"...terhanyut aku akan nostalgia
saat kita sering luangkan waktu
nikmati bersama suasana jogja..."
Lagu ini kerap menyemarakkan pagi dan petang hari di rumah. Kakak perempuan yang beranjak ABG tak bosan-bosannya memutar lagu ini, membuat si adik mau tak mau hafal akan liriknya.
Si kakak membeli album Best Cuts KLa Project yang memuat 11 lagu populer KLa Project masa itu. Di dalam album tersebut, lagu andalannya adalah Yogyakarta yang termuat dalam album kedua KLa tahun 1991. Album tersebut laris manis dan mendapat penghargaan BASF Award juga mengukuhkan band yang digawangi oleh Katon Bagaskara, Lilo (Romulo Radjadin), Adi Adrian, Ari Burhani sebagai pendatang baru terbaik.
Meskipun waktu itu masih kecil, aku mengapresiasi lagu-lagu KLa dan suka mendengarnya. Di antara kesebelas lagu tersebut, yang kusuka adalah Yogyakarta, Tak Bisa Ke Lain Hati, Semoga, dan Waktu Tersisa. Tapi yang terfavorit adalah lagu Waktu Tersisa. Mendengarnya seperti menonton sebuah drama romansa yang berakhir tragis.
"...Adakah waktu tersisa,
Menyanggah segala prasangka punya mereka?
Ketika norma peradatan, terpilih sebagai alasan
Mereka ciptakan jurang antara kita
Sampai saat akhir nanti, kita berusaha bertahan
Sebab cinta datang untuk mengoyak perbedaan
Oh, waktu tersisa
Menjaga kita tetap sejiwa?"
Ya, kakak seiring bertambah usianya semakin lengkap koleksi album KLa Projectnya. Ia juga membeli album akustiknya juga menonton konsernya. Karena sering mendengar dan mengetahui hampir seluruh lagu KLa, aku menebak-nebak alasan lagu KLa ini bertahan sepanjang masa. Liriknya puitis dan tidak murahan. Musiknya mudah dicerna dan mereka berani bereksplorasi seperti pada album Sintesa yang lebih eksperimental, meskipun kemudian kurang berhasil. Terpurukku di Sini menjadi unik dan melankolis dengan tiupan saxophone.
Kakak sebagai KLanis (penggemar KLa) berhasil menularkan band favoritnya ke orang di sekelilingnya. Selain Waktu Tersisa, aku mencatat Hidup Seputarku, Gerimis, dan Terkenang menjadi lagu terbaik KLa versiku.
Ngrobrol Seru Bersama Klanese Jogja
Salah satu komunitas peserta Indonesia Community Day (ICD) Jogja 13 Mei lalu adalah KLanese Jogja. Saat itu matahari di atas kepala, maka aku pun ngadem ditemani Bu Joko AC, sebagai salah satu pengayom KLanese Jogja.
Sambil mengobrol, aku memerhatikan album tersebut, memeriksa kaset yang dulu belum pernah dimiliki si kakak. Rupanya koleksi kakak terhenti di Klasik (1999) yang beken dengan lagu Menjemput Impian. Pasca album tersebut KLa memang sempat vakum lama sebelum kemudian membentuk NuKLa tahun 2006 karena Lilo keluar, namun kurang sukses dan kembali lagi dengan nama KLa Project. Mereka kemudian menelurkan album Exellentia yang dirilis tahun 2010.