Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kopi Hitam

17 Juli 2019   16:33 Diperbarui: 17 Juli 2019   16:34 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menguap. Ini sudah kesekian kalinya aku menguap lebar tanpa bisa kukendalikan. Yang terakhir aku malah lupa menutup mulut. Untung tak ada yang melihat dan syukurlah tak ada CCTV di ruangan. Oahem, mataku terasa berat. Jarum jam baru menunjukkan pukul 16.00. Rasanya lama sekali jarum bergeser ke angka lima dan duabelas.

Beberapa hari ini aku tidur kurang. Ada hal-hal yang menggelayuti pikiran. Membuatku terbeban dan sulit tidur pulas. Beberapa kali aku terjaga dan sulit untuk kembali ke peraduan.

Efek kurang tidur membuatku sulit fokus bekerja. Terutama pada jam-jam setelah makan siang. Ingin rasanya menutup pelupuk mata. Sejenak saja. Lima menitan. Tapi aku yakin tak bisa, aku perlu waktu untuk pemanasan sebelum mengarungi dunia impian.

Aku membuat kopi. Ini sudah kopi ketiga dalam sehari ini. Aku kurang nafsu makan, aku tidak ingin mie, tidak ingin roti, hanya ingin kafein. Rupanya kantuk membuat kontrol diriku kurang terarah. Kopi sachet bergeser dari mulut gelas. Bubuk kopi itupun mengotori mejaku. Aduh melayanglah dua ribu rupiah.

Harum kopi hitam tercium dari meja sebelah. Aku tergoda untuk meneguknya. Oh kopi hitam itu ingin  aku mendekatinya. Sadar.. sadar itu kopi milik orang. Aku tak kuasa menahan godaan kopi hitam. Aku pun kemudian meminta bang Somat untuk menyeduhnya.

Oh kopi hitam, wanginya membuatku terlena. Perpaduan pahit dan manis, rasa yang sulit didefinisikan. Kopi hitam saat ini memberikan kenikmatan hakiki bagi tubuhku. Energi baru. Aku mereguk kopi hitamku hingga hanya tersisa ampas pekatnya. Wah mataku berbinar, aku seperti mendapat mata baru.
---

Aku tertegun ketika mendapati diriku masih di meja kantor. Kupikir aku sudah berada di rumah. Sesaat malah kupikir aku bermimpi. Kulihat kanan kiri, ruangan sudah sepi.  Hanya ada sosok Karin yang suka pulang paling akhir. Ia nampak berkemas-kemas hendak pulang. Ia kemudian melambaikan tangan ke arahku, sebelum menutup pintu.

Aku sendirian. Kutengok jam dinding. Astaga sudah pukul 19.30. Aku terlelap usai mereguk kopi hitam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun