Beruntunglah mereka yang gemar menulis dan terus mengasah kemampuan menulisnya. Sebab, aktivitas menulis itu kini bukan sekedar hobi. Ia bisa menjadi bonus apabila penulis tersebut fokus dengan minatnya ataupun memilih menjadi penulis multitopik. Motivasi dan tips menulis 'plus' ini kudapatkan dari mengikuti "Workshop Pelatihan Menulis dan Tour ke Pulau Maju" yang dihelat CLICKompasiana bekerja sama dengan Persatuan Penulis Indonesia (PPI) di Graha Wisata, TMII Jumat silam (2/8).
Aku datang terlambat dan tidak bisa ikut keesokan harinya melakukan perjalanan ke Pulau Maju. Namun dari dua sesi materi yang diisi oleh mas Isjet dan Pak Isson, aku mendapat asupan bergizi tentang menulis.
Menjadi penulis itu dulu dianggap profesi yang kurang menguntungkan. Ada pula yang menganggap profesi sekedar hobi. Padahal jika ditekuni profesi menulis itu sangat menjanjikan. Apalagi pada era digital ini di mana kanal hiburan dan media website makin bertumbuhan dan makin beragam.
Hadirnya beragam kanal hiburan tersebut membuat diperlukannya banyak gagasan cerita untuk dijadikan bahan pembuatan film. Kebutuhan website baik website resmi perusahaan maupun website komersil lainnya juga memberikan peluang akan kebutuhan content writer. Belum lagi kebutuhan untuk mempromosikan suatu produk secara halus (soft selling) dan meningkatkan posisi sebuah merk di masyarakat (brand positioning).
Oleh karenanya seorang penulis misalnya penulis di Kompasiana kini bisa punya peluang sebagai content writer, novelis, cerpenis, penulis skenario, penulis ilmiah, penulis teknis (technical writer), copy writer, penulis kolom ekonomi, hingga penulis di bidang content marketing.
Iskandar Zulkarnaen yang akrab dipanggil Isjet lebih fokus membahas tentang content marketing. Kini banyak penulis seperti blogger dan kompasianer yang dilibatkan dalam pembuatan dan penyebaran content marketing. Sebab, banyak masyarakat yang lebih suka penyampaian promosi yang sifatnya halus (soft selling) daripada yang bersifat hard selling.
Dalam sesi "Apa dan Bagaimana Literasi Digital", co-founder Kompasiana memberikan bocoran alasan brand merangkul penulis seperti blogger dan kompasianer. Orang bisnis dari pihak brand mulai sadar bahwa konten bersifat soft selling lebih banyak disukai daripada yang hard selling. Namun, di antara mereka masih banyak yang kurang paham tentang cara membuat konten yang menarik dan mampu memengaruhi pembaca.Â
Yang mereka ketahui, mereka memerlukan influencer, orang yang bisa memengaruhi orang-orang di sekelilingnya. Hal ini dilandasi  analisis hasil survei tentang pemasaran, di mana keputusan orang-orang saat ini memilih sebuah produk lebih banyak dipengaruhi lewat orang-orang yang mereka kenal. Salah satunya adalah blogger yang termasuk micro influencer. Untuk itu mereka berupaya mengejar kepercayaan pembaca terhadap produk mereka dengan menggunakan kepercayaan orang lain (influencer) yang disebarkan ke lingkungannya.
Soft selling biasanya dikemas dalam sebuah cerita ringan, umumnya berupa pengalaman ketika menggunakan produk tersebut. Misalnya pengalaman ia menggunakan aplikasi pemesanan hotel sehingga ia bisa mendapatkan promo dan mendapatkan hotel yang fasilitasnya oke dengan bujet yang ia miliki. Untuk itulah maka kemampuan story telling itu penting. Pembaca seolah-olah dilibatkan dalam cerita tersebut sehingga emosi dan pesan dalam cerita itu tersampaikan dan memengaruhi opini pembacanya.
Agar Kalian dilirik oleh brand untuk membuat content marketing, Isjet memberikan beberapa tips. Yang pertama, jadilah diri sendiri, "be original,". Yang kedua, jangan pernah melakukan copas dan plagiat. Jika ingin menyampaikan kutipan dari sebuah berita maka lebih baik serap idenya, dan sampaikan dengan bahasa Kalian. Kemudian, tambahkan unsur yang bersifat aktual.Â
Misalnya saat ini mendekati Idul Adha, maka Kalian bisa mengutarakan tentang Idul Adha di judul atau di paragraf depan, baru kemudian membahas produknya. Jika kontennya susah untuk dibuat aktual maka bisa digunakan cara agar artikelnya bisa dibaca kapan saja, tidak cepat basi (evergreen content).
