Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Hari Film Nasional, KOMiK, dan Skenario Film

30 Maret 2019   13:46 Diperbarui: 30 Maret 2021   12:24 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sejak beberapa waktu lalu warganet mulai diingatkan akan kehadiran Hari Film Nasional (HFN). Setiap tanggal 30 Maret diperingati HFN untuk mengenang jasa Usmar Ismail yang membuat film Indonesia kali pertama pada 30 Maret 1950. Saat ini sudah 69 tahun berlalu. Apa saja kiranya yang perlu ditingkatkan dari film nasional? 

Sebenarnya film Indonesia sudah ada sejak tahun 1926 dengan "Loetoeng Kasaroeng". Tapi yang benar-benar digarap oleh warga Indonesia dari pemain hingga sutradara adalah "Darah dan Doa". Film Indonesia mengalami masa naik dan turun. Setelah sempat mati suri pada tahun 90-an, film Indonesia kemudian bangkit lewat "Petualangan Sherina". 

Darah dan Doa karya Usmar Ismail (dok. Jurnal Footage)
Darah dan Doa karya Usmar Ismail (dok. Jurnal Footage)

Sejak lima tahun terakhir aku suka mengamati film Indonesia. Mungkin hal ini juga dikarenakan aku pernah menjadi kontributor film Indonesia. Dibandingkan awal-awal kebangkitannya menurutku genre dan ide cerita film Indonesia masa kini tak lebih baik. Cerita dan genre pada awal tahun 2000-an terasa lebih segar. 

Yang menurutku positif dari perkembangan film Indonesia saat ini adalah penontonnya yang bertambah. Berkat media sosial promo film jadi lebih terbantu. Mendapatkan ratusan ribu penonton hingga di atas angka keramat 1 juta penonton saat ini terbilang lebih mudah dibandingkan dulu. Bioskop-bioskop juga makin banyak dibuka yang membuktikan prediksi bioskop mati karena televisi dan layanan streaming belum terbukti. 

Penonton film Indonesia cukup banyak. Ini merupakan potensi dan peluang besar bagi para insan film. Warganet juga termasuk orang yang suka berkolaborasi. Ada beberapa film yang mendapat bantuan dana dari warganet, sehingga masalah dana pembuatan film sebenarnya saat ini tidak begitu menjadi masalah. 

Dari segi produksi film, setiap minggu rata-rata terdapat 2-4 film baru. Jika dirata-rata maka setahun bisa terdapat 104-208 film. Itu baru angka produksi film yang umumnya dibuat di ibukota, belum yang dibuat oleh insan perfilman daerah seperti Makassar yang sekarang menjadi salah satu kota produsen film berkualitas. 

Dari segi produktivitas dan penonton rasanya belakangan ini sudah cukup bagus. Tapi yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah kualitas film itu sendiri. Dari ratusan film pertahun mungkin hanya 20-30persen atau malah kurang yang bisa dibilang bagus. Horor mulai kebanyakan dan ceritanya sebagian mulai tak masuk akal. Cerita remaja juga tak jauh-jauh dari percintaan dengan alur yang mudah ditebak. 

Ketika aku membaca cuitan Joko Anwar aku sependapat dengan dia. Indonesia masih kekurangan penulis skenario. Penulis skenario masih tak jauh-jauh dari Titien Wattimena, Salman Aristo, Haqy Ahmad, Jenny Jusuf, Ginatri S. Noer, dan Pidi Baiq. Kebanyakan penulis skenario juga sekaligus menjadi sutradara seperti Joko Anwar, Edwin, Mouly Surya, Riri Riza, Anggy Umbara, Monty Tiwa, Mira Lesmana, Raditya Dika, Upi, Angga Dwimas dan masih banyak lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun