Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Berpuasa Itu Ranah Privat, Tak Masalah Warung Tetap Buka

25 Mei 2018   19:44 Diperbarui: 25 Mei 2018   19:56 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adanya tirai sudah menunjukkan penghormatan, jadinya tak perlulah sampai melarang tempat makan untuk beroperasi normal (dokpri)

Saat ini kawan yang non muslim terbantu dengan adanya kedai fast food yang tetap buka selama puasa di dekat tempat kerja. Ada satu tempat yang ditutup dengan tirai bagi mereka yang makan. Kehadiran kedai tersebut sangat membantu karena bisa jadi teman yang kebagian memasak sedang sibuk bekerja. Adanya jasa pembelian dan pengantaran makanan secara online juga membantu kawan-kawan tersebut untuk makan siang.

Kenapa aku pro tempat makan untuk buka seperti biasa? Oleh karena aku pernah di posisi seperti mereka. Saat itu aku berhalangan dan merasa lapar. Naasnya aku tidak sempat membawa bekal. Ketika keluar mencari tempat makan, banyak yang tutup. Akhirnya aku harus puas dengan sebungkus roti.

Penjual makanan muslim yang buka seperti biasa saat ini kerap mendapat tuduhan mereka bersenang-senang mendapat uang dari hasil menggoda orang lain untuk membatalkan puasa. Persepsi ini menurutku kurang benar. Di satu sisi, mereka juga membantu kaum muslim yang sedang berhalangan dan sakit karena siapa tahu mereka tidak sempat dan tidak bisa memasak.

Yang kedua, niat berpuasa itu ada di diri masing-masing. Seorang muslimin/muslimat tetap bisa batal atau tidak berpuasa meskipun hanya berdiam di rumah dan tidak berkunjung ke tempat makan, siapa yang tahu? Penjual makanan sendiri juga perlu uang untuk menghidupi keluarganya.

Terkadang rasanya sebagian dari kita sulit untuk berempati. Bagaimana jika kita di posisi mereka? Apalagi sebenarnya puasa bukan hanya ada di agama Islam, tapi juga di agama-agama lainnya. Kami memiliki partner beragama Hindu yang rajin berpuasa. Beberapa kali kami bertemu untuk rapat dan ternyata ia sedang berpuasa. Ia tidak masalah kami makan minum di depannya.

Kawanku yang beragama nasrani berkata di agama mereka juga ada puasa dengan tujuan menunjukkan rasa syukur. Ada tiga jenis puasa yang bisa dilakukan mereka, puasa makan tapi diperbolehkan untuk minum, puasa tanpa makan dan minum, serta puasa dengan membatasi makanan.

Tak apa-apalah warung makan tetap buka, toh puasa adalah ranah pribadi (dokpri)
Tak apa-apalah warung makan tetap buka, toh puasa adalah ranah pribadi (dokpri)
Aku jadi teringat sebuah hadits yang intinya, barang siapa memudahkan maka ia akan juga dimudahkan urusannya di dunia dan akherat. Kalau ingin berpuasa dengan  baik kenapa harus merepotkan mereka yang tidak berkewajiban berpuasa?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun