Aku sendiri kemudian juga membersihkan tubuh dan berdoa untuk Nenek Rindu. Kuperhatikan warisan dari si nenek. Warisan yang melelahkanku.
Tak terasa sudah lima bulan berlalu. Momo dan Mimi sudah tumbuh sehat dan besar. Kini tiap pagi dan petang mereka bermain di luar. Saat siang dan malam mereka membuat keonaran. Hampir setiap pulang kerja, ada saja yang membuat rumah berantakan.
Aku jadi dilema, apa mereka mending tinggal di luar dan kubuatkan pintu masuk khusus kucing saja agar mereka tak bosan di rumah. Rumah jadi tak begitu berantakan tapi halaman rumahku jadi bulan-bulanan. Duh hadiah yang merepotkan.
Hari ini hari yang begitu buruk bagiku. Perusahaan tempatku bekerja melakukan PHK massal. Apesnya namaku masuk di dalamnya. Aku begitu lemas tak percaya. Memang akhir-akhir ini gaji kerap telat dibayarkan. Tapi sungguh tak kusangka.
Pesangon akan dibayarkan minggu depan. Kabar itu tak berhasil mengusir mendung.
Aku melangkah dengan gontai. Apa yang harus kulakukan. Kudengar beberapa perusahaan juga melakukan hal yang sama. PHK massal ini menular.
Ketika kubuka pagar rumah, pemandangan halaman dengan pot-pot bunga yang bergulingan dan beberapa ranting tanaman yang patah tak berhasil mengusikku. Aku hanya ingin membersihkan badan dan kemudian menangis sepuasnya.
Ya, di sinilah aku menangis lirih di lantai kamar. Menangisi nasib malangku. Jika aku jadi pengangguran bagaimana aku memberi makan diriku dan Momo Mimi.
Saat aku sibuk meratapi diri, kedua kucing itu muncul. Mereka menegurku, seolah bertanya, ada apa?
Momo si oren langsung menaiki lututku yang bersila. Mimi si panda juga kemudian duduk di pangkuanku. Keduanya kemudian mengelus-eluskan badannya ke diriku, seolah-olah menghiburku.