Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Teruntuk Penggiat Medsos, Jangan Pamer Rekaman Film Bioskop, Dong!

8 Mei 2018   07:30 Diperbarui: 8 Mei 2018   09:12 2584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosialiasi tentang larangan merekam adegan di bioskop sebaiknya lebih digencarkan (dok. Brilio)

Merekam adegan film di bioskop merupakan sebuah tindak pelanggaran. Entah apakah informasi ini belum banyak diketahui atau memang sifat dasar oknum penggiat medsos yang ingin terlihat eksis, maka masih banyak yang secara sengaja merekam cuplikan film di bioskop dan menyebarkannya di akun media sosial mereka.

Nonton di bioskop memang salah satu aktivitas yang banyak dipamerkan di media sosial. Biasanya yang dibagikan sebatas foto tiket nonton, foto nonton bareng kawan-kawan, atau berfoto dengan latar belakang poster film. Oleh karena saat ini banyak acara gala premier melibatkan blogger dan masyarakat umum, bakal lebih bergengsi dapat berfoto dengan pemeran dalam film tersebut.

Rupanya sekedar berfoto dengan tiket, poster dan bintang film tidak cukup. Memotret adegan atau berfoto dengan adegan film pun menjadi cara baru. Siapa tahu Kalian tidak benar-benar percaya aku sedang menonton film tersebut. Nih kufotokan salah satu adegannnya. Oh ya Kalian pasti penasaran dengan adegan penutupnya. Kubocorkan ya adegan finalnya. Lampu flash dari ponsel pun kemudian menerangi bioskop. Tak cukup sekali dan tak hanya satu orang. 

Kejadian seperti itu mungkin pernah Kalian alami, baik saat menonton premier ataupun pada saat menonton reguler. Ada saja penonton yang merasa perlu bukti lebih untuk eksis dan agar terlihat keren dengan memotret adegan di bioskop. Syukur-syukur bisa memotret adegan puncak dan penutupnya. Lalu diunggah deh di media sosial. Aku eksis kan, pikir mereka.

Rugi kan sudah bayar tiket tapi malah waktu disibukkan dengan merekam (dokpri)
Rugi kan sudah bayar tiket tapi malah waktu disibukkan dengan merekam (dokpri)
Duh eneg banget jika melihat kelakuan minus penonton seperti itu. Aku pernah mengalaminya beberapa kali. Waktu itu premier film Kartini yang diperanlan Dian Sastro. Dari bangku teratas, bolak-balik ada kilatan lampu cahaya hape untuk memotret. Cahaya itu sangat menganggu kenyamanan penonton lainnya.

Kejadian kedua waktu nonton film I Leave My Heart in Lebanon. Waktu itu studio penuh  sesak. Rupanya ada nobar yang diadakan sebuah sekolah menengah. Walah kelakuan sebagian remaja tersebut benar-benar menganggu. Tidak hanya sibuk ngobrol, maen hape, atau bersiul-siul jika ada adegan romantis, tapi ada pula yang asyik berfoto rame-rame dengan latar belakang adegan film. Eh adapula beberapa guru yang memotret dan merekam adegan film tersebut. Buat apa coba? Bukannya memberi teladan, malah memberikan contoh yang buruk ke siswanya.

Untunglah penjaga bioskopnya sigap. Beberapa guru yang melakukan tindakan tidak patut tersebut dimarahi oleh petugas dan diminta menghapus rekamannya saat itu juga. Malu kan Pak/Bu dimarahi di depan siswa di tempat umum? Masih mending dimarahi, daripada hapenya  disita atau kena denda.

Kejadian tersebut terjadi berulang kali dan sepertinya tidak ada kapoknya. Pelakunya bergantian. Jika awalnya hanya memotret, kemudian beralih ke merekam. Kalau bisa live deh.

Kecaman mulai hadir ketika beberapa oknum melakukan bigo live pada saat pemutaran film Dono Kasino Indro Reborn alias Warkop DKI Reborn. Ya pelakunya kemudian dilaporkan oleh Falcon, produsen film tersebut. Kemudian mulailah pelarangan merekam adegan film itu lebih disosialisasikan.

Namun masyarakat Indonesia itu umumnya reaktif. Setelah kejadian itu reda, ya masih saja bertumbuhan pelakunya. Bahkan bisa jadi pelakunya adalah temanmu sendiri. Ada yang merekamnya dengan IG Story dan Facebook Live, ada juga yang beralasan hal tersebut bukan kejahatan karena direkam dengan fitur boomerang. Hahaha ngeles saja.

Aku sendiri bingung apa sih yang dicari oleh mereka yang suka memotret atau merekam adegan kemudian memamerkannya di media sosial. Apakah hanya untuk keeksisan dan popularitas? Kalau caranya minus begitu bukankah citra mereka bakal buruk? Entahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun