Premis kisah "Perburuan" itu menarik sehingga menurutku yang bikin gagal adalah eksekusinya.
Dalam buku, awalan cerita adalah sosok Hardo yang telah menjadi kere. Pergulatan batinnya, sikap orang-orang yang pernah dekat dengannya menjadi cerita utama, sedangkan masa ia menjadi serdadu hanya dibahas selintas-selintas sebagai kilas balik.
Di film awalan kisah adalah bagaimana Hardo menggerakkan pasukannya untuk menguasai markas. Memang nampak menjanjikan, tapi ekskalasinya kemudian malah lemah. Tidak nampak aksi penyergapan yang wah, pertempuran yang dahsyat, ataupun pengejaran yang membuat penonton deg-degan. Semua aksi yang telah dirancang matang itu berlalu begitu saja. Datar.
Ada beberapa unsur dalam novel yang dibabat meskipun sebenarnya cukup penting untuk mengikat cerita. Aku bertanya-bertanya mungkin karena dibatasi oleh durasi.
Tapi yang paling bikin kecewa adalah penutupnya yang kurang natural. Terkesan dipaksakan. Padahal unsur penutup salah satu hal yang membuat film dikenang.
Ya, ada banyak kekurangan dalam film "Perburuan". Agak terkesan menyia-nyiakan talenta para pemainnya. Ayushita dan Adipati nampak masih belum maksimal di sini. Namun, sebenarnya film ini sayang untuk dilewatkan karena tak banyak film nasional yang mengupas era penjajahan Jepang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H