Bisnis wisata akhir-akhir ini semakin menjanjikan di tanah air. Apalagi dengan didorong keberadaan media sosial yang menjadi tempat untuk bercerita dan menunjukan hasil jepretan kawasan-kawasan wisata yang menarik. Banyuwangi, pun kemudian merambah di gurihnya bisnis traveling.
Banyuwangi dua dekade sebelumnya hanya dikenal sebagai tempat penyeberangan dari pulau Jawa menuju pulau Bali.
Kemudian nama Kawah Ijen pun mulai populer di kalangan wisatawan asing. Baru sekitar sewindu terakhir didukung dengan pemutaran film 5 Cm, kejuaraan International Tour de Banyuwangi Ijen, dan keberadaan media sosial maka popularitas Banyuwangi makin meroket.
Kini, Banyuwangi dikenal sebagai salah satu magnet wisata di Jatim.
Pemerintah juga semakin menggiatkan infrastruktur di daerah ini sehingga jalanan Banyuwangi menuju kawasan-kawasa  wisata semakin mulus.
Keberadaan Bandara Blimbingsari juga makin memudahkan wisatawan. Saat ini pilihan maskapai penerbangan juga semakin banyak.
Selain itu, stasiun kereta api juga dipercantik dan fasilitasnya ditingkatkan.
Stasiun Karangasem dulu dan kini juga terlihat perbedaannya. Dulu terakhir ke sini tahun 2014 dan masih sepi di luar stasiun.
Kini stasiunnya memiliki tempat parkir yang luas dan rapi. Di luar stasiun terdapat tempat makan, penyewaan kendaraan dan homestay yang dikelola warga setempat.
![Stasiun Karangasem yang makin cantik (dok. Ovi N)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/06/22/img-20180621-wa0007-640x480-5b2cb5005e137372dd26f022.jpg?t=o&v=770)
Sejak didirikan 10 Juni 2014, usaha homestay dan tur travelnya membuahkan hasil.
Ia pun mengajak sanak saudaranya untuk berwirausaha di bidang wisata. Kini bibi dan kakaknya membuka usaha tempat makan dan penginapan ala dormitory.
Beberapa warga setempat juga ikut mendirikan homestay untuk meningkatkan perekonomian mereka.
![Agus Wahyudi petugas KAI yang menjadi pemilik Ijen Traveler Homestay (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/06/22/20180622-150614-5b2cb3b2f13344506c69f2d2.jpg?t=o&v=770)
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk menjemput tamu di Terminal Kedatangan Pelabuhan Ketapang hingga ke Surabaya.
Aku mengenal sosok bapak satu anak ini ketika menginap di homestay-nya. Pasangan sangat ingin menuju Kawah Ijen. Aku sendiri kurang begitu antusias karena sudah pernah ke sana.
Tapi kalau kesana lagi sih aku juga tidak masalah. Kami selama ini suka menginap di homestay karena suasananya lebih hangat dan tarifnya 'ramah'.
Biasanya kami hanya numpang tidur selebihnya  beraktivitas di luar dan ngobrol dengan warga setempat.
Homestay ini mendapat ulasan yang bagus dan direkomendasikan di kalangan backpacker. Ketika pemiliknya dihubungi via aplikasi percakapan pun responnya cepat dan bersahabat.
Alhasil dari Baluran kami pun menginap di homestay ini untuk kemudian keesokan paginya menuju Kawah Ijen.
Sambil bertugas di bagian pintu masuk parkir Stasiun Karangasem, Agus bercerita jika awalnya ia tidak sengaja masuk ke bisnis ini.
Awalnya ia menyediakan rumah singgah bagi backpacker yang ingin beristirahat atau kemalaman setiba di stasiun.
Kemudian, ia didorong untuk membuka homestay karena peluang bisnis pariwisata di Banyuwangi yang makin legit.
![Homestay yang dikelolanya (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/06/22/20180621-090144-640x360-5b2cb6a75e1373785e052193.jpg?t=o&v=770)
Mereka mencemaskan dampak buruk keberadaan wisatawan di lingkungan mereka, terutama pengaruh pergaulan bebas dan minuman keras.
Baru kemudian ada kesepakatan yakni warung-warung dan homestay tidak menyediakan minuman keras.
Setelah empat tahun berjalan kekuatiran itu tidak terbukti, kehadiran wisatawan malah membantu mendongkrak perekonomian warga setempat.
Apalagi kawasan mereka strategis karena berada di dekat stasoun kereta. Perekonomian pun semakin hidup.
"Sudah balik modal?" tanyaku. Ia mengangguk. Bahkan, sudah untung, lanjut ia sambil tertawa lebar.
Sejak memulai empat tahun lalu, homestay milik Agus kini sudah memiliki 14 kamar, penyewaan kendaraan juga laris, para wisatawan juga banyak yang menggunakan jasa turnya.
"Rencananya ke depan saya akan membuka homestay dengan model bangunan yang unik," jelasnya optimis.
![Kantor tur milik Agus (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/06/22/img-20180621-wa0018-853x640-5b2cb34eab12ae183c4afc24.jpg?t=o&v=770)
Tetapi ia menerangkan, yang favorit itu Kawah Ijen dan Taman Nasional Baluran. Paket wisata lainnya yaitu Pulau Merah, Pantai Sukomade, Plengkung, G-Land, Alas Purwo, dan sebagainya.
Tentang suka dukanya juga ada. Ia jadi punya banyak kawan dan kemampuan berwirausahanya meningkat.
Dukanya itu jika ada tamu yang mengeluh, ceritanya. Ia bakal merasa sedih karena merasa tidak memberikan pelayanan terbaik.
Selain itu, bisnis ini tidak selalu ramai. Masa-masa puncak terjadi pada Juni hingga Agustus dan menjelang tahun baru.
Bulan-bulan lainnya jumlah wisatawan akan menurun. Bisnis traveling ini ada musimnya, saat 'panen' ya hasilnya ditabung sebagian agar tidak sedih saat 'paceklik', tandasnya.
![Jenis usaha yang dikelolanya (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/06/22/img-20180621-wa0005-853x640-5b2cb7065e13733133428af3.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI