Dengan semakin berkembangnya perangkat teknologi informasi dan komunikasi serta akses internet yang semakin cepat, maka kini banyak perusahaan yang melirik perangkat video conference. Termasuk juga BUMN dan beberapa institusi pemerintah. Kehadiran perangkat video conference ini terbukti menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Tapi bisakah digunakan untuk keperluan persiapan dan operasionalisasi ibu kota baru?
Kompasiana dengan acara TV-nya waktu itu mengenalkan wawancara jarak jauh dengan perangkat video conference. Dengan aplikasi 'Hang Out' yang cuma-cuma, penyiar di studio bisa berkomunikasi dua arah dengan para kompasianer di berbagai daerah. Wajah-wajah dan ekspresi para kompasianer ketika menanggapi pertanyaan pun terlihat. Memang kendalanya waktu itu adalah kecepatan internet yang tak stabil, sehingga banyak video yang statis.
Tapi belakangan ini kecepatan internet di Indonesia semakin apik dan kualitasnya merata. Sudah sejak dua tahun lalu aku mencicipi melakukan berbagai rapat jarak jauh dengan klien dan tak terusik dengan internet yang putus-putus.
Ada banyak plusnya melakukan rapat jarak jauh, apalagi mengingat lokasi klien kami yang kebanyakan di Jakarta pusat dan di luar daerah. Untuk menuju lokasi klien kami perlu mengalokasikan sekitar dua jam perjalanan untuk menuju ke sana dan belum tentu pada saat tiba di sana kami bisa segera memulai rapat. Kadang-kadang pimpinan di kantor klien memiliki acara dadakan, sehingga waktu pun seolah-olah terbuang sia-sia.
Apalagi jika klien kami di luar daerah ,seperti di Kalimantan, dan kami memerlukan komunikasi yang intens untuk menghasilkan putusan. Jika kami melakukan perjalanan dinas dan tinggal untuk sementara waktu di sana maka biayanya akan lumayan besar. Belum tentu juga tiap hari kami melakukan rapat. Oleh karenanya adanya perangkat video conference ini sangat membantu untuk melakukan komunikasi.
Saat ini di pasaran sudah ada banyak beragam merk video conference. Ada yang bersifat on premise, kita membeli perangkatnya: ada juga yang bersifat cloud atau kita hanya menggunakan jasanya, sedangkan aplikasinya bisa kita unduh di website mereka.
Untuk yang versi cloud maka biayanya bisa kita tekan bergantung pada kebutuhan dan jumlah layar pengguna. Misalnya kita melakukan rapat dengan empat narasumber dari empat daerah, maka di hape atau monitor laptop akan terdapat empat sekat layar dari para peserta rapat. Kita bisa menunjukkan dokumen yang kita presentasikan, atau bertukar dokumen, serta menyimpan proses rapat tersebut.
Selain berbayar, banyak pula aplikasi video conference yang gratisan. Biasanya kita janjian dengan klien untuk menggunakan aplikasi yang sama, misalnya aplikasi 'Zoom'. Kemudian kita tentukan waktu rapatnya dan mulailah kita rapat secara daring. Biasanya untuk yang versi gratisan ada batasan dari jumlah layar dan waktu rapatnya. Ada yang batasan waktunya 30 menit, ada juga yang lebih.
Rapat jarak jauh ini tidak hanya kami lakukan dengan perusahaan swasta, namun juga dengan institusi pemerintah. Keberadaan video conference sudah menjadi hal yang jamak. Bahkan, ada pula yang menyediakan ruang rapat yang khusus bisa digunakan untuk video conference dengan akustik yang apik. Ada yang menyebutnya 'conference room', ' ruang koordinasi', 'war room', dan sebagainya.
Nah berkaitan dengan rencana ibu kota baru ini, aku bertanya-tanya apakah bisa kiranya jika tidak semua ASN Pusat pindah ke ibu kota baru? Apakah bisa misalnya hanya level pejabat golongan tertentu yang memegang keputusan strategis beserta beberapa stafnya yang di ibu kota, lainnya tetap bekerja di gedung yang sekarang.
Biar lebih menghemat tempat dan memudahkan koordinasi maka satu kompleks gedung pemerintahan bisa berisikan berbagai kementerian dan institusi pemerintah. Jika masih perlu tambahan staf maka bisa merekrut SDM lokal. Dengan demikian maka bisa menghemat biaya pembangunan gedung dan biaya pindah ASN yang perorangnya nominalnya lumayan besar, juga mengoptimalkan SDM lokal.
Tapi memang hal ini bergantung pada budaya organisasi. Ada institusi yang hingga saat ini juga masih mengandalkan perjalanan dinas hanya untuk melangsungkan rapat beberapa jam. Banyak pula yang merasa belum klop jika belum melakukan koordinasi secara tatap muka langsung.Â
Teknologi seperti document management system atau sistem  persuratan/nota dinas dan perangkat video conference yang makin canggih sejatinya makin memudahkan pekerjaan, baik yang sifatnya administratif maupun strategis. Tapi memang implementasi hal ini bergantung pada prosedur dan kultur tiap organisasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H