Mohon tunggu...
Dewi Puspasari
Dewi Puspasari Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan Konsultan TI

Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Peringatan Hari Pahlawan, Sumpah Pemuda, dan Indonesia Raya Tiga Stanza dalam "Wage"

10 November 2017   12:42 Diperbarui: 10 November 2017   19:28 2750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wage akhirnya dapat mempertunjukkan lagu buatannya (sumber: antaranews.com)

Aku harus ikut berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini dengan lagu dan biolaku. Untuk itu, aku pun harus terlibat langsung dalam pergerakan kemerdekaan bangsa ini - Wage

Sembari merayakan hari pahlawan, Kalian bisa menonton film biopik salah satu tokoh yang berpengaruh dalam pergerakan nasional di layar lebar. Ia adalah Wage Rudolf Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya, yang kisah hidupnya tertuang dalam film berjudul Wage. 

Kisah hidup komponis besar ini diwujudkan dalam sebuah film setelah melalui riset yang memakan waktu tujuh tahun. John de Rantau (Mestakung, Denias Senandung di Atas Awan), selaku sutradara film, beserta timnya mengambil referensi berbagai sumber sejarah yang jarang diketahui oleh kalangan awam, sejak Wage masih anak-anak hingga ia dipanggil menghadap ke Yang Maha Kuasa.

Film dibuka dengan kegaduhan saat Wage Supratman (Rendra Bagus Pamungkas) hendak memainkan komposisi lagu berjudul Indonesia pada Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928. Aparat kepolisian Belanda mendobrak masuk dan hendak membubarkan acara tersebut. Namun pimpinan kongres pemuda dengan sabar membujuk mereka.

Setelah itu adegan beralih ke flashback, masa Wage masih kecil dan ayahnya berdinas sebagai anggota KNIL. Jiwa pemberontaknya sudah terlihat. Ia tidak suka ayahnya bekerja di bawah kompeni. Ketika berpindah ke Cimahi, ibunya meninggal. Ia pun kemudian tinggal bersama kakak sulungnya, Roekijem Supartidjah (Putri Ayudya) yang suaminya seorang Belanda di Makassar.

Makasar memberikan banyak pengaruh pada kehidupan Wage, terutama kakak iparnya, WM van Eldik. Ia mendapat tambahan nama Rudolf dari kakak iparnya agar dapat sekolah di ELS. Kakak iparnya ini juga mengajarinya bermain biola dan kemudian mengajak Wage bergabung dengan band jazz bernama Black and White.

Poster film Wage (sumber: Opshid Media untuk Indonesia Raya)
Poster film Wage (sumber: Opshid Media untuk Indonesia Raya)
Jiwa nasionalisme Wage kembali terusik ketika melihat kelompok pemuda yang ingin perubahan dalam negerinya. Ia nekat pindah ke daratan Jawa, sembari bekerja sebagai jurnalis, ia pun aktif di organisasi kepemudaan. Bakatnya menciptakan lagu membuatnya didapuk untuk membuat lagu kebangsaan. Namun, sepak terjangnya ini membuat nyawanya terancam. Ia terus dikuntit kepala polisi Fritz Slauwerhoff (Teuku Rifnu Wikana), yang berdarah Indo. Lantas bagaimana ia akhirnya mampu menciptakan karya besar tersebut?

Lagu ciptaan Wage Supratman merupakan lagu nasional yang paling banyak dikenal dan diperdengarkan. Iramanya yang menghentak dan liriknya yang menggugah membuat pelantun dan pendengarnya bersemangat.

Film ini mencoba meluruskan sejarah tentang Wage Supratman. Oleh karena cukup detail maka durasinya lumayan panjang, yaitu berkisar dua jam.

Ada banyak sisi menarik dari Wage yang jarang diketahui oleh publik diulik dalam film ini. Di antaranya adalah karakter Wage yang ternyata keras kepala dan gigih, bagaimana kakak iparnya sangat berperan dalam kehidupan Wage hingga dewasa, kegemaran Wage membuat kisah roman, ancaman yang terus mengikuti Wage, dan bagaimana hubungan Wage dengan kakak Kartini, Sosro Kartono.  

Wage ternyata punya hubungan dekat dengan Sosro Kartono (sumber: Opshid Media untuk Indonesia Raya)
Wage ternyata punya hubungan dekat dengan Sosro Kartono (sumber: Opshid Media untuk Indonesia Raya)
Bagian yang paling menarik ketika Wage Supratman berkelut untuk menciptakan lagu kebangsaan. Ia tidak takut akan ancaman penjara, namun merasa terbebani oleh tugas tersebut. Ia mencoba mencari inspirasi hingga ke tempat-tempat yang tak terbayangkan.

Sayangnya filmnya dibikin seperti buku sejarah, sehingga dinamikanya kurang terasa. Semua kisah ingin dimasukkan dan dibuat detail jadinya alur terasa lamban dan bertele-tele. Bagi yang kurang suka kisah biopik dan kisah sejarah, bisa-bisa merasa bosan. Hanya ketika memasuki bagian konflik antara Wage dan Fritz, terasa ada greget.

Dari unsur sinematografi dan musik, film Wage layak diacungi jempol. Cara pengambilan gambar dan visualisasi kemudian kostum dan latar Makassar, Bandung, Jakarta, dan Purworejo menggambarkan kondisi Indonesia di awal abad 20 dan sekitar tahun 1920-an. Musiknya indah, baik ketika Wage masih menjadi pemain biola dan tergabung dalam Black and White, ataupun ketika ia mulai membuat berbagai lagu nasional, seperti RA Kartini, Dari Timur ke Barat, dan Indonesia Raya.

Untuk akting, Rendra yang berangkat dari teater bermain prima. Ia begitu menjiwai perannya sebagai Wage. Meski tidak pernah bermain biola, ia nampak luwes menggesek biola. Teuku Rifku Wikana juga menunjukkan aktingnya yang makin terasah.

 Ada berbagai kekurangan dalam film ini, tapi segi kelebihannya juga mengimbangi. Menurutku film ini pas ditonton pada masa-masa saat ini, ketika peringatan hari pahlawan. Ada bagian yang mengharukan dan mempertebal semangat nasionalisme. Oh ya bagi yang belum tahu lagu Indonesia Raya tiga stanza, Kalian akan diperdengarkan iringan musik dari biola dan syairnya.

Wage akhirnya dapat mempertunjukkan lagu buatannya (sumber: antaranews.com)
Wage akhirnya dapat mempertunjukkan lagu buatannya (sumber: antaranews.com)
Mumpung belum turun layar, Kalian sebaiknya segera menontonnya di bioskop. Pasalnya kemarin ketika saya menontonnya, hanya ada segelintir penonton. Hanya ada dua penontonnya, termasuk saya, di show ketiga di bioskop di bilangan Jakarta Timur. Cerita teman-teman lainnya, di berbagai tempat, penonton film Wage juga tidak pernah mencapai setengah kapasitas bioskop. Saat ini jumlah layarnya sudah berkurang banyak, dikhawatirkan minggu depan filmnya sudah tidak tayang.

Detail Film:

Judul                     : Wage

Sutradara            : John de Rantau

Pemeran             : Rendra Bagus Pamungkas, Putri Ayudya, Teuku Rifku Wikana, Wouter Wezzer, Prisia Nasution, Ricky Malau, Oim Ibrahim, Bram Makahekum

Genre                   : Biopik (biografi)

Skor                       : 7/10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun