kakak. Mereka merencanakan sesuatu yang spesial. Malam ini mereka akan berkeliling ke negeri manusia.

Mereka turun dibantu oleh deraan hujan. Seperti bermain seluncuran. Mereka begitu gembira. Beberapa di antara mereka baru merasakan pengalaman pertama. Mereka tertawa riang.

Aku tak sengaja melihat mereka. Aku melihat mereka turun seperti cahaya berkilauan dari langit ke bumi. Wajah dan penampilan mereka seperti manusia. Mereka gadis yang ramping dan jelita. Tapi wajah dan tubuh mereka transparan, seperti hujan. Ketika tubuh mereka terkena sorotan lampu baru mereka terlihat, sama-samar namun juga menawan.

Aku terpukau melihat mereka dari jendela di apartemenku yang berada di lantai dua. Sepertinya si Nero, kucing orenku juga merasa hal yang sama. Matanya tak lepas dari mereka. Ia juga nampak terpesona.

Puteri-puteri hujan itu menari bersama. Tubuh mereka ringan seperti udara. Mereka tertawa dengan suara yang seperti desiran angin, obrolan mereka samar-samar dengan nada yang indah bak nyanyian. Lalu mereka berjalan ke ujung jalan dan aku tak melihatnya.

Sejam kemudian hujan baru mulai reda. Aku tergerak untuk menutup jendela. Di sana aku kembali menjumpai mereka. Si puteri hujan yang paling muda membalas tatapan. Ia menggoyangkan tangannya. Aku membalasnya.

Mereka kembali ke negerinya. Negeri di balik awan. Mereka naik ke atas langit dengan tubuh yang ringan. Pendar cahaya itu semakin samar. Aku dan Nero bertatapan, gembira bisa bertemu mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun