Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Polusi Udara, Bahan Bakar Ramah Lingkungan dan Tantangannya

3 Februari 2018   16:16 Diperbarui: 6 Februari 2018   13:12 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalanan Jakarta saat Sabtu pagi nampak lengang dan langitnya tidak terlalu kelabu (dokpri)

Jalanan begitu padat, penuh sesak dengan mobil dan kendaraan roda dua. Klakson tak henti-hentinya membahana, setiap orang merasa tergesa-gesa. Suasana hiruk-pihuk menyapa Jakarta sejak matahari baru menyapa. Sementara langit Jakarta pagi itu nampak kelabu, bukan karena mendung melainkan karena asap dan debu.

Pagi itu aku harus ke kantor klien di bilangan Cempaka Putih. Aku menyesal tidak berangkat bersama suami pukul 05.30 yang arahnya sama. Aku beralasan ingin sarapan dan membersihkan rumah terlebih dahulu. Sejam kemudian aku baru berangkat. Alhasil aku terkukung macet parah dan terpaksa sering-sering menahan nafas dari kepungan polusi udara.

Semua kendaraan seolah tak mau kalah. Kemacetan terjadi sejak aku menuju jalan raya. Hingga sejam kemudian aku masih terhimpit di antara ratusan kendaraan. Aku menggeliat mencoba membenahi posisi dudukku di atas kursi penumpang kendaraan roda dua Punggungku mulai terasa kaku. Aku menghibur diri, sebentar lagi aku akan tiba di kantor klien dan bisa bergerak bebas dan bernafas lega.

Saat terjebak macet seperti ini rasanya hanya ingin lekas sampai agar tidak banyak menghirup polusi (dokpri)
Saat terjebak macet seperti ini rasanya hanya ingin lekas sampai agar tidak banyak menghirup polusi (dokpri)
Ketika aku sudah berada di lantai 16 di kantor klien, aku memandang langit Jakarta dari jendela. Ternyata langit Jakarta itu tidak biru cerah, warnanya keabu-abuan. Berasa seperti langit mendung, padahal bukan, cuacanya panas terik.

Langit Jakarta berbeda dengan langit di Malang, kampung halamanku, yang relatif masih biru. Juga tentunya sangat berbeda jika dibandingkan dengan langit yang ada di pulau-pulau seperti pulau Derawan, pulau Sebuku dan sebagainya.

Jakarta dan daerah-daerah yang kusebut di atas itu tentu jelas beda warna langitnya. Daerah-daerah tersebut tingkat polusinya tidak separah di Jakarta, sehingga warna langitnya masih biru. Kalau Jakarta? Wah jangan ditanya lagi. Dengan jutaan kendaraan roda empat dan roda dua yang melalang buana si jalanan Jakarta bagaimana bisa Jakarta bebas dari asap dan debu?

Sebenarnya jika semakin banyak pengguna kendaraan pribadi ke transportasi umum maka lambat laun polusi udara akan berkurang. Hal ini dikarenakan 70-86 persen pencemaran udara di perkotaan dikarenakan kendaraan bermotor Cara lainnya untuk mengantisipasi polusi udara yaitu dengan menggunakan bahan bakar kendaraan yang ramah lingkungan.

Kalau hawanya segar dan langitnya biru seperti ini pasti masyarakatnya lebih sehat (dokpri)
Kalau hawanya segar dan langitnya biru seperti ini pasti masyarakatnya lebih sehat (dokpri)
Apa sih Bahan Bakar Kendaraan Ramah Lingkungan?

Bahan bakar ramah lingkungan yaitu bahan bakar yang emisinya memiliki kandungan seminimal mungkin zat-zat yang membahayakan paru-paru manusia dan lingkungan. Zat-zat berbahaya tersebut di antaranya karbon dioksida, karbon monoksida, nitrogen oksida, sulfur dioksida, volatile hydro carbon dan sebagainya. Jika paru-paru pengguna jalan terpapar zat berbahaya tersebut dalam kandungan besar dan frekuensinya sering maka dalam jangka waktu lama akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti iritasi pada saluran pernafasan, sesak nafas, dan gangguan pernafasan lainnya.

