Sayangnya filmnya dibikin seperti buku sejarah, sehingga dinamikanya kurang terasa. Semua kisah ingin dimasukkan dan dibuat detail jadinya alur terasa lamban dan bertele-tele. Bagi yang kurang suka kisah biopik dan kisah sejarah, bisa-bisa merasa bosan. Hanya ketika memasuki bagian konflik antara Wage dan Fritz, terasa ada greget.
Dari unsur sinematografi dan musik, film Wage layak diacungi jempol. Cara pengambilan gambar dan visualisasi kemudian kostum dan latar Makassar, Bandung, Jakarta, dan Purworejo menggambarkan kondisi Indonesia di awal abad 20 dan sekitar tahun 1920-an. Musiknya indah, baik ketika Wage masih menjadi pemain biola dan tergabung dalam Black and White, ataupun ketika ia mulai membuat berbagai lagu nasional, seperti RA Kartini, Dari Timur ke Barat, dan Indonesia Raya.
Untuk akting, Rendra yang berangkat dari teater bermain prima. Ia begitu menjiwai perannya sebagai Wage. Meski tidak pernah bermain biola, ia nampak luwes menggesek biola. Teuku Rifku Wikana juga menunjukkan aktingnya yang makin terasah.
 Ada berbagai kekurangan dalam film ini, tapi segi kelebihannya juga mengimbangi. Menurutku film ini pas ditonton pada masa-masa saat ini, ketika peringatan hari pahlawan. Ada bagian yang mengharukan dan mempertebal semangat nasionalisme. Oh ya bagi yang belum tahu lagu Indonesia Raya tiga stanza, Kalian akan diperdengarkan iringan musik dari biola dan syairnya.
Detail Film:
Judul           : Wage
Sutradara       : John de Rantau
Pemeran       : Rendra Bagus Pamungkas, Putri Ayudya, Teuku Rifku Wikana, Wouter Wezzer, Prisia Nasution, Ricky Malau, Oim Ibrahim, Bram Makahekum
Genre          : Biopik (biografi)