Sambil menunggu mesin dingin, Anggi meminta semuanya keluar dari mobil dan berfoto. Mumpung masih ada cahaya, kilahnya. Ia kemudian menyebarkan foto tersebut ke nomor para anggota rombongan.
Langit semakin gelap, sudah pukul 17.30. Her kembali ke bangku pengemudi. Sayangnya sinyal merah itu kembali muncul. Ada yang salah dengan radiatornya. Her merasa bersalah.Â
Dari daftar kontak, Rama memilih satu nama, kawan yang diandalkannya, Taha. Rama merasa lega. Taha telah menjanjikan sebuah sedan yang dikemudikan Miru untuk menjemputnya.Â
Rama pun meminta nomor driver dan menyimpannya. Ia kemudian memberitahukan nomornya, nomor Lukman dan Prita kepada Taha dan Miru. Ia was-was baterainya tak lama lagi habis.
Rama menghitung waktu. Karena sebagian ruas jalan rusak maka mobil tersebut baru tiba sekitar 2 jam 15 menit atau  pukul 19.45. Sedan itu hanya bisa menampung empat orang. Jika bolak balik maka baru dini hari mereka semua terangkut. Terlalu berisiko.
Ia teringat akan pondok penjaga hutan. Empat kilometer dari sini. Tidak terlalu jauh, tapi berisiko jika berjalan kaki.
Nomor Gilang si penjaga hutan pun tertera di layar. Pembicaraan singkat itu menuai hasil. Gilang akan menjemput mereka satu-persatu. Diperkirakan 30 menit waktu untuk menjemput dan kembali.
Langit sudah benar-benar gelap. Kanaya pucat. Ia menerangi wajahnya dengan senter dari hapenya hingga mati total.Â
Rama meminta semuanya ke dalam minibus agar lebih aman. Ia menyodorkan sederetan nomor agar disimpan Lukman. Ia mulai memikirkan rencana penjemputan.
- A -> motor [17.45]
- B -> motor [18.15]
- C -> motor [18.45]
- D -> motor [ 19.15]
Jika tiap perjalanan memerlukan tambahan waktu 10 menit jadinya 17.45, 18.25, 19.05 dan 19.45. Masih cukup waktu sambil menunggu sedan tiba, ujarnya dalam hati.