Kyoto menarik banyak wisatawan karena kota ini mampu melakukan modernisasi namun juga tetap melestarikan tradisi. Acara budaya dan cagar budaya tetap eksis dan lestari. Hal tersebut juga terlihat di kota kembarannya (sister city), Jogja, kota tua di daratan Jawa yang masih kental nilai tradisinya.
Untuk apa ritual adat dan cagar budaya tetap dirawat dan dipertahankan? Kehidupan bukankah dinamis sehingga buat apa merawat masa silam?
Ritual adat dan cagar budaya merupakan jati diri suatu bangsa. Sebuah bangsa yang mendiami suatu daerah dikenali lewat tradisinya yang khas, baik dalam hal melakukan kegiatan sehari-hari, bentuk rumah, tempat melakukan upacara atau sembahyang  pakaian maupun ritual adatnya.
Jepang yang banyak melahirkan produk dan selalu aktif menghasilkan karya berteknologi tinggi juga tidak meninggalkan nilai tradisi. Kimono, upacara adat yang khas seperti upacara minum teh, kuil-kuil masih ada hingga sekarang, bersanding dengan kereta api cepat, robot dan gaya pop modern. Bagiku dan wisatawan lainnya kombinasi modern dan tradisi tersebut unik dan yang membuat Jepang itu berbeda.
Dengan nilai tradisi dan modernisasi itulah yang membuat Kyoto dan Jogja mirip dan menjadi kota kembar. Sister city ini lahir pada tahun 1985 dan kini berusia 32 tahun. Persaudaraan mereka melahirkan kain tenun dari sutera dengan menggunakan teknologi tinggi bermotif batik, dimana sempat dipamerkan pada Inacraft April silam.
Dengan adanya tradisi yang masih melekat dan juga cagar budaya yang masih terawat, maka setiap generasi bisa menengok sejarah negerinya, seperti apakah perkembangan daerahnya dari masa ke masa dan ada peristiwa apa sajakah yang pernah terjadi di negerinya.
Di Jogja setiap tahunnya masih banyak upacara adat yang diadakan seperti upacara Sekaten, Gerebek Muludan/Maulid, Tumplak Wajik yang diadakan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW, dan upacara Labuhan yaitu upacara untuk menandai sesuatu yang penting. Adapula upacara Siraman Pusaka, Apeman dan upacara Saparan (Bekakak) serta upacara adat lainnya. Upacara ini selain bermakna penting juga menarik wisatawan baik dalam negeri maupun wisatawan asing.
Selain upacara adat, di Jogja masih mudah terdapat rumah joglo, cagar budaya seperti candi, pemakaman kuno, keraton, benteng dan sebagainya. Setiap berkunjung ke sebuah kota saya suka berkunjung ke museum dan melihat-lihat cagar budayanya.
Oleh karena di Jogja terdapat kerajaan besar Mataram Kuno dan kemudian Mataram Islam, maka banyak peninggalan bersejarah di sini. Begitu banyak candi bertebaran dari Candi Prambanan yang klasik dan indah, Candi Ijo, Candi Sewu, Ratu Boko dan masih banyak lagi.
Pengalaman berkeliling Candi Prambanan begitu berkesan. Kompleks candi ini dirawat dengan baik dan saya berimajinasi bagaimana warga jaman dahulu bekerja keras membangun candi ini yang masih kukuh hingga abad ke-16 dimana kemudian menjadi reruntuhan oleh gempa bumi. Proses pemugarannya cukup lama, namun hasilnya terpampang nyata bagaimana indahnya dan piawainya bangsa Indonesia pada abad ke-9 menciptakan bangunan yang menawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H