"Raja tidak punya kawan. Ia hanya punya pengikut dan musuh"
Kerajaan Inggris sempat diwarnai perselisihan sipil pada abad pertengahan. Ketegangan ini semakin meningkat pada masa pemerintahan Henry IV. Kisah ketidakakuran raja dan putra sulungnya, intrik politik, serta upaya Henry V menyatukan rakyatnya terbingkai dalam film kolosal "The King".
Cerita bermula dari aksi protes Hotspur Percy (Tom Glynn-Carney). Ia seorang bangsawan muda yang kemudian dianggap sebagai pimpinan aksi pengkhianatan oleh Raja Henry IV (Ben Mendelsohn).Â
Sejak Raja Henry IV memerintah, perselisihan sipil terus bergejolak. Sebab, ia mudah curiga dan menganggap bagian pembangkangan sebagai upaya pemberontakan.Â
Sikapnya ini bertolak belakang dengan putra sulungnya, Henry V (Timothee Chalamet) yang akrab disapa Hal oleh kalangan terdekatnya. Namun bukannya sering menghadiri pertemuan dengan para pejabat istana dan bangsawan untuk berargumen, ia malah mengasingkan diri dan lebih suka mabuk-mabukan, sehingga pejabat istana tak menyukainya.
Awalnya raja memilih putra kedua yang juga adalah adik Hal, Thomas (Dean-Charles Chapman) sebagai penerusnya. Tapi kemudian ia tewas di medan laga. Setelah Henry IV mangkat, tahta pun bergulir ke Henry V.Â
Di sana ia menghadapi dilema seorang raja. Ia ditantang untuk membuktikan kemampuan dirinya dengan menundukkan Perancis.Â
Awalnya ia enggan. Ia juga tak terpengaruh ketika Pangeran Dauphin (Robert Pattinson) dari Perancis yang mengirim hadiah berupa bola kepadanya, yang bagi sebagian pejabat istana dianggap penghinaan.
Namun, dorongan untuk menyatukan Inggris memaksanya untuk melakukannya. Di sana ia kemudian menghadapi mimpi buruknya.
Dalam film berdurasi 200 menitan ini penonton disuguhi awal mula pemberontakan oleh keluarga Percy, bagaimana sikap ayahnya yang banyak tidak disukai para bangsawan, juga sikap Hal pada masa mudanya yang begitu urakan. Â Sejak dari awal penonton bisa merasakan intrik politik serta dilema seorang raja memilah informasi yang bisa dipercayainya. Kawan dan lawan sungguh sulit dibedakan.
Paragraf berikut sedikit mengandung spoiler.
Dua pertiga cerita lebih dominan ke drama. Baru sepertiga film berujung ke pertempuran yang epik. Di sini strategi pertempuran sahabat Raja Henry V, John Falstaff (Joel Edgerton) digunakan walaupun begitu spekulatif. Untunglah pertempuran utamanya dilakukan pada saat matahari masih terang, sehingga penonton bisa melihat jelas bagaimana pertempuran yang pincang itu berlangsung.Â
Pertempuran terkenal "The Battle of Agincourt" ini nampak brutal. Masing-masing pihak berupaya untuk bertahan hidup. Pihak yang kalah begitu mengenaskan. Situasinya seperti mimpi buruk.
Koreografi duelnya juga kurang enak ditonton. Mungkin Timothée dan lawannya kurang banyak berlatih menggunakan pedang dan senjata lainnya. Meski di sini Timothée tak tampik buruk, menurutku yang lebih mencuri perhatian adalah Robert Pattinson. Ia jarang tampil sebagai antagonis dan ia mampu memerankan Pangeran Dauphin yang culas dan menyebalkan dengan apik.
Film ini tayang sejak 1 November di Netflix dan para kritikus rata-rata memberikan nilai cukup hingga baik untuk film ini.
Detail Film:
Judul: The King
Sutradara: David Michod
Pemeran: Timothée Chalamet, Joel Edgerton, Robert Pattinson, Sean Harris, Ben Mendelson, Lily-Rose Depp, Tom Glynn-Carney, Dean Charles-Chapman
Genre: Kolosal, war, drama-sejarah
Skor: 7.8/10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H