Cahaya matahari mulai meredup. Sebentar lagi Cilacap akan memasuki waktu petang dan matahari akan terbenam. Aku masih asyik berjalan-jalan menyusuri pantai Teluk Penyu. Masih banyak pengunjung yang sekedar duduk-duduk ataupun memancing sambil menikmati sisa cahaya matahari yang sebentar lagi digantikan malam.
Cilacap terletak di jalur selatan Jawa Tengah. Kawasan ini jika dibandingkan kota-kota Jawa Tengah di bagian tengah dan utara seperti Semarang, Tegal dan Purwokerto, tempat wisatanya termasuk kurang populer. Padahal Cilacap menawarkan sejumlah obyek wisata yang menarik dari pantai-pantai, Nusa Kambangan, dan Benteng Pendem.
Tak ada rencana ke Cilacap sebelumnya. Awalnya kami hanya ingin menjelajah Purwokerto. Tapi karena jarak Purwokerto menuju Cilacap tak begitu jauh maka kami putuskan untuk menuju ke sana. Aku sendiri belum pernah sama sekali menjelajah kawasan Cilacap, hanya sekedar melewatinya dengan naik kereta. Sehingga rasa penasarannya makin tinggi.
Kami melewati daerah yang bergelombang naik turun, sungai yang lebar dan persawahan menuju Cilacap. Setelah melewati kawasan industri dan perkilangan, kami tahu tujuan kami sudah dekat. Selamat datang di Cilacap. Kami pun menjadikan Pantai Teluk Penyu dan Benteng Pendem Cilacap sebagai destinasi tujuan.
Pantai Teluk Penyu adalah salah satu pantai terujung yang ditawarkan Cilacap. Pantai ini juga menjadi titik awal menuju pulau Nusa Kambangan. Dinamakan Teluk Penyu karena dulu teluk ini kaya akan penyu. Tapi entah kemana sekarang penyunya, mungkin ada lokasi penangkarannya tersendiri agar telurnya aman dapat jarahan oknum tertentu.
Aku bermain di pantai ini ketika suasana mulai terasa syahdu karena akan memasuki suasana petang. Ada seekor kuda cokelat yang ditambatkan di dekat pantai. Ia biasanya disewakan ke para pengunjung. Ia nampak lelah juga bosan. Sayangnya ia tak bisa kemana-mana untuk melepas kejenuhannya.
Pasangan mengajakku melihat kapal-kapal di bagian ujung. Di sana masih banyak pengunjung yang berkumpul.
Mereka menikmati suasana petang dan menunggui matahari terbenam. Ada yang asyik memancing, ada pula yang bercengkrama bersama pasangan, atau berfoto bersama kawan atau keluarga. Nampak perahu-perahu nelayan yang disewakan ke pengunjung dari Nusa Kambangan sudah kembali karena laut akan pasang.
Benteng Pendem yang Memendam Cerita
"Yuk ke situ dulu sebelum main ke pantai," ajak pasangan. Ia tahu aku suka berwisata sejarah. Mumpung masih siang dan sinar matahari cerah maka jalan-jalan menyusuri Benteng Pendem akan lebih enak dan nyaman. Kalau sudah gelap kan seram hahaha.
Benteng Pendem ini didirikan sejak tahun 1861. Benteng ini dibangun bertahun-tahun dan baru selesai pada tahun 1879. Benteng ini kemudian jadi benteng penjagaan milik Belanda di wilayah selatan bersama dengan Benteng Cepiring, Benteng Karang Bolong, dan Benteng Klingker.
Adanya benteng ini juga seiring dengan semakin ramai dan populernya Pelabuhan Cilacap masa itu. Pelabuhan Cilacap merupakan salah satu pelabuhan perdagangan di Jawa. Infrastrukturnya kemudian makin dilengkapi untuk mendukung sistem tanam paksa dan proyek jalan Daendels.
Ada cerita bahwa benteng ini dulunya adalah salah satu benteng yang dibangun pada masa Pakubuwono IV, sebelum kemudian dibangun lagi oleh pemerintah kolonial Belanda.Â
Setelah Jepang mendarat di Jawa maka benteng ini juga pindah kepemilikan ke Jepang. Setelah Indonesia merdeka, tempat ini digunakan oleh TNI Banteng Loreng untuk berlatih namun kemudian sempat terbengkalai.
Pada waktu ditemukan kondisinya memang banyak yang tertimbun tanah. Setelah dibersihkan maka benteng ini dibuka ke masyarakat umum sebagai tempat wisata sejak tahun 1986. Berdasarkan rumor, masih ada bagian benteng yang masih terpendam tanah.
Sebelum tiba di obyek wisata utama atau benteng, kami disambut oleh rusa-rusa, ada mainan anak dan patung-patung dinosaurus berukuran besar. Kemudian ada sungai yang cukup lebar dan bukit pengintai.
Benteng itu kemudian mulai terlihat. Oleh karena pengunjung sudah mulai sepi dan ada banyak pepohonan di sini maka suasana kuno benteng ini nampak terasa. Untung matahari masih cukup terang sehingga bangunan ini tidak terasa begitu angker.
Bangunan benteng di samping kami adalah sebuah barak. Kalau melihat penampakan bangunannya, bahan-bahan bangunannya dulu pastinya berkualitas, bagus, tebal, dan kuat, sehingga masih awet hingga sekarang. Ada tahun tercantum di situ, tahun 1870. Seratus empatpuluhdelapan silam.
Langit-langitnya agak rendah dan bangunannya berasa agak lembap. Pastinya kurang nyaman tinggal dan tidur di dalamnya.
Kami terus berjalan. Rupanya benteng ini terdiri dari beberapa bangunan dan fungsi. Ada gudang senjata atau ruang amunisi, tempat untuk berobat alias klinik, ruang akomodasi juga penjara. Ukuran bangunan rata-rata tidak begitu besar. Ada juga yang bentuknya seperti lorong-lorong. Aku mengintip. Ada rasa penasaran tapi melihat lorongnya yang begitu gelap jadinya was-was. Hehehe nggak jadi deh, daripada kenapa-kenapa nanti.
Kami kemudian naik ke bukit kecil yang dulu mungkin menjadi tempat pengintai. Di sini sungai di bawah terlihat jernih dan segar. Di bukit ini hawanya sejuk dan segar, enak buat duduk-duduk dan piknik. Ada anak-anak kecil yang berenang di sungai dan minta pengunjung melempar uang.
Rute terakhir kami adalah bangunan di belakang barak yang rupanya adalah benteng pertahanan dengan adanya lubang untuk meriam dan parit di sekelilingnya. Bisa dibayangkan jaman dulu desain benteng ini dulu komplet dan tangguh.
Oh ya di sekitar pantai-pantai Cilacap ini ada banyak tempat penginapan. Jika takut tidak kebagian pada musim liburan, bisa cek, membandingkan harga, dan pesan lewat Pegipegi. Jika ingin pilihannya lebih banyak juga bisa menginapnya di daerah Purwokerto seperti yang kulakukan.
Sudah bulan Oktober, kurang dua bulan lagi sudah masuk libur akhir tahun. Jika ingin lebih tenang dan dapat hotel yang diinginkan, bisa pesan penginapan dan beli tiket pesawat atau kereta sejak sekarang. Untuk ke Purwokerto dan Cilacap sudah ada stasiun kereta. Apabila  dari Jakarta ingin langsung menuju Cilacap maka bisa naik KA Purwojaya, KA Taksaka, KA Gaya Baru, KA Serayu dan sebagainya untuk tiba di Stasiun Maos, Stasiun Kroya, atau Stasiun Cilacap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H