Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kisah Para Perempuan Tegar dalam "Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak"

25 November 2017   18:47 Diperbarui: 25 November 2017   18:54 3218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marlina membawa kepala Markus sebagai sandera (dok. Cinesurya)

Perempuan terkesan lemah dan pasrah. Bagaimana jika mereka memutuskan melawan ketika teraniaya? Gambaran perempuan-perempuan tegar tersebut tergambar dalam film berjudul Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak.

Film dibuka dengan tibanya kepala perampok, Markus (Egi Fedly) ke rumah Marlina (Marsha Timothy). Ia berencana merampok ternaknya dan harta bendanya. Ketika mengetahui suami Marlina baru meninggal, ia pun juga berencana memerkosanya.

Markus dengan santainya memerintahkan Marlina untuk menyiapkan sup ayam untuk makan malam. Teman-teman perampok sebentar lagi tiba, mengambil ternak dan berpesta pora di rumah Marlina. Dua lainnya sibuk mengangkut ternak, sedangkan kelimanya siap menikmati makan malam.

Marlina merasa geram. Ia mencari cara untuk menyingkirkan perampok tersebut. Ketika ia berhasil menyingkirkan kelimanya, ia merasa was-was. Dua perampok lainnya dipastikan akan mengejarnya. Ia pun bergegas melapor ke kantor polisi. Ia membawa sandera, kepala Markus yang dipenggalnya. Selama perjalanan, mayat Markus tanpa kepala menghantuinya.

Marlina membawa kepala Markus sebagai sandera (dok. Cinesurya)
Marlina membawa kepala Markus sebagai sandera (dok. Cinesurya)
Wah akhirnya berhasil juga aku menonton Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak. Aku menonton bersama ketiga admin Komik Kompasiana, Pak Agung, Yogi, dan Dina. Kami menontonnya tadi siang, Sabtu (25/11) di Blok M Square. Eh setelah sembilan hari tayang, filmnya masih diminati, terbukti jumlah penontonnya cukup banyak.

Layar bioskop yang memutar film Marlina memang terbatas, jumlahnya kalah oleh film superhero, padahal dari segi kualitas, menurutku jauh lebih bagus Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak.

Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babaktermasuk film yang ditunggu-tunggu pemutarannya. Sejak film ini berhasil tayang di Festival Film Cannes 2017pada Director's Fortnight kategori film panjang, pujian mengalir untuk kualitas film dan akting para pemainnya. Film ini juga banyak mendapat ulasan bagus ketika tayang di Festival Film Melbourne, Festival Film New Zealand dan Toronto International Film Festival 2017. Bahkan pada ajang Festival Film Sitges film ini meraih dua penghargaan, aktris terbaik yang diraih oleh Marsha Timothy dan Special Mention Awarduntuk Focus Asia. Penghargaan lainnya juga diperoleh dari The QCinema Film Festival Filipina Asian NestWave dan Five Flavours Film Festival di Polandia sebagai film terbaik.

Marsha meraih aktris terbaik di ajang Sitges atas perannya sebagai Marlina (sumber: Cinesurya)
Marsha meraih aktris terbaik di ajang Sitges atas perannya sebagai Marlina (sumber: Cinesurya)
Ide cerita film ini unik karena tokoh utamanya adalah seorang janda yang membunuh bak film Kill Bill. Ia membunuh bukan tanpa sebab, melainkan sebagai upaya membela diri. Posternya sendiri juga menarik dimana Marlina menunggang kuda membawa kepala dengan latar sabana Sumba yang liar dan gersang. Bak film koboi tapi latarnya Indonesia.

Menurutku film ini memang patut meraih pujian dari kritikus mancanegara. Pasalnya segala unsur film digarap dengan detail dan sepenuh hati. Sehingga hasilnya adalah sebuah film yang indah dan memiliki pesan kuat.

Spoiler Alert!

