Ia dan wakil kepala riset, Dr. Arni Kumalasari (Julie Estelle) kemudian memberikan penjelasan tentang rencana ekskavasi Gunung Padang dimana mereka perlu menemukan pintu masuknya. Ia yakin pengetahuan yang tersembunyi dalam piramida tersebut akan sangat berharga dibandingkan rumor keberadaan emas dan benda berharga.
Penelitian tersebut juga menarik rasa ingin tahu Tomo dan Guntur. Keduanya pun menuju lokasi situs dengan tujuan masing-masing. Tomo dengan rencana investigasinya agar mendapatkan honor besar sebagai biaya pengacara untuk mendapatkan hak asuh putrinya, Lila. Sedangkan Guntur menyembunyikan rencana sesungguhnya.
Penelitian pun berlangsung dengan pengawalan ketat, Tomo dan Guntur pun dilarang mendekat ke lokasi. Meski demikian korban pun berjatuhan dimulai dari profesor. Arni pun mau tak mau harus bekerja sama dengan Tomo dan Guntur untuk menyelesaikan misi tersebut. Namun, misteri yang mereka ungkap ternyata jauh lebih besar dan tidak seperti dugaan awal mereka.
Spoiler Alert!
Film ini memiliki alur cerita yang mirip dengan versi novelnya. Bedanya unsur sejarah yang dikupas sedikit-sedikit dan sering ala-ala Profesor Langdon dalam Da Vinci Code ini dibabat habis dalam versi filmnya. Bagian sejarahnya hanya ditampilkan di awal dan kurang banyak hanya seperti pengantar. Padahal dalam novel, unsur inilah yang menarik, dimana menggunakan referensi dari penelitian Profesor Santos dan Dr Oppenheimer tentang keistimewaan paparan Sunda.
Oke, saya menerima jika unsur sejarahnya sedikit. Karena ini filmnya Rizal Mantovani yang sudah kondang dengan horornya. Sayangnya horornya nanggung dan tidak menyeramkan. Sosok penjaga Gunung Padang, Badura, desain sosoknya tidak seram. Unsur horornya lebih mengandalkan ke jump scare tapi lama-kelamaan polanya bisa ditebak,sehingga penonton bisa mempersiapkan diri. Filmnya serba nanggung antara ke genre misteri sejarah atau horor. Alur dan pengungkapan rahasia piramida ini mengingatkan pada film The Mummy ala Brendan Fraser.
Ceritanya menurutku memang kurang kuat, seperti ada kebingungan untuk menamatkannya. Ada juga dugaan jika film ini sekedar memanfaatkan nama besar situs Gunung Padang dan jika dirilis tahun lalu sebenarnya momennya lebih pas karena penelitian situs Gunung padang tahun lalu masih bergaung. Saya berpikir-pikir apakah dulu ditunda karena ada yang protes jika gunung Padang dibuat menjadi kisah horor karena kuatir membuat nama situs ini buruk. Meskipun untuk kisah fiksi sih hal tersebut sah-sah saja.
Yang mencuri perhatian di sini adalah Dwi Sasono yang berperan sebagai paranormal nyentrik. Ia tampil konyol dimana unsur 'mas Adi' dalam Tetangga Masa Gitu itu masih kuat, sehingga penonton tertawa setiap kali ia muncul. Lukman Sardi juga tampil apik meskipun porsinya tidak banyak.
Computer generated imagery (CGI) nya masih kasar terutama pada adegan pembuka. Tapi jika dibandingkan film Bangkit sih masih lebih baik. Musik skoringnya ini juga saya apresiasi terutama pada bagian musik etnik. Musiknya digubah oleh komposer Andi Rianto. Adegan ekskavasi situs arkeologi meliputi penyisiran, penggalian dan lain-lain itu juga menarik karena jarang ditampilkan di film lokal.