Sudah sejak beberapa waktu lalu warganet mulai diingatkan akan kehadiran Hari Film Nasional (HFN). Setiap tanggal 30 Maret diperingati HFN untuk mengenang jasa Usmar Ismail yang membuat film Indonesia kali pertama pada 30 Maret 1950. Saat ini sudah 69 tahun berlalu. Apa saja kiranya yang perlu ditingkatkan dari film nasional?Â
Sebenarnya film Indonesia sudah ada sejak tahun 1926 dengan "Loetoeng Kasaroeng". Tapi yang benar-benar digarap oleh warga Indonesia dari pemain hingga sutradara adalah "Darah dan Doa". Film Indonesia mengalami masa naik dan turun. Setelah sempat mati suri pada tahun 90-an, film Indonesia kemudian bangkit lewat "Petualangan Sherina".Â
Sejak lima tahun terakhir aku suka mengamati film Indonesia. Mungkin hal ini juga dikarenakan aku pernah menjadi kontributor film Indonesia. Dibandingkan awal-awal kebangkitannya menurutku genre dan ide cerita film Indonesia masa kini tak lebih baik. Cerita dan genre pada awal tahun 2000-an terasa lebih segar.Â
Yang menurutku positif dari perkembangan film Indonesia saat ini adalah penontonnya yang bertambah. Berkat media sosial promo film jadi lebih terbantu. Mendapatkan ratusan ribu penonton hingga di atas angka keramat 1 juta penonton saat ini terbilang lebih mudah dibandingkan dulu. Bioskop-bioskop juga makin banyak dibuka yang membuktikan prediksi bioskop mati karena televisi dan layanan streaming belum terbukti.Â
Penonton film Indonesia cukup banyak. Ini merupakan potensi dan peluang besar bagi para insan film. Warganet juga termasuk orang yang suka berkolaborasi. Ada beberapa film yang mendapat bantuan dana dari warganet, sehingga masalah dana pembuatan film sebenarnya saat ini tidak begitu menjadi masalah.Â
Dari segi produksi film, setiap minggu rata-rata terdapat 2-4 film baru. Jika dirata-rata maka setahun bisa terdapat 104-208 film. Itu baru angka produksi film yang umumnya dibuat di ibukota, belum yang dibuat oleh insan perfilman daerah seperti Makassar yang sekarang menjadi salah satu kota produsen film berkualitas.Â
Dari segi produktivitas dan penonton rasanya belakangan ini sudah cukup bagus. Tapi yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah kualitas film itu sendiri. Dari ratusan film pertahun mungkin hanya 20-30persen atau malah kurang yang bisa dibilang bagus. Horor mulai kebanyakan dan ceritanya sebagian mulai tak masuk akal. Cerita remaja juga tak jauh-jauh dari percintaan dengan alur yang mudah ditebak.Â
Ketika aku membaca cuitan Joko Anwar aku sependapat dengan dia. Indonesia masih kekurangan penulis skenario. Penulis skenario masih tak jauh-jauh dari Titien Wattimena, Salman Aristo, Haqy Ahmad, Jenny Jusuf, Ginatri S. Noer, dan Pidi Baiq. Kebanyakan penulis skenario juga sekaligus menjadi sutradara seperti Joko Anwar, Edwin, Mouly Surya, Riri Riza, Anggy Umbara, Monty Tiwa, Mira Lesmana, Raditya Dika, Upi, Angga Dwimas dan masih banyak lagi.Â
Menurut saya, PH-PH ketimbang bayar orang-orang yg nggak punya skill, mending bikin pelatihan. Penulisan skenario lah minimal. Ntar lulus dan bagus mereka pekerjakan. Datangkan pengajar yg kompeten. Kalo perlu dari luar negeri.--- Joko Anwar (@jokoanwar) March 29, 2019
Skenario yang baik tentunya juga berkontribusi dalam menghasilkan film yang bagus. Saat ini film Indonesia masih kekurangan penulis skenario yang kreatif, penuh ide, dan out of the box. Kadang-kadang pemain filmnya sudah oke, sutradaranya juga bagus tapi skenarionya memiliki dialog yang kaku dan ada alur yang kurang logis. Banyak pula cerita yang skenarionya mirip-mirip hanya beda lokasi film.Â
Ketika mulai aktif di KOMiK, aku terpikir untuk menjadikan komunitas film ini sesuatu yang lebih dari sekedar nonton dan menulis ulasan film. Oleh karenanya KOMiK mencoba untuk mengajak anggotanya menikmati film-film festival dan film di tempat yang tak mainstream.Â
Sudah sejak beberapa waktu lalu aku terpikir untuk mengoptimalkan kemampuan kompasianer dan KOMiKers di bidang tulisan. Di Kompasiana ada banyak penulis andal baik tulisan fiksi maupun nonfiksi. Rasanya bukan sesuatu yang muskil apabila beberapa penulis berkolaborasi menghasilkan sebuah naskah film baik untuk FTV, film pendek, maupun film layar lebar.Â
Oleh karenanya ketika berdiskusi dengan teman admin KOMiK kemudian dimasukkan usulan agenda workshop penulisan skenario film. Workshop ini bukan sekedar sehari dua hari selesai, tapi berkelanjutan hingga sebuah naskah dihasilkan oleh tiap-tiap kelompok.Â
Ya ini masih sebuah angan-angan, tapi ke depan siapa tahu bisa diwujudkan. Dengan demikian KOMIKers bisa merambah bidang dari penulis artikel film menjadi penulis skenario film.
"Selamat Hari Film Nasional"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI