Jalanan begitu padat, penuh sesak dengan mobil dan kendaraan roda dua. Klakson tak henti-hentinya membahana, setiap orang merasa tergesa-gesa. Suasana hiruk-pihuk menyapa Jakarta sejak matahari baru menyapa. Sementara langit Jakarta pagi itu nampak kelabu, bukan karena mendung melainkan karena asap dan debu.
Pagi itu aku harus ke kantor klien di bilangan Cempaka Putih. Aku menyesal tidak berangkat bersama suami pukul 05.30 yang arahnya sama. Aku beralasan ingin sarapan dan membersihkan rumah terlebih dahulu. Sejam kemudian aku baru berangkat. Alhasil aku terkukung macet parah dan terpaksa sering-sering menahan nafas dari kepungan polusi udara.
Semua kendaraan seolah tak mau kalah. Kemacetan terjadi sejak aku menuju jalan raya. Hingga sejam kemudian aku masih terhimpit di antara ratusan kendaraan. Aku menggeliat mencoba membenahi posisi dudukku di atas kursi penumpang kendaraan roda dua Punggungku mulai terasa kaku. Aku menghibur diri, sebentar lagi aku akan tiba di kantor klien dan bisa bergerak bebas dan bernafas lega.
Langit Jakarta berbeda dengan langit di Malang, kampung halamanku, yang relatif masih biru. Juga tentunya sangat berbeda jika dibandingkan dengan langit yang ada di pulau-pulau seperti pulau Derawan, pulau Sebuku dan sebagainya.
Jakarta dan daerah-daerah yang kusebut di atas itu tentu jelas beda warna langitnya. Daerah-daerah tersebut tingkat polusinya tidak separah di Jakarta, sehingga warna langitnya masih biru. Kalau Jakarta? Wah jangan ditanya lagi. Dengan jutaan kendaraan roda empat dan roda dua yang melalang buana si jalanan Jakarta bagaimana bisa Jakarta bebas dari asap dan debu?
Sebenarnya jika semakin banyak pengguna kendaraan pribadi ke transportasi umum maka lambat laun polusi udara akan berkurang. Hal ini dikarenakan 70-86 persen pencemaran udara di perkotaan dikarenakan kendaraan bermotor Cara lainnya untuk mengantisipasi polusi udara yaitu dengan menggunakan bahan bakar kendaraan yang ramah lingkungan.
Bahan bakar ramah lingkungan yaitu bahan bakar yang emisinya memiliki kandungan seminimal mungkin zat-zat yang membahayakan paru-paru manusia dan lingkungan. Zat-zat berbahaya tersebut di antaranya karbon dioksida, karbon monoksida, nitrogen oksida, sulfur dioksida, volatile hydro carbon dan sebagainya. Jika paru-paru pengguna jalan terpapar zat berbahaya tersebut dalam kandungan besar dan frekuensinya sering maka dalam jangka waktu lama akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti iritasi pada saluran pernafasan, sesak nafas, dan gangguan pernafasan lainnya.
Saat ini kendaraan yang menggunakan bahan bakar ramah lingkungan terhitung masih sedikit dibandingkan para pengguna bahan bakar yang emisinya tinggi. Bensin Premium yang masih dominan digunakan di kalangan pengguna kendaraan memiliki kadar oktan yang rendah yakni 88. Padahal semakin rendah angka oktan maka emisi gas buang yang dihasilkan masih tinggi dan membahayakan lingkungan, sebaliknya semakin tinggi angka oktan maka emisi gas buangnya akan rendah.