Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Resensi Buku | Hidup Apakah Sebuah Upacara?

7 Juli 2019   16:58 Diperbarui: 7 Juli 2019   17:01 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang beginikah hidup? Begitu aku bertanya pada diriku sendiri. Hanya siklus upacara demi upacara. Atau hidup ini memang upacara itu sendiri? (tokoh aku dalam "Upacara" bertanya pada dirinya sendiri)

Bagi suku Dayak, upacara memegang peranan penting dalam kehidupan. Sejak mereka dilahirkan ke dunia, upacara demi upacara mereka lalui hingga maut menjemput mereka. Upacara itu merekatkan mereka dengan pencipta, juga ke alam lainnya, alam yang tak kasat mata, namun memiliki kaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari.  


Adalah sosok aku yang merasa upacara demi upacara itu menyita sebagian waktunya. Ia telah mencicipi beragam upacara, upacara ngejakat ketika ia lahir; upacara tempong pusong saat tali pusarnya mengering, selanjutnya pada 40 hari usianya ia akan menjalani upacara ngenus. Upacara yang membawanya ke alam gaib, Anan La Lumut, merupakan perjalanan yang memperkaya batinnya. Ia menjalani 100 tantangan yang begitu berat dan hampir merengut nyawanya.


Ketika ia akhirnya kembali ke alam fana, ia merasa bersyukur. Tapi benaknya terus mempertanyakan makna upacara tersebut, benarkah upacara demi upacara tersebut dapat menolong kampung dan lingkungan sekitar tempat tinggalnya dari rongrongan orang asing yang terus membabati hutan dan meracuni gadis-gadis desa?


Tokoh aku telah mengalami berbagai penderitaan. Dua calon istrinya meninggal. Sedangkan desanya mulai mengalami perubahan dengan kedatangan orang-orang asing. Perubahan itu sebagian besar meninggalkan duka. Pohon-pohon mulai ditebang, gadis-gadis yang telah dinikahi secara adat kemudian ditinggalkan dengan bayi dalam kandungannya.


Saat ia mulai didesak untuk segera menikah, ia memikirkan banyak hal, termasuk masa depan. Batas-batas huma mereka semakin terdesak, banjir mulai lebih sering datang menggenangi huma sehingga mereka sering gagal panen. Tokoh aku kuatir mereka akan terus terdesak dan menjadi orang hutan,

---


Saya seperti menemukan harta karun ketika menemukan buku ini, "Upacara" karya Korrie Layun Rampan, sastrawan asal Samarinda. Buku ini diterbitkan kali pertama tahun 1978, kemudian menghilang, dan kembali dicetak oleh Dunia Pustaka Jaya pada tahun 2000. Buku ini kemudian diterbitkan oleh Grasindo pada tahun 2007 dan 2014.


Buku ini sebuah karya sastra yang luar biasa. Nuansa etniknya kental dan terasa magis. Membaca pengalaman sosok aku ini maka sebagai pembaca saya pun seperti ikut berkelana menyelami perjalanan batin dan merasai kehidupan suku Dayak di sekitar sungai Mahakam, yang terpencil pada saat itu.


Pembaca diperkenalkan dengan budaya masyarakat Dayak yang unik dan menggambarkan harmonisasi antara alam dan kehidupan sehari-hari. Mereka begitu menghargai alam dan menganggap burung gagak, rangkong, dan punai, sebagai dewa-dewa, dengan dewa tertinggi adalah Laleya. Ketika membaca bagian ini saya jadi merasa begitu sedih teringat akan nasib burung rangkong yang sekarang masuk satwa langka karena ditangkapi dan diburu oleh oknum.


Korrie dengan gaya bahasa yang puitis mengajak pembaca menyaksikan upacara demi upacara yang dipimpin oleh balian. Upacara satu dan lainnya tak sama. Upacara ini dipersiapkan dengan cermat dan dibiayai secara gotong-royong oleh setiap penghuni bilik di lamin -- rumah panjang suku Dayak -- karena biayanya yang tinggi dan berlangsung berhari-hari.


Novel ini tak hanya mengupas tentang upacara, tapi juga percintaan muda-mudi, kehidupan sehari-hari, juga ancaman yang mereka rasai dengan kehadiran orang asing. Buku ini dibuat sejak tahun 1974 oleh Korrie dan pada tahun tersebut mereka telah mulai merasa terdesak oleh orang-orang asing. Saya tak bisa membayangkan bagaimana perasaan mereka saat ini ketika hutan Kalimantan semakin gundul dan rimba banyak berganti perkebunan dan pertambangan.  


Novel "Upacara" ini menurutku salah satu karya sastra yang brilian. Pembaca tak hanya dihibur oleh diksi yang memikat, namun juga diberi tambahan wawasan akan budaya suku Dayak yang jarang didapatkan di sekolah.


Detail Buku:
Judul: Upacara
Penulis: Korrie Layun Rampan
Penerbit: Grasindo, 2015
Genre : Novel, etnik
Skor : 9/10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun