Dua jam di Surakarta bisa melakukan apa ya? Dari rencana awal melihat-lihat koleksi batik dan berburu jajanan tradisional untuk oleh-oleh di sekitar Pasar Klewer akhirnya berubah total karena pasar ternyata belum buka. Namun senyumku masih tetap cerah karena masih bisa mencobai sego liwet dan jajan serabi khas Surakarta.
Sudah lama tidak jalan-jalan ke kota Surakarta. Terakhir main ke Surakarta sekitar tahun 2015 dan itupun hanya numpang tidur untuk lanjut ke Jakarta. Jalan-jalan pun waktu itu hanya untuk mencari serabi yang konon terkenal dan paling enak di Surakarta.
Oleh karenanya ketika hari terakhir Danone Blogger Academy para peserta dibebaskan untuk eksplorasi kota Surakarta selama dua jam, maka kami pun bersorak gembira. Tapi waktu dua jam kira-kira bisa melakukan apa saja ya?
Dari hotel kami berangkat pukul 06.00 pagi dan tiba di kawasan Gladak, Surakarta, di dekat Alun-Alun Lor dan Benteng Vastenburg setengah jam kemudian. Duapuluh peserta memilih aktivitasnya masing-masing, ada yang naik becak berburu batik dan kue oleh-oleh, ada yang memilih melanjutkan tidur di bus, ada juga yang berjalan kaki menikmati suasana car free day.
Aku memilih jalan kaki bareng mba Ani Bertha menuju pasar Klewer. Sambil berjalan kaki kami melihat-lihat celengan dan mainan gerabah yang banyak dijajakan. Melihat koleksi mainan tersebut, aku jadi ingat masa kecil. Wah dulu aku senang banget jika dibelikan Ibu mainan masak-masakan seperti cangkir dan teko dari gerabah.
Setiba di Mesjid Ageng Karaton Surakarta Hadiningrat kami berfoto sebentar, eh kemudian kami tertawa terbahak-bahak melihat Ibu-ibu senam di dekat masjid dengan iringan lagu dangdut yang sedang hits banget. Apalagi kalau bukan lagunya mba Via Vallen yang judulnya Sayang.
Sayang opo kowe krungu jerite atiku
 mengharap engkau kembali
 sayang nganti memutih rambutku
 ra bakal luntur tresnaku
Sekarang kampung batiknya semakin banyak, hampir tiap rumah di kampung tersebut juga menawarkan produk batik, seperti pakaian formal, baju santai, dan kain batik. Di sini pembelinya harus berani nawar. Â Wah mas-mas fotografer ternyata kalap belanja batik, tak mau kalah dengan peserta ibu-ibu.
Beberapa dari kami meneruskan jalan-jalan karena masih kurang sreg dengan batik yang ditawarkan. Siapa tahu ada penjual batik lain yang modelnya lebih beragam.