Artikel Kalian banyak pembacanya maka juga lebih baik disebarkan lewat berbagai platform media sosial. Sebaiknya pengantarnya jangan seragam, sesuaikan dengan target pembacanya. Misalnya Kalian menyebarkan di Facebook maka bisa jadi beda pengantarnya ketika menyebarkan di Twitter.
Sesi Mengobrol dan Berdiskusi Santai
Usai materi, Kami pun beristirahat dan makan malam. Pada saat ishoma itulah aku mengobrol dengan berbagai peserta yang sepertiga di antaranya sudah kukenal sambil berkenalan dengan peserta lainnya. Sudah lama aku tidak bertemu dengan Syifa sehingga ada banyak hal yang kami bahas, mulai dari cerita tentang pengungsi hingga hal-hal yang bersifat personal. Aku juga menyapa Bunda Rosma, Erni, Efa, dan Bu Maria.
Kemudian aku ikut-ikutan mendengarkan diskusi hangat bang Isson,Pak TS, mba Muthiah,Pak Yon Bayu bersama mas Isjet. Wah rupanya teknik artikel yang dipecah menjadi beberapa halaman itu banyak tidak disukai oleh pembaca tapi masih banyak digunakan oleh kanal media. Satu halaman biasanya parah, cuma satu paragraf dan foto.
Hal lainnya yang tak disuka pembaca yaitu banyaknya iklan di sebuah artikel. Iklannya susah ditutup, terutama iklan yang berupa video. Alhasil bukannya membaca, malah halaman artikel itu langsung ditutup karena pengalaman membaca yang tidak menyenangkan.
Belajar Menulis Topik Ekonomi Bersama Isson Khaerul
Sesi malam tak kalah seru. Para peserta juga masih bersemangat. Topik ekonomi menjadi agenda pembahasan. Pematerinya adalah Pak Isson Khaerul yang berpengalaman menjadi redaktur Femina dan sekarang menjabat sebagai Direktur Program PPI.Â
Pak Isson berkeyakinan penulis Kompasiana mudah dan suka belajar. Saat ini artikel di rubrik ekonomi agak sepi, padahal kebutuhannya saat ini makin besar, terutama artikel ekonomi yang berdampak, bukan sekedar mengulas produk.
Mengapa perlu melatih untuk menulis tentang ekonomi dan brand besar? Oleh karena kebiasaan ini akan mengasah sensitifitas di peristiwa-peristiwa ekonomi. Misalnya, ada apa dengan peristiwa blackout di Jawa kemarin? Apakah ada kesalahan teknis atau kesalahan manajerial?
Ada banyak hal yang bisa ditulis di rubrik ekonomi. Bukan hanya tentang market share, okupansi hotel dan sebagainya. Kompasianer bisa mulai menulis tentang sistem manajemen, strategi pemasaran, tentang manajemen SDM di sebuah perusahaan, dan lain-lain.
Pak Isson kemudian mencontohkan sebuah brand yang rajin menggelar donor darah. Apa sebenarnya pesan yang ingin disampaikan brand tersebut. Contoh lainnya yaitu menulis tentang pengalaman pertama memiliki rekening bank, kenapa ia memilih bank tersebut dan kenapa ia kemudian pindah ke bank lainnya?
Ia memberikan tips untuk mengambil referensi terutama angka minimal dari tiga media agar angkanya lebih akurat. Hal-hal yang bersifat rumor juga tetap bisa ditulis dengan alasan yang kuat dengan penggunaan bahasa seperti "nampaknya", "desas-desusnya" dan sebagainya. Yang terpenting dari berlatih menulis ekonomi adalah kemauan dan tekad untuk menguasainya dan selau mengasah ilmu.
Sebelum sesi hari pertama berakhir, kompasianer nyentrik Yon Bayu lagi-lagi mempromosikan status dudanya. Ia jugamengungkapkan alasan pemilihan Pulau Maju sebagai tujuan jalan-jalan besok karena pulau atau pantai reklamasi ini isunya sedang kontroversi. Dengan menuju ke pantai atau ada yang menyebutnya pulau tersebut maka kompasianer bisa mengetahui kondisinya langsung di lapangan. Ke depan ia akan berupaya lebih sering mengadakan even serupa ke tempat-tempat yang lagi panas dibicarakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H