Pada era digital dimana hiburan makin beragam dan pembajakan semakin mudah, rupanya tidak mematikan usaha bioskop. Uniknya, bioskop makin eksis dan jaringan bioskop di Indonesia semakin beragam. Menuju ke bioskop kini bukan sekedar memuaskan rasa ingin tahu pada sebuah film, ada gaya hidup tersendiri yang ditawarkan dan pengalaman lebih yang disebut cultureplex.
Pada era awal tahun 90-an, ada banyak bioskop lokal di kota Malang. Di dekat rumahku, tinggal berjalan kaki ada bioskop Presiden, juga ada bioskp murah bernama bioskop Kelud. Di pusat kota ada empat bioskop, Bioskop Kayu Tangan, Bioskop Klojen, Sarinah dan Mandala. Belum lagi bioskop yang agak di pinggiran. Waktu itu hiburan memang belum banyak, sehingga banyak anak muda yang melewatkan akhir pekan dengan menonton beramai-ramai atau berdua.
Ketika kepingan VCD dan DVD mulai beredar, memang sempat mempengaruhi jumlah penonton yang nonton di bioskop. Beberapa bioskop lokal pun tak sanggup bertahan. Namun meski demikian pecinta film layar lebar masihlah ada. Tiap akhir pekan bioskop masih menjadi pilihan.
Bioskop pun Berbenah
Dulu ada semacam perjuangan untuk menonton film. Apalagi ketika filmnya terkenal dan ramai dibicarakan. Belum tentu kita datang ke bioskop dan mendapatkan tiket. Membeli tiket masih manual, harus datang ke loket bioskop. Untuk mengetahui jadwal pun harus mengeceknya di koran, menelpon atau datang langsung ke lokasi.
Aku masih ingat waktu itu hendak beramai-ramai nonton Jurassic Park. Entah sekuel yang keberapa waktu itu. Kami mondar-mandir melintasi alun-alun Malang, dari bioskop Mandala yang dekat pasar besar menuju bioskop Sarinah di seberang Gramedia. Ketika tiket di Mandala ludes, kami bergegas ke Sarinah. Untungnya dapat, tapi di showberikutnya. Karena malas pulang kami pun ngendon di Gramedia. Pasalnya tempat duduk dan lobi bioskop penuh sesak.
Saat boomingAda Apa Dengan Cinta, kawan bersikeras memintaku menemaninya. Kami datang awal ketika bioskop masih sepi, kemudian mondar-mandir tidak jelas ke pertokoan menunggu jadwal film dimulai. Ketika kami kembali ke bioskop, antrian begitu panjang. Banyak juga yang tidak kebagian tiket dan harus sabar menunggu pertunjukan selanjutnya. Hahaha era itu berat juga ya.Â
Saat jadwal nonton bisa dicek via pesan SMS pun juga masih susah. Kami pernah mondar-mandir ke bioskop dan semua tiket ludes sehingga kami berdua harus gigit jari.Â
Tapi untunglah semakin ke sini bioskop terus berbenah. Apalagi pada era digital, persaingan semakin keras. Jika tidak ingin ditinggal penonton yang beralih ke format DVD bajakan atau alternatif hiburan lainnya, maka mereka harus ekstra keras memikirkan kenyamanan dan kemudahan bagi para penonton.Â
Era Media Sosial dan Pengalaman Lebih
Dua atau tiga tahun terakhir ini aku merasa ada perubahan signifikan di dunia film layar lebar. Hal ini juga sangat terbantu oleh kehadiran media sosial, kemudahan pembelian tiket, dan pengalaman lebih yang ditawarkan oleh bioskop.