Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Agus Santoso, ada beberapa ancaman cuaca yang dapat memengaruhi penerbangan. Yang pertama adalah petir dan/atau awan tebal. Satu atau kombinasi dua faktor tersebut dapat menyebabkan perbedaan tekanan udara. Yang terjadi kemudian adalah adanya angin kencang hanya di lokasi tertentu, yang bergerak cepat dari atas ke bawah, atau sebaliknya, dari samping atau bahkan putaran angin.Â
Faktor cuaca lainnya yang masuk cuaca ekstrem adalah angin topan. Biasanya angin topan juga disertai hujan deras, bahkan kadang dengan petir. Nah jika faktor cuacanya adalah aktivitas vulkanik seperti semburan debu vulkanik maka bandara harus ditutup. Hal ini dikarenakan debu sangat berbahaya bagi mesin pesawat terbang. Ia dapat masuk ke tabung pengukur kecepatan sehingga bisa tejadi kekeliruan pembacaan, debu vulkanik juga dapat menggores kaca kokpit, dan yang tersedot dalam mesin dapat merusak bilah turbin. Ooh makanya beberapa kali bandara Malang ditutup karena memang sangat berbahaya.
Oh ya tentang prosedur cuaca buruk atau cuaca ekstrem ini telah diatur oleh Dirjen Perhubungan Udara dalam Surat Edaran Keselamatan 16 Tahun 2017 tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap Kondisi Cuaca Ekstrem. Prosedur ini melibatkan stakeholder di antaranya maskapai penerbangan, pengelola bandar udara, dan AirNav Indonesia.Â
Ya apa boleh buat jika ada cuaca buruk, mending bersabar dan waktunya bisa buat menulis di blog hehehe. Memang sih waktu itu berharga tapi keselamatan lebih utama.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H