Tahun ini ada lima film animasi yang masuk dalam nominasi Best Animated Feature di ajang Academy Awards. Coco disebut-sebut kandidat kuat penerima Oscar, apalagi film animasi ini telah berhasil meraih penghargaan yang tak kalah bergengsi, Golden Globe 2018.Â
Namun, pesaing kuatnya di Golden Globe juga lolos sebagai nominasi Oscar, yaitu Loving Vincent. Kira-kira juri Oscar 2018 pilih mana ya? Yang pesan nilai keluarganya kuat seperti Coco atau animasi unik yang kental nilai seni seperti Loving Vincent?
Film animasi yang lolos nominasi Oscar tahun ini rata-rata produksi Hollywood dan rumah produksi Eropa. Jepang tahun ini tidak memiliki wakil sama sekali. Kelima film tersebut adalah Coco (Pixar), Ferdinand (20th Century Fox & Blue Sky), The Boss Baby (Dreamworks Animation), Loving Vincent (BreakThru Productions & Trademark Films), dan The Breadwinner (Cartoon Salon).
Kelima rumah produksi tersebut rata-rata bukan pemain baru di ranah animasi. Pixar telah delapan kali meraih Oscar dan Dreamworks Animation telah 11 kali masuk nominasi Oscar dan meraih dua Oscar.Â
Sedangkan Cartoon Salon pernah mencuri perhatian lewat The Secret of Keells dan Song of The Sea, namun belum berhasil raih Oscar. Sedangkan 20th Century Fox telah masuk dua kali dalam nominasi Oscar. Hanya BreakThru Productions & Trademark Films yang baru perdana masuk nominasi Oscar
Dari kelima film tersebut, tiga film menggunakan bantuan komputer untuk membuat gambar animasi. Ketiganya adalah Ferdinand, Coco, dan The Boss Baby. Sedangkan The Breadwinner dan Loving Vincent setia menggunakan cara tradisional.
Uniknya kelima film tersebut semuanya juga masuk nominasi Golden Globe 2018. Sehingga, kategori ini seperti perulangan. Ada segudang tanda tanya apakah selera juri Golden Globe dan Oscar sama? Dan kenapa film-film tersebut yang berhasil lolos Oscar.
Dua Film Dianggap Kurang Pas Masuk Oscar
Pemilihan film-film yang masuk kategori best animated feature ini memang tidak bisa memuaskan banyak pihak. Banyak pihak yang kecewa dengan alasan kualitasnya tidak merata. Ada tiga film yang menonjol, dua lainnya seolah-olah hanya dianggap penggembira. Saya termasuk yang kecewa dengan masuknya dua film yang tergolong 'standar' dan seharusnya ada yang lebih layak untuk lolos.
Mengapa kedua film tersebut dianggap standar? Alasannya, ceritanya klise, tidak ada sesuatu yang baru, ceritanya mudah ditebak dan gaya bercandanya agak kasar.
The Boss Baby ingin menampilkan kisah keluarga yang berbeda dengan adanya bayi yang mendapat serum khusus. Dengan adanya serum tersebut maka si bayi berubah menjadi agen mata-mata yang ditugaskan untuk mengetahui peta persaingan antara bayi dan anak anjing lucu dalam merebut perhatian orang tua.Â
Pada awal kisah memang menarik, namun dua pertiga berikutnya ceritanya menjadi relatif datar dan penjahatnya mendapat perlakuan seperti di kisah Home Alone. Kisahnya menurutku tak jauh beda dengan film animasi seperti Storks.
Ia pun merencanakan kabur bersama hewan-hewan di sana. Cerita tentang hewan biasanya menyentuh. Entah kenapa ada sebuah formula yang hilang sehingga Ferdinand terasa biasa saja. Emosinya kurang. Filmnya tidak buruk tapi bukan jenis film yang wow. Ulasannya bisa disimak di sini.Â
Dua Film Ini Lebih Layak Masuk Nominasi Oscar
Ada dua film animasi yang menurutku lebih layak masuk nominasi Oscar menggantikan The Boss Baby dan Ferdinand. Kedua film itu The Big Bad Fox and Other Tales dan In This Corner of The World. Tapi karena film kedua diproduksi tahun 2016 meskipun ditayangkan tahun 2017 maka bisa digantikan dengan Mary and The Witch's Flower.
Film wakil Jepang tentang penyihir remaja bernama Mary ini asyik dinikmati. Animasi produksi Studio Ponoc ini berkisah tentang remaja bernama Mary yang terlibat dalam petualangan ke dunia sihir.
Awalnya aku menjagokan Coco. Film ini indah dan mengharukan. Nilai-nilai keluarganya kental dan lekat dengan unsur tradisi Meksiko. Ceritanya juga kaya imajinasi dengan dunia orang matinya. Ulasan lengkap di sini.Tapi setelah aku menonton Loving Vincent dan The Breadwinner aku mulai berubah pikiran.
Jika Coco memiliki jalan cerita yang mengharukan, maka Loving Vincent adalah sebuah karya seni. Luar biasa itulah kesan setelah menonton film tentang pelukis terkenal Vincent van Gogh. Film yang sangat bernilai seni, unik, dan tidak biasa.
Ceritanya sendiri bak sebuah kisah detektif, bagaimana Armand Roulin diminta untuk mengantar surat ke saudara Vincent van Gogh. Di sana ia mendapatkan kesan-kesan yang berbeda tentang sosok pelukis eksentrik tersebut juga mengungkap kisah di balik kematian pelukis tersebut. Ulasan detail di sini. Aku memberi skor sembilan, sama dengan skor Coco.
Bagaimana dengan The Breadwinner? Film ini sungguh emosional. Aku terharu dan air mataku mengalir ketika menontonnya. Aku teringat akan kisah Mulan tapi dengan tone yang memilukan sepanjang film.
The Breadwinnerberkisah tentang gadis cilik bernama Parvana yang terpaksa menyamar sebagai anak laki-laki demi menghidupi keluarganya. Ayahnya ditangkap meskipun tidak bersalah dan setiap perempuan dilarang keluar rumah tanpa kawalan pria oleh Taliban. Setiap hari Parvana berisiko ketahuan dan tertangkap dengan bekerja dan mengambil air untuk keluarganya.
Sebagai perempuan aku sangat tersentuh dan bisa memahami perasaan yang dialami Parvana, saudari perempuan, dan ibunya. Perempuan seolah benda mati dan tidak dihargai, bisa dipukuli seenaknya jika ketahuan pergi tanpa kerabat pria, meskipun sudah mengenakan burqa dan pergi karena alasan darurat. Parvana juga bernasib serupa, tapi ketika ia berubah menjadi anak laki-laki, ia pun merasakan kebebasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H