Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Masihkah Kalian Mendengar Musik Keroncong?

15 Oktober 2018   17:08 Diperbarui: 16 Oktober 2018   18:12 1858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen maestro keroncong Gesang di Solo (dok. Tribun Solo)

Alunan musik keroncong itu mengalun di District Stage pada hari ketiga pergelaran Synchronize 2018. Lagu Keroncong Kemayoran itu menarik perhatian para pengunjung untuk lebih mendekat. Mereka, para musisi senior dengan kompak memainkan berbagai alat musik, menciptakan harmoni yang indah untuk mengiringi salah satu lagu daerah Jakarta.

La la la la la la la laaa
Laju laju perahu laju
Jiwa manis indung di sayang
La la la la la la la la laaa
Laju sekali laju sekali ke surabaya

Kelompok musik yang menyebut dirinya Ubiet & Kroncong Tenggara ini dengan semangat terus memainkan alat musiknya dan bernyanyi. Alunan vokal yang dibawakan Nya Ina Raseuki alias Ubiet ini begitu merdu, rasanya adem mendengarnya setelah beberapa saat sebelumnya mendengarkan tembang-tembang cadas di panggung sebelah. Lagu-lagu populer keroncong pun satu-persatu dimainkan. Aku tak tahu judulnya, namun lagu-lagunya terasa tak asing.

Lagu-lagu yang dimainkan Ubiet & Kroncong Tenggara terasa begitu kaya dan mengandung berbagai unsur musik lainnya. Formasi pemainnya terdiri dari pemain cello, akordeon, flute, saxosphone, kendang, bas, dan ukulele. Perpaduan unsur etnik dan musik modern.

Kehadiran Ubiet & Kroncong Tenggara ini membuat festival musik ini terasa berwarna-warni. Ada dangdut, jazz, hip hop, pop, rock, india, EDM, gambus, dan masih banyak lagi. Ini membuktikan Indonesia begitu kaya akan genre musik. Genre musik dari luar juga umumnya beradaptasi dengan unsur lokal melahirkan subgenre yang unik. 

Monumen maestro keroncong Gesang di Solo (dok. Tribun Solo)
Monumen maestro keroncong Gesang di Solo (dok. Tribun Solo)
Setelah era Gesang (alm), memang ada kekhawatiran terhadap masa depan musik keroncong. Gesang menjadi salah satu musisi yang berhasil mengangkat nama keroncong ke tingkat mancanegara. Lagu Bengawan Solo banyak disukai warga Jepang. 

Andil lainnya adalah dari Manthous dan Didi Kempot yang memadukan keroncong dan unsur dangdut atau yang umumnya disebut congdut atau campursari. Selain nama-nama tersebut, pendekar keroncong Indonesia di antaranya adalah Sundari Soekotjo, Ismail Marzuki, Mus Mulyadi, dan Waldjinah.

Musik keroncong memang saat ini seolah-olah kurang bergaung, kalah dengan genre lainnya. Sangat jarang musik keroncong ditampilkan pada even besar. Pecinta musik keroncong dari generasi muda dan musisi muda yang mengusung genre ini juga tidak banyak terlihat, selain Bondan Prakoso yang pernah berkolaborasi dengan Fade 2 Black membawakan Keroncong Protol.

Padahal musik keroncong banyak mendapat apresiasi dari pecinta seni mancanegara. Pada tahun 1920-an ada banyak lagu-lagu keroncong yang direkam dan dipasarkan ke berbagai negara Eropa dan Amerika. 

Pada era kini pernah hadir keroncong dengan memasukkan alat musik tradisional China dan disebut keroncong Mandarin. Lagu yang dibuat iramanya menjadi keroncong, salah satunya adalah Yue Liang.

Di Amerika juga hadir kelompok musik keroncong dengan nama Orkes Keroncong Rumput. Mereka pada Juni-Juli lalu mengadakan tur ke berbagai kota di Indonesia. Meskipun baru dua tahun berdiri, kelompok musik yang digawangi Hannah Standiford ini piawai membawakan lagu-lagu keroncong berbahasa Indonesia dan Jawa seperti Yen in Tawang ono Lintang, Di Bawah Sinar Bulan Purnama, Wedang Kacang, dan Walang Kekek. 

Orkes Keroncong Rumput dari Amerika tampil di Indonesia beberapa waktu silam (dok. Kompas)
Orkes Keroncong Rumput dari Amerika tampil di Indonesia beberapa waktu silam (dok. Kompas)

Musik Keroncong Bukan Asli Indonesia?

Melihat dari instrumen musiknya, memang musik keroncong bukan asli dari Indonesia. Musik ini diperkenalkan oleh Portugis yang pernah menjajah Indonesia. Suara khas keroncong diberikan oleh alat musik petik ukulele yang membuat suaranya berbunyi seperti 'crong'.  

Musik ini populer di Indonesia mendekati akhir abad ke-19. Ia semakin populer sekitar tahun 1920 dan kemudian musik ini berbaur dengan alat musik etnik menciptakan genre musik yang berbeda dengan musik yang diperkenalkan oleh Portugis. 

Dalam musik keroncong awalnya digunakan instrumen tradisional seperti kendang, gong, seruling, rebab, tapi kemudian instrumen musiknya berubah dengan lebih banyak instrumen modern. 

Musik keroncong kemudian menyebar dan tiap daerah memberikan warna, musik keroncong warga Kampung Tugu, Kemayoran, dan Gambir, misalnya, berbeda dengan musik keroncong yang dibawakan oleh musisi dari Semarang dan Makassar. 

Keroncong ditengarai berasal dari musik Portugis yang disebut fado atau fate. Musik ini umumnya dibawakan dengan gitar akustik dan gitar Portugis. Lagu-lagunya umumnya lagu yang sedih dan dulu dianggap musiknya kaum bawah. 

Asal-usul genre musik ini belum jelas, ada yang menyebut lahir di kalangan masyarakat nelayan pada abad 17 tapi ada juga yang menyebutnya lahir pada abad pertengahan. Ada juga yang mengaitkan fado dengan pengaruh bangsa Moor, atau bangsa Arab yang ada di Eropa.

Meskipun musik keroncong bukan benar-benar asli musik tradisional, tapi musik ini telah memiliki ciri khas bangsa Indonesia. Ketika kuperdengarkan salah satu fado dan kubandingkan dengan salah satu tembang keroncong, cukup terasa pergeseran dan perbedaannya.

Sambil menunggu waktu pulang, aku pun mendengar lagu Wedang Kacang.

Wedang kacang campur gula mangan jenang jo digarang
Tiwas ngadang ora teko
Aduh mama aduh papa
Entuk layang tagihan utang (Wedang Kacang, Waljinah)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun