Taman Dewandaru dan Ikon Arca Macan Putih (Dokumentasi Pribadi)
Arsitektur keraton ini unik, ada hiasan porselen China di dinding dimana di antaranya berkisah tentang perjanjian lama, juga ada lingga yoni dari budaya Hindu. Kami pun masuk dari Siti Inggil, kemudian terdapat pendopo, mushola, Mande Pandawa Lima, Taman Bunderan Dewandaru dan bangunan induk keraton. Secara keseluruhan bangunan ini terawat dan multikultur, hanya pemandunya saat itu tidak mengenakan beskap sehingga nuansa jalan-jalan ke keratonnya kurang mantap.
Keramik China dengan kisah perjanjian lama (Dokumentasi Pribadi)
Keraton Kanoman dengan Sumur KeramatSelanjutnya Kompasianer mengunjungi Keraton Kanoman dengan naik becak. Hawa begitu panas dan gerah, apalagi masa berpuasa sehingga untuk menghemat tenaga maka kami pun naik becak berdua-dua. Kami melewati pasar tradisional yang meriah oleh berbagai barang. Ada penjual udang dan seafood membuat saya tergiur. Di balik pasar, nampak situs bersejarah.
Naik becak yuk ke Kanoman (Dokumentasi Pribadi)
Keraton Kanoman ada di balik pasar tradisional (Dokumentasi Pribadi)
Bangsal Jinem Keraton Kanoman (Dokumentasi Pribadi)
Singgasana yang unik dengan hiasan karang warna-warni (Dokumentasi Pribadi)
Keraton Kanoman nampak sederhana. Kami disambut dengan penjaga yang ramah. Ia mengajak kami duduk di Bangsal Jinem yang biasa digunakan untuk ruang sidang keluarga. Kompleks Keraton Kanoman seluas enam hektar ini didirikan tahun 1679 oleh Sultan Anom I. Â Seperti Keraton Kasepuhan ada piring porselen China penghias dinding. Singgasana Keraton Kanoman unik dengan karang berwarna-warni. Warna-warni tersebut memiliki simbol kemakmuran, suci spiritual untuk warna hijau dan putih. Ada ruang gamelan, ruang pusaka juga sumur keramat. Di antaranya ada sumur murah jodoh dan sumur kejayaan bagi prajurit sebelum berperang. Kompasianer pun membasuh muka dengan air sumur berharap segera dapat jodoh hehehe.
Yang belum dapat jodoh berkumpul di sumur keramat, eh gara-gara kepanasan (Dokumentasi Pribadi)
Taman Sari Gua Sunyaragi yang Bernuansa SakralTaman Sari Gua Sunyaragi merupakan destinasi terakhir. Â Saya terpukau dengan kompleks gua buatan ini yang merupakan tempat para keluarga keraton Cirebon beristirahat dan mencari ketenangan.
Naik angkot berdesakan menuju Sunyaragi (Dokumentasi Pribadi)
Gua Sunyaragi yang sakral (Dokumentasi Pribadi)
Gua Sunyaragi berasal dari bahasa Sansekerta, sunya dan ragi dimana masing-masing berarti sepi dan raga.Gua Sunyaragi terdiri atas ruang pesanggrahan dan gua berbentuk gunung-gunungan. Gua ini telah berusia lebih dari tiga abad, dimana dibangun sekitar tahun 1700-an.
Konsep panggungnya kurang selaras (Dokumentasi Pribadi)
Memasuki kompleks Gua Sunyaragi, pengunjung disambut dengan area seperti panggung dengan kursi penonton melingkar. Ada kursi empuk berwarna-warni yang menjadi sasaran pengunjung berfoto. Sebenarnya keberadaan kursi tersebut agak kontras dan kurang serasi, tapi mungkin menjadi daya tarik bagi pengunjung remaja.
Bangunan ini mirip gerbang candi (dokpri)
Gua Argajumut untuk tamu penting (dokpri)
Duduk di sini adem banget (dokpri)
Selanjutnya ada bangunan seperti gerbang candi , kamar kaputren, kamar rias, Mande Beling tempat sultan beristirahat, Bangsal Jinem sebagai tempat menerima tamu dan berbagai gua. Ada Gua Petheng, Goa Kalenggengan, Gua Argajumut, Gua Pawon, Gua Pengawal dan sebagainya. Suasana di sini adem sekaligus sakral.
Bangsal Jinem tempat raja menerima tamu atau bercakap dengan pangawalnya (dokpri)
Pegang Kendali Kelestarian dan Keberlanjutan Lokasi WisataSmart traveler tentunya tidak hanya gemar berjalan-jalan dan koleksi foto perjalanan. Apa sebenarnya smart traveler terutama di kawasan cagar budaya dan situs arkeologi? Yuk simak penjelasan dari Djulianto Susantio, kompasianer sekaligus arkeolog.
Lihat Travel Story Selengkapnya