Setiap orang yang menonton bisa jadi punya intepretasi sendiri. Mungkin karena aku perempuan maka aku melihat film ini menunjukkan para perempuan yang tegar. Bukan hanya Marlina yang tegar dan berupaya memperjuangkan nasibnya, ada Noni kawan Marlina, seorang Ibu yang keponakannya hendak menikah, dan anak perempuan bernama Topan.

Marlina dan Noni sama-sama punya masalah (sumber; Cinesurya)
Marlina dan Noni sama-sama punya masalah (sumber; Cinesurya)
Tiap-tiap perempuan tersebut memiliki permasalahan masing-masing. Marlina yang tahu perbuatannya salah tapi ia tidak merasa bersalah, Noni (Dea Panendra) yang terbebani karena bayi yang dikandungnya tak kunjung lahir, seorang Ibu paruh baya yang bersedia pergi jauh-jauh membawa kuda agar keponakannya bisa menikah, dan Topan si anak perempuan kelas dua SD yang tak beribu dan tegas dalam menjaga warung makan.

Proses menyelesaikan konflik dibahas dengan lambat tapi tidak terasa membosankan. Setiap detail dan setiap adegannya disajikan menarik.

Penonton disuguhi panorama Sumba yang landscape-nya berkelok-kelok, gersang sekaligus indah. Sinematografinya dari panorama yang dibidik maupun pengambilan gambarnya benar-benar memanjakan mata.

Dari segi skoring juga kaya. Senandung lagu dan petikan alat musik tradisional menegaskan nuansa khas Sumba.

Sedangkan dari sisi akting, hampir setiap pemerannya memberikan kontribusi, tak sekedar tampil. Marsha Timothy tampil total sebagai seorang janda yang tidak ingin pasrah begitu saja. Ia perpaduan sisi perempuan yang rapuh dan keberanian yang spontan untuk mempertahankan diri. Ia tampil luwes dengan dialek khas Sumba dan tidak cangung ketika menunggang kuda.

Dea sebagai Noni mencuri perhatian (sumber: Cinesurya)
Dea sebagai Noni mencuri perhatian (sumber: Cinesurya)
Sejak debutnya di Ekspedisi Madewa, Marsha mencuri perhatian. Ia kemudian tampil cemerlang di Pintu Terlarang dan meraih nominasi pemeran utama wanita terbaik  di ajang FFI 2015 atas performanya di Nada untuk Asa.

Pemeran lainnya seperti Egi Fedly si kepala perampok, Dea Panendra sebagai Noni, dan Yoga Pratama sebagai Franz, perampok yang mengejar Marlina, juga memberikan warna yang kuat pada cerita ini.

Adanya pembagian kisah menjadi empat babak ini unik, mengingatkanku pada sebuah pertunjukan teater. Film Marlina yang diproduksi Cinesurya bekerja sama dengan Kaninga Pictures ini semakin menguatkan ciri khas Nursita Mouly Surya yang selalu ingin bereksplorasi. Film karya Mouly bisa dibilang rata-rata unik. Aku menyukainya sejak ia menyutradarai film berjudul Fiksi yang mengisahkan seorang wanita muda yang ingin menuntaskan ide cerita yang dibagikan pria yang dicintainya dengan caranya sendiri.

Wah setelah melihat film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, bisa jadi film ini jadi kandidat peraih film terbaik, aktris terbaik, aktris pendukung terbaik, sinematografi terbaik, musik skoring terbaik, dan sutradara terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia tahun 2018.

Detail Film:

Judul : Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak

Sutradara : Mouly Surya

Pemeran : Marsha Timothy, Dea Panendra, Egi Fedly, Yoga Pratam

Genre : Drama, suspence

Skor : 8,5/10

Apakah Marsha akan menjadi nominator aktris terbaik di ajang FFI 2018? (Sumber: Cinesurya)
Apakah Marsha akan menjadi nominator aktris terbaik di ajang FFI 2018? (Sumber: Cinesurya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun