Si pelukis bersikukuh jika ada Yerusalem di Ethiopia dimana Yahudi dari beragam ras hidup berdampingan. Rabbi tertarik untuk ikut apalagi perjalanannya gratis dibiayai Vastenov, seorang Rusia pendukung Tsar yang kaya-raya. Maka mulailah petualangan berkeliling Afrika dengan mengendarai Citroen.Â
Para petualang tersebut terdiri atas dua Rusia, pelukis dan penyandang dana Vastenov, serta Rabbi dan kucingnya. Dalam perjalanan ia mengajak sepupunya, si sufi dan keledainya yang suka bernyanyi sumbang. Benarkah ada Yerusalem di Ethiopia? Akankah mereka semuanya selamat dalam perjalanan berbulan-bulan tersebut?
Sejak film animasi yang diadaptasi dari komik populer berjudul sama karya Joann Sfar ini bermula, saya langsung jatuh cinta. Visualisasinya apik dan detail, meskipun kucingnya ala-ala kucing Mesir yang langsing, kurang menggemaskan menurutku. Sedangkan musik skornya bernuansa mediterania dan Perancis, selaras pada masa itu dimana Aljazair dikuasai oleh Perancis.
Pada masa tahun 20-an tersebut terlihat bagaimana harmonisnya warga Aljazair meskipun memeluk agama yang beragam. Si Rabbi, tokoh utama cerita, juga tidak segan-segan berkunjung ke gereja ortodoks, untuk meminta bantuan menjadi penerjemah orang Rusia.Si Rabbi dan sufi juga berkawan akrab dan tidak pernah menyoalkan perbedaan agama yang mereka anut.
Meski demikian ada berbagai sentilan yang dilontarkan pada film ini. Rupanya ada juga kalangan tertentu berkulit putih di Aljazair di kisah tersebut yang tidak menyukai kehadiran Yahudi dan Arab di kedai minumnya dan mengusirnya. Si Rabbi hampir meledak kemarahannya, hingga ditenangkan kucingnya.
Ada juga bahasan tentang lukisan, haram dan tidaknya dari sisi Yahudi dan Islam. Lantas terjadi konflik memanas ketika si kucing sekarat dan si Rabbi terpaksa meminta bantuan seorang tabib yang berasal dari kalangan ekstrimis. Si Sufi merasa malu dan juga kesal ketika salah satu kelompok tersebut memaksa mereka berdebat tentang agama.Â
Si Rabbi juga memutuskan diam dan berupaya mengalihkan pembicaraan. Namun, seorang dari mereka kemudian tak bisa menahan kemarahannya ketika beberapa dari kelompok ekstrimis terus memanas-manasi dan terjadilah pergolakan berdarah.
Ada banyak pesan spiritual lainnya dalam film ini yang dikemas ringan. Saya jadi kagum dengan sosok sufi dan rabbi pada animasi ini yang menghadapi segala sesuatunya dengan kepala dingin dan tetap rendah hati.
Dalam film ini sosok wartawan dari Belgia tersebut digambarkan angkuh dan suka berbicara, tapi tidak mau menyimak lawan bicaranya. Saya terpingkal-pingkal karena jelas adegan tersebut merupakan balasan atas kisah Tintin di Congo yang begitu rasis dan merendahkan kaum pribumi.