Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Film Anak Masih Terbatas Padahal Potensinya Besar

23 Juli 2019   09:13 Diperbarui: 23 Juli 2019   09:19 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laskar Pelangi salah satu film anak yang sukses (dok. Tribunnews)

"Petualangan Sherina" dan "Laskar Pelangi" dua di antara film anak-anak yang sukses. Mereka menarik dari sisi cerita dan sekaligus memiliki pesan moral. Sayangnya jumlah film anak terbatas dan tipikal pada masa sekarang. Padahal potensi film anak dari sisi pemasaran dan kebutuhan itu besar.

Menonton film di bioskop saat ini masih menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan. Setiap akhir pekan bioskop-bioskop sarat penonton, baik yang datang sendiri, berpasangan maupun yang bersama-sama keluarga. Banyak di antara orang tua yang mengajak anaknya menonton, dengan melalaikan rating film tersebut.

Aku beberapa kali memperhatikan anak-anak yang 'terpaksa' ikut menemani orang tuanya menonton. Waktu itu aku menonton "Ninja Assasin" yang sarat adegan berdarah-darah. Pada saat adegannya pertarungan yang brutal beberapa anak balita menangis, bersahut-sahutan. Wajar sih, mereka takut. Aku saja memalingkan wajah karena juga tidak tahan.

Adapula yang mengajak putra-putrinya menonton horor dewasa. Hasilnya tak jauh beda. Mereka pun harus keluar lebih dulu karena anak-anak ketakutan. Bisa jadi malamnya mereka mimpi buruk.

Film-film superhero seperti Avengers dan X-Men juga sebenarnya bukan film anak-anak balita dan anak SD. Ya, di tengah-tengah film mereka bosan. Ada yang lompat-lompat di tangga di sela-sela bangku penonton. Ada pula yang merajuk.

Kasihan mereka. Anak-anak Indonesia masih kekurangan film anak-anak yang berkualitas.

Film Denias banyak disanjung sineas manca (dok. Asiascreenawards)
Film Denias banyak disanjung sineas manca (dok. Asiascreenawards)

Jumlah film anak di negeri ini memang terbatas. Menurut Mira Lesmana seperti dilansir Kapanlagi (Feb, 2018) hanya ada sekitar 15 film anak Indonesia sepanjang tahun 2008-2018. Itu berarti rata-rata hanya ada 1-2 film anak pertahunnya.

Pada tahun 2019 film anak juga bisa dihitung dengan jari. Baru ada "Koki-Koki Cilik 2", "Rumah Merah Putih", "Iqro My Universe", dan "Anak Hoki". Ada juga film horor dengan tokoh anak seperti "Mati Anak" dan "Kuntilanak 2". Sedangkan "Doremi and You" lebih pas untuk remaja.

Jika jumlah film anak yang diproduksi setiap tahunnya kurang dari 10 buah, maka apabila dibandingkan dengan jumlah total film Indonesia rata-rata yang diproduksi tiap tahunnya maka persentasenya tak seberapa. Film Indonesia tiap tahunnya berkisar di atas angka 100 buah. Maka persentase film anak tidak sampai 10 persennya.

Jumlah film anak yang terbatas ini jelas menjadi pekerjaan rumah bagi para sineas perfilman. Apabila dibandingkan pada jaman dulu, sebelum tahun 1990-an maka jumlah film anak bisa dikatakan lebih banyak. Pemeran anak populer masa itu di antaranya Adi Bing Slamet, Faradilla Sandimy, Yoan Tanamal, Yan Cherry, Sheren Regina Dau, Septian Dwi Cahyo, Ria Irawan, Rano Karno, dan Ajeng Triani Sardi. Film-film anak beken di antaranya "Yoan", "Arie Hanggara", "Rio Anakku", dan "Si Badung".

Jika melihat film Hollywood maka jumlah film anak cukup banyak dan ceritanya variatif. Tidak hanya berpusat pada realita dan cerita sehari-hari tapi juga cerita yang kaya imajinasi. Ada yang berupa animasi dengan kisah dongeng yang indah, humor lucu, juga kisah-kisah binatang. Tentunya humornya disesuaikan dan demikian pula pilihan bahasanya.

Film anak ini juga berpotensi menjadi pundi-pundi uang. Apalagi jumlah anak di Indonesia sangat besar. Tapi tentunya filmnya juga harus berkualitas bukan asal untuk menjadi tambang uang.

Koki - koki Cilik juga mendulang apresiasi positif (dok. Tribunnews)
Koki - koki Cilik juga mendulang apresiasi positif (dok. Tribunnews)

Untuk membuat film anak maka selain tentunya dana juga perlu jalinan cerita yang apik dan imajinasi. Sehingga sisipan moral bisa tersampaikan tanpa menggurui, ada unsur hiburannya dan juga mengasah sisi imajinatifnya.

Nah siapa tahu Kompasianer punya gagasan cerita anak yang bisa dijual ke rumah produksi perfilman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun