Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mudik, Tradisi Pengingat Akar Diri

7 Juni 2018   22:27 Diperbarui: 8 Juni 2018   07:36 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Biasanya kami mudik dengan kereta atau pesawat, tapi tahun ini terpaksa dengan kendaraan pribadi (dokpri)

Hari ini kantor mulai terasa sepi. Beberapa rekan kerja sudah mengambil cuti. Aku pun mengerjakan tugas-tugasku dengan lebih santai, tidak seperti hari-hari kemarin. Apalagi hawa liburan sudah mulai hadir. Pikiranku mulai terisi dengan persiapan jelang mudik.

Tahun ini aku merayakan lebaran hari pertama di kampung halamanku di Malang. Ini kali pertama kami berdua akan menggunakan kendaraan pribadi untuk mudik. Ada perasaan berdesir, apakah perjalanan kami bakal lancar atau malah harus menikmati kemacetan seperti yang dialami mudiker tiap tahun.

Tahun lalu kami juga mengalami macet tapi waktu itu hanya sampai ke Subang (dokpri)
Tahun lalu kami juga mengalami macet tapi waktu itu hanya sampai ke Subang (dokpri)
Biasanya kami pulang ke Malang dengan transportasi umum, baik kereta api maupun pesawat terbang. Kali ini kami apes karena kurang persiapan. Tiket kereta ludes dan harga tiket pesawat terbang begitu mahal, sekitar Rp 7 juta untuk pulang pergi berdua. Wah kalau harganya segitu mending kami bawa kendaraan saja, duit selebihnya bisa buat berbagi angpau dan jalan-jalan.

Biasanya kami mudik dengan kereta atau pesawat, tapi tahun ini terpaksa dengan kendaraan pribadi (dokpri)
Biasanya kami mudik dengan kereta atau pesawat, tapi tahun ini terpaksa dengan kendaraan pribadi (dokpri)
Keluarga kakak yang biasa mudik dengan kendaraan pribadi pun menguatkan hati. Kami pun kemudian merancang perjalanan dengan hati-hati, rute mana yang akan lewati dan alternatif-alternatifnya. Kami juga menentukan titik peristirahatan karena perjalanan bakal ditempuh kurang lebih dua hari.

Sayangnya karena kemarin-kemarin tugas kantor masih bejibun maka aku belum sempat menata barang-barang yang bakal kubawa. Aku juga belum menyetrika dan mengepack baju-baju. Tak apa-apalah masih ada waktu besok, aku menghibur diri.

Rute ke Ngantang yang menantang dan harus super ekstra hati-hati (dokpri)
Rute ke Ngantang yang menantang dan harus super ekstra hati-hati (dokpri)
Tahun ini sepertinya mudik bakal lebih lancar. Amiiin. Ada enam tol yang akan dibuka secara fungsional hingga Kertosono. Biasanya jika kami ke Malang, kami melewati tol Cipali, Palikanci hingga Pejagan kemudian lanjut ke Semarang lalu istirahat di sana. Hari berikutnya kami kemudian melipir ke Salatiga berlanjut ke Gemolong, Ngawi, Madiun, Kertosono, Pare Ngantang,hingga ke Malang.  Dengan adanya tol baru maka kami dari Pejagan bisa lanjut tol Brebes Timur-Pemalang, Pemalang-Batang, Batang-Semarang, kemudian istirahat di Solo dan lanjut tol Solo-Sragen dan Wilangan-Kertosono. Sepertinya kami bisa menghemat waktu perjalanan.

Kenapa Sih Harus Mudik?

Mengapa Kalian rela membongkar tabungan atau menggunakan tabungan hanya untuk mudik saat lebaran? Biasanya pertanyaan itu menyeruak. Ada sebagian pihak yang menyayangkan tradisi ini. Kenapa harus mudik dan bikin macet jalanan? Kenapa tidak diganti bulan-bulan lain? 

Aku juga pernah bertanya seperti itu ke diriku. Mengapa sih harus mudik? Duitnya kan sayang, kalau pulangnya bulan lain maka harga tiket bisa murah.

Ternyata, mudik bukan hanya urusan duit. Mudik itu menyangkut urusan hati.

Aku baru mengalami mudik saat merantau kuliah di Surabaya. Sebenarnya dulu waktu kecil pernah juga mudik ke kampung halaman ayah di Indramayu, tapi tidak benar-benar pas lebaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun