Kostum atau wardrobe merupakan unsur penting dalam sebuah film. Ia membantu mewujudkan karakter dalam cerita menjadi tokoh yang nyata.Â
Kostum juga menjadi penanda waktu dalam sebuah film. Lantas bagaimana caranya merancang sebuah kostum untuk film menurut sang pakar?
Aku beruntung pada Sabtu, 7 Desember 2019, menjadi salah satu dari 13 peserta Kelas Sesi Wardrobe yang diadakan Kineforum di Connectinc, Cipete Selatan.
Acara ini dipandu oleh sang pakarnya langsung, yaitu peraih empat Piala Citra untuk kategori Penata Busana Terbaik, Retno Ratih Damayanti.Â
Kenapa kostum itu menarik untuk dibahas? Karena kostum merupakan salah satu elemen yang berkontribusi dalam menampilkan sebuah cerita dalam wujud visual. Ia melekat dalam sebuah tokoh.Â
Dengan melihat kostum yang dikenakannya maka penonton bisa menebak karakternya, usianya, asal usulnya, status sosial, pilihan ideologinya, nuansa atau mood yang dihadirkan, serta latar waktu dalam film tersebut. Masih banyak lagi hal-hal yang bisa ditunjukkan dalam sebuah kostum.
Kalian pasti ingat dengan kostum andalan Sherlock Holmes. Ia biasa mengenakan long coat bisa polos atau bermotif kotak-kotak kecil. Sebagai pelengkapnya adalah sepatu kulit, pipa cerutu dan topi jenis deerstalker. Gaya berbusananya itu khas, sehingga ketika si tokoh sedang dalam kerumunan para penonton tetap bisa mengenalinya.
Dari sebuah kostum film, ada banyak hal yang menarik untuk didiskusikan. Adanya divisi kostum dalam sebuah film memberikan peluang bagi mereka yang tertarik dalam bidang ini.
Biasanya penata kostum dalam pembuatan film di Indonesia terdiri atas sebuah tim. Satu tim terdiri dari desainer, asisten desainer, wardrobe on set yang bertugas mendokumentasikan, storage men yang menyimpan kostum, dan dresser yang membantu pemain mengenakan kostum.Â
Jumlah kru menyesuaikan dengan besarnya film. Dalam sebuah film kolosal maka jumlahnya bisa mencapai 10 orang karena kostum yang diperlukan bisa mencapai tiga truk tersendiri.
Di rumah produksi luar umumnya pekerjaan penata kostum terbagi menjadi dua, desainer kostum dan wardrobe team. Mereka yang menjadi desainer kostum bertugas melakukan riset tentang kostum hingga kostum tersebut jadi. Baru kemudian urusan pada saat syuting diserahkan ke tim wardrobe. Namun di Indonesia kedua fungsi tersebut menjadi tugas penata kostum.
Lantas bagaimana tahapan dalam merancang kostum hingga kostum tersebut siap digunakan untuk keperluan syuting?
Pertama adalah membaca skenario dan deskripsi karakter dari sutradara. Pertanyaan penting dari setiap karakter yaitu usia, lahir dan besar di mana, tempat tinggalnya, dan pekerjaannya. Misalnya ia digambarkan gadis remaja usia 15 tahunan yang tomboy tentunya beda dengan gaya busana wanita tomboy dengan usia yang lebih dewasa.
Setelah paham dengan kemauan sutradara, produser, dan production designer maka tugas berikutnya yang penting adalah riset. Tahapan ini sangat penting terutama untuk film dengan latar waktu dan tempat tertentu. Misalnya film dengan latar tahun 50-an. Pada masa itu rupanya gaya berbusana perempuan Jakarta begitu modis, mengikuti gaya Eropa.Â
Baju tahun 50-an dan tahun 60-an juga berbeda, demikian pula dengan asalnya. Perempuan Jakarta tahun 60-an bisa jadi gaya berbusananya berbeda dengan perempuan yang tinggal di Pekanbaru, misalnya.Â
Ketika melakukan riset maka bukan hanya waktu dan tempat yang penting, tapi juga kultur masa itu dan jenis kain juga teknik pewarnaan apa saja yang sudah ada pada masa itu. Pada abad ke-16, misalnya, tentu jenis kain masih terbatas, demikian juga dengan teknik pewarnaannya.
Setelah riset maka tim perancang kostum kemudian membuat konsep desain dengan menggambar rancangan dan membuat mood board.Â
Dalam tahapan ini si desainer kostum akan mulai menentukan palet warna tiap karakter. Ia perlu memahami psikologi warna dan bentuk. Karakter yang kalem pilihan warnanya akan berbeda dengan tokoh yang berjiwa pemberontak.
Setelah itu baru si desainer menentukan warna, tekstur dan jenis bahan kain. Biasanya Retno menghindari polyester karena bahannya mengkilap, sehingga hasilnya kurang bagus di layar. Baru kemudian ia meminta persetujuan dari sutradara cs dan menyusun daftar karakter dan jumlah pakaian serta menyusun anggaranya. Ia pun kemudian mengajukan proposal anggaran.Â
Di Indonesia anggaran kostum biasanya tidak besar, berbeda dengan Hollywood yang memiliki patokan sekitar 1 persen dari total bujet produksi.
Nah setelah anggaran disetujui maka waktunya mengukur para pemain dan membuat kostumnya. Kostum bisa dijahit sendiri atau dibeli. Biasanya setiap jenis baju pemain ada baju duplikatnya sebagai cadangan.
Proses berikutnya yaitu pemain mencoba kostum sebelum memulai syuting. Jika filmnya jenis periodik maka baju perlu diperlakukan khusus sehingga nampak kusam.
Proses berikutnya yaitu pencatatan dan penamaan baju. Baju A digunakan karakter Maya untuk adegan di asrama, misalnya. Selanjutnya baju pun siap digunakan pemain untuk syuting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H