Ngeblog saat ini bukan sekedar sebagai pengganti buku diary. Ada berbagai kemungkinan peluang yang bisa didapatkan setelah rajin menulis di blog. Kalian juga bisa jadi menemukan potensi yang selama ini tidak Kalian duga.
Awal-awal mengeblog sekitar tahun 2006 dengan menggunakan Friendster, sebuah media sosial yang populer masa itu, saya seolah hanya mengganti media buku diary dengan fitur yang tersedia cuma-cuma di Friendster. Jadi ingat dulu suka menulis curhatan atau catatan menarik hari itu di sebuah block note. Buku diary itu yang saya tulisi sejak SMP hingga SMA masih tersimpan rapi dan bikin terkikik ketika membacanya lagi. Waktu kuliah, buku diary berganti format dengan catatan di komputer.
Bedanya curhatan ala diary yang bersifat privat dengan yang kemudian dapat dibaca oleh kawan-kawan adalah jenisnya. Jika dulunya keseharian, seperti suasana hati saat itu, curhatan di friendster note ala itu lebih tentang catatan perjalanan jika liburan ataupun ketika melakukan perjalanan dinas. Dari peristiwa yang lucu hingga kisah-kisah horor.
Saat friendster sudah tamat maka sejak tahun 2008 aku pun beralih ke blog pribadi. Ada saja yang ditulis dari tentang kuliner, catatan perjalanan, hingga peristiwa atau acara menarik yang kutemui. Saat jam istirahat atau ketika usai jam kantor, maka aku pun ketak-ketik ini itu. Lama-kelamaan jadi teradiksi. Jika lama tidak menulis, maka rasanya ada yang kurang.
Setelah rajin mengisi blog pribadi maka keberanian pun muncul dengan mengikuti berbagai lomba atau menyumbang artikel di media lainnya. Waktu itu fokusnya ke makanan dan wisata dimana ada situs yang memberikan reward yang menarik bagi mereka yang mengirimkan ulasan tentang makanan dan wisata. Itulah peluang baru dari seorang blogger yang pertama saya rasakan sekitar awal tahun 2010.Â
Jika dulunya tulisan yang dibuat di blog pribadi syukur-syukur ada yang membaca, maka setelah itu lumayan ada yang memberikan penghargaan dari voucher belanja, tiket nonton gratis, hingga kamera. Wah jadi rajin deh menulis ulasan makanan. Oleh karena dituntut foto makanannya menggoda selera, maka mulailah belajar memotret secara ototidak. Yang awalnya menulis ulasannya seadanya, kemudian belajar menulis ulasan tempat makan dengan lebih lengkap. Kosakatanya pun terus dilatih agar lebih kaya, tidak hanya 'maknyus', 'lezat' , dan sebagainya.Â
Hal yang sama juga terjadi pada ulasan obyek wisata. Peluang baru pun terbuka dengan adanya situs yang menampung ulasan wisata dan mengganjarnya dengan reward yang menyenangkan, dari  badge hingga uang jutaan rupiah. Dulunya yang menulis sekedar catatan perjalanan dimana hal-hal yang tidak penting juga dicurahkan, maka sejak itu aku pun belajar memilah-milah mana yang lebih cocok di blog pribadi dan yang dikirimkan ke media online tersebut. Foto-foto narsis pun kusisihkan sebagai koleksi pribadi, yang kukirim adalah foto panorama. Sayangnya dua media online tersebut sudah lama tidak menggelar even lagi.
Sejak bergabung dengan Kompasiana tahun 2010 dan kemudian aktif menulis tahun 2013, potensi yang dulunya tersembunyi pun mulai muncul meskipun masih malu-malu. Potensi itu adalah menulis fiksi dan membuat ulasan film. Di Kompasiana, fiksi cukup dihargai, baik berupa puisi maupun prosa. Meskipun masih baru di ranah fiksi dan karyanya masih amatiran, sambutan warga kompasiana positif sehingga membuat semangat untuk membuat karya fiksi, tidak malah menjatuhkan mental. Jika sedang penat, maka menulis puisi atau prosa sungguh melegakan.Â
Peluang baru pun kemudian terbuka dengan adanya gelaran membuat buku kumpulan puisi atau kumpulan cerpen. Aku terakhir kali membuat fiksi saat kuliah dan adanya gelaran fiksi tersebut membuat energiku untuk berimajinasi pun kembali hadir.
Potensi lainnya yang kemudian membuka peluang baru adalah membuat ulasan film. Waktu itu ada seseorang yang memerlukan partner menulis ulasan film Indonesia. Ketika membaca tulisanku di Kompasiana tentang "Tiga Nafas Likas", ia langsung meloloskanku. Sejak Januari tahun 2016 aku pun menjadi kontributor sebuah media online khusus film. Yang menggembirakan ketika beberapa artikel ulasanku mendapat perhatian dari beberapa sutradara, juga ketika mendapat jobreview mengulas sebuah layanan penyedia film secara streaming.Â
Kompasiana memang sejak dulu menerapkan slogan "Sharing and Connecting", dan itu memang bukan sekedar slogan karena memiliki banyak manfaat. Bukan hanya menambah pertemanan, namun juga membuka peluang. Ada beberapa kompasianer yang kemudian mengajak untuk mengerjakan sebuah proyek buku rame-rame, ada pula yang menawarkan untuk membuat sebuah skenario FTV.Â