Saat ini kendaraan yang menggunakan bahan bakar ramah lingkungan terhitung masih sedikit dibandingkan para pengguna bahan bakar yang emisinya tinggi. Bensin Premium yang masih dominan digunakan di kalangan pengguna kendaraan memiliki kadar oktan yang rendah yakni 88. Padahal semakin rendah angka oktan maka emisi gas buang yang dihasilkan masih tinggi dan membahayakan lingkungan, sebaliknya semakin tinggi angka oktan maka emisi gas buangnya akan rendah.

Dari jendela gedung tinggi di kawasan Tanah Abang, langit Jakarta tampak muram meskipun cuaca sedang cerah (dokpri)
Dari jendela gedung tinggi di kawasan Tanah Abang, langit Jakarta tampak muram meskipun cuaca sedang cerah (dokpri)
Memang di lapangan akhir-akhir ini pengguna Pertalite dan Pertamax yang masing-masing memiliki RON 90 dan RON 92 mulai meningkat. Hal ini dikarenakan konsumen Premium mulai beralih ke Pertalite dan Pertamax. Dari data yang dirilis Pertamina, pada kuartal pertama 2017, jumlah pengguna Premium:Pertalite:Pertamax adalah 44:39:17. Angka ini menunjukkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahan bakar yang lebih berkualitas dan lebih ramah lingkungan tersebut mulai nampak. Namun, RON 90 dan 92 tersebut sebenarnya hanya memenuhi Euro 2 dan Kepmen LHK No 141 tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor, sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini dimana sebagian negara telah mengadopsi Euro 4.

Pemenuhan Euro 4 Untuk Menekan Polusi Udara

Apa yang dimaksud dengan Euro 2 dan Euro 4 tersebut? Euro merupakan standar emisi yang diterapkan di negara-negara Eropa  dan juga diadopsi oleh negara-negara lainnya di dunia. Standar Euro dimaksudkan untuk meminimalkan kadar bahan pencemar yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan efisiensi penggunaan bahan bakar. Untuk mencapai standar tersebut yang diatur adalah mesin kendaraan dan kualitas BBM termasuk batas kandungan sulfur/ppm.  Semakin tinggi angka Euro maka diharapkan bahan bakarnya makin ramah lingkungan.

Saat ini Indonesia baru menerapkan Euro 2, padahal negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam sudah mulai menerapkan Euro 4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No P.20/MENLHK/Setjen?KUM.1/2/2017 juta menegaskan pemberlakukan BBM tipe Euro 4 secara bertahap hingga tahun 2021. Namun, rupanya untuk memenuhi ketentuan tersebut tidak mudah, terutama dari sisi kesiapan mesin kendaraan juga ketersediaan bahan bakar minyak berkualitas setara Euro 4. Saat ini mesin kendaraan yang beredar di jalanan rata-rata baru memenuhi Euro 2.

Sementara itu, BBM yang setara Euro 4 adalah bahan bakar dengan RON 98 ke atas. Produk Pertamina yang memenuhi kadar oktan tersebut dan rendah sulfur adalah Pertamax Turbo dan Pertamina Dex. Produk Pertamina ini sudah diluncurkan di pasar namun jumlahnya masih terbatas, belum merata ke seluruh daerah di Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi kilang dalam negeri yang belum mampu memproduksi BBM standar Euro 4 dalam jumlah besar. Yang sudah bisa memproduksi BBM standar Euro 4 adalah kilang Balikpapan, Cilacap, dan Balongan. Nantinya diharapkan ketiga kilang tersebut juga bisa memproduksi BBM standar Euro 5.

Masih belum banyak yang mengonsumsi Pertamina Dex dan Pertamax Turbo (sumber gambar: gridoto.com)
Masih belum banyak yang mengonsumsi Pertamina Dex dan Pertamax Turbo (sumber gambar: gridoto.com)
Lantas berapakah harga Pertamax Turbo dan Pertamina Dex? Di pasaran harga rata-rata bahan bakar tersebut adalah Rp 9.600,- dan Rp 9.250,- untuk Pertamax Turbo dan Pertamina Dex. Kira-kira dengan harga tersebut apakah masyarakat bersedia sukarela untuk mengganti konsumsi BBM Premium dan Pertalite-nya dengan BBM standar Euro 4? Jika mereka bersedia menggunakan mesin dan BBM standar Euro 4, maka udara yang lebih bersih dan langit yang tak lagi kelabu di Jakarta tidak lagi hanya mimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun