Matahari sedang enggan menampakkan diri sehingga kami tak mengira hari sudah tak lagi pagi. Waktunya perut sudah diisi. Kami diuji dengan berjalan kaki terlebih dahulu melewati pematang sawah di kawasan Polan Harjo, Klaten, beberapa menit. Kemudian tibalah kami di Warung Kandha Takon dengan sawah mengeliling. Kami disambut dengan beragam makanan yang membuat tak sabar untuk menikmati.
Di meja makan terhidang mangut lele dengan dengan lumuran bumbu kemerahan yang menggoda. Di sebelahnya adalah telur ceplok dan telur asin yang kaya mineral. Di tampah aneka sayuran rebus nampak segar, siap dikucuri bumbu pecel yang pedas nikmat. Ada tauge, bunga turi, krokot, dan kacang panjang. Sajian makin lengkap dengan buah salak dan minuman berwarna biru dari bunga telang. Wah menu makan siang yang mewah di tepi sawah.
Sajian makanan tersebut diolah dari kebun dan kolam yang diberdayakan oleh masyarakat sekitar yang berada di bawah naungan komunitas Gita Pertiwi. Didampingi Danone Aqua mereka melakukan berbagai program untuk pemberdayaan pangan lokal. Selain dapat meningkatkan ekonomi warga, program ini juga sejalan dengan misi Danone untuk turut berkontribusi dalam menjaga ketahanan pangan. Kami, peserta Danone Blogger Academy menyambut hidangan tersebut dengan sumringah. Sedap!
Jadah tempe biasanya dibawa sebagai bekal petani untuk mengganjal perut dan bisa digunakan untuk menggantikan nasi. Makanan ini kaya karbohidrat, protein, lemak nabati, vitamin, dan mineral.
Pemberdayaan pangan lokal dan diversifikasi pangan ini sejak beberapa waktu lalu giat disosialisasikan ke masyarakat. Tujuannya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras. Selain itu, Indonesia dua tahun terakhir mendapat stempel sebagai negara yang tingkat kelaparannya berada di level serius. Lha ini kan ironis.
Pangan sendiri merupakan kebutuhan vital manusia. Menurut Bung Karno, pangan menentukan mati-hidupnya suatu bangsa. Apabila kebutuhan pangan rakyat tidak terpenuhi, maka akan terjadi malapetaka, seperti kurang gizi, gizi buruk, hingga kelaparan. Maka dari itu, Bung Karno menyarankan upaya besar-besaran, radikal, dan revolusioner untuk menjaga ketersediaan pangan.
Ancaman Kelaparan di Negeri Lumbung Pangan
Awalnya kupikir gizi buruk hanya terjadi di negeri miskin di Afrika. Aku terkejut ketika melihat dengan mata kepala sendiri kasus gizi buruk di Surabaya pada tahun 2006. Hingga sekarang masih dijumpai kasus gizi buruk di berbagai daerah, sehingga Indonesia masih berada di posisi 108 alias kasus gizi buruknya masih cukup banyak berdasarkan Global Nutrition Report 2016. Posisi Indonesia ini jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia (47), Brunei (55), dan Kamboja (95).