Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Pencinta Kucing "Open House"

16 Juni 2018   19:05 Diperbarui: 17 Juni 2018   02:56 2856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kucing-kucing pun bosan mendengarkan obrolan kami (dokpri)

Kendaraan kami berhenti di sebuah rumah yang berhalaman lumayan luas. Ketika hendak masuk ke rumah, kami disambut tiga ekor kucing. Satu kucing dewasa berwarna gelap, satu kucing kecil putih dengan wajah sendu, dan satu ekor kucing mirip kucingku si Mungil, motif putih hitam. Sejenak aku jadi ingat kucing-kucingku, Nero dan Mungil. Ya, aku baru ingat kedua sepupuku itu lebih 'gila' dalam urusan perkucingan dibandingkan denganku. Rumahnya sudah mirip suaka kucing.

Tidak semua sanak saudaraku pecinta kucing. Kecintaan terhadap kucing diwariskan oleh nenekku. Rasanya setiap saat dan setiap waktu rumah diisi oleh kucing. Karena rumahku dan rumah nenekku bersebelahan maka kucingku juga jadi kucing nenek, dan sebaliknya. 

Kami memelihara kucing berdua kecuali si Dandong, kucing anggora kampung,yang hanya milikku. Nenekku tak suka pada Dandong karena ia suka menggoda dan mengajak kelahi kucing nenek bernama si Imut. Aku sedih jika kedua kucing itu berkelahi karena aku sayang keduanya, eh meski aku lebih sayang ke Dandong.

Suatu ketika kucing kami beranak pinak. Di rumah sampai ada 13 kucing. Benar kata orang bijak, jika terlalu banyak kucing maka repot mengurusnya. Dan kami pun kerepotan mengurusnya hingga kucing-kucing itu jarang yang berumur panjang. Yang usianya di atas lima tahun hanya Imut dan Tung-tung. 

Selain aku, cucu nenek lainnya yang juga pecinta kucing adalah duo bersaudara yang tinggal di jalan bunga dan satu lagi yang tinggal di Surabaya. Jika aku mengobrol tentang kucing, mereka sangat antusias. 

Kucing-kucing Sibuk Menyambut

Di antara tiga kucing di depan, si kucing kecil berwarna putih memiliki wajah yang memelas. Kelopak matanya setengah menutup, sepertinya ia agak sakit. Sepupuku mengiyakan dan akan memberinya obat. "Iyo mba, areke koyoke rada lara. Engkuk tawenehi antibiotik," kata sepupuku. 

Kucing ini memiliki wajah melas (dokpri)
Kucing ini memiliki wajah melas (dokpri)
Di ruang tengah, dua kucing lainnya menyambut. Satu ekor kucing berwarna abu-abu dan satu yang berwarna putih plus kuning dengan bulu yang panjang. Keduanya sangat jinak dan suka dielus-elus manusia. Keponakanku pun kegirangan dan keasyikan bermain dengan mereka.

Eh ada lagi di garasi hihihi. Tiga ekor kucing. Dua kucing betina dan satu kucing kecil berbulu gelap. Mereka awalnya berseliweran menyambut kami, kemudian kebosanan dan memilih tidur di garasi.

Matanya lucu (dok. Luluk)
Matanya lucu (dok. Luluk)
Tiga kucing kecil lainnya asyik menyantap tulang-tulang ayam di dapur. Setelah kekenyangan, ketiganya pun juga pulas. Hawa Malang saat ini memang lagi bersahabat, lumayan adem. Hawa yang adem plus angin sepoi-sepoi bikin mereka hangat meringkuk dan tertidur. 

Kucing yang ini bulunya panjang halus dan suka dekat manusia (dokpri)
Kucing yang ini bulunya panjang halus dan suka dekat manusia (dokpri)
Ternyata masih ada kucing lagi. Aku tertawa senang. Empat kucing, dua kucing dewasa dan dua kucing kecil asyik bergulingan di halaman belakang. Setelahnya mereka memilih tempat yang nyaman versi mereka. Yang dewasa kelabu lebih suka masuk di bak cucian. Kucing kecil putih awalnya ikut masuk di bak tapi kemudian pindah ke rak sepatu. Satu kucing lainnya ada di dalam kardus, sedangkan lainnya lebih suka goleran tanpa alas apapun. Wah, wah, wah kayak suaka kucing saja.

Pamanku sendiri awalnya benci sama lucing. Ia tak suka kucing dan dulu suka kesal jika kucing-kucing ramai berlarian di rumah nenek. Eh sekarang kedua anaknya pecinta kucing. Mau tak mau rumahnya penuh kucing. Jika anaknya pergi maka ia yang kebagian memberi makan kucing. Ia juga ikut mumet jika ikan di rumah sedang habis karena kucingnya ada belasan.

Kucing-kucing pun bosan mendengarkan obrolan kami (dokpri)
Kucing-kucing pun bosan mendengarkan obrolan kami (dokpri)
Hahaha hari kedua lebaran aku bersilaturahmi dengan kucing-kucing, eh pecinta kucing. Kami mengobrol tentang perawatan kucing, juga ngobrolin si Nero dan si Mungil, kedua kucing jailku. Omong-omong aku kangen ke kucingku. Selama liburan aku titipkan keduanya ke satpam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun