Ada banyak motif sebuah pembunuhan, akan tetapi ada kemungkinan peristiwa pembunuhan terjadi secara spontan. Kisah sebuah tindak kriminal ini dikupas dalam sebuah film yang diputar dalam festival film Jerman pada Sabtu (15/10) bertajuk Agonie.
Sejak Jumat (14/10) warga Jakarta dan lima kota besar lainnya bisa menikmati film-film pilihan dari negara Jerman. Film-film ini di negerinya dirilis pada tahun 2015 dan 2016.
Sabtu siang (15/10) aku pun menuju Goethe Institut. Waktu itu hanya berencana ingin menonton film yang diputar pukul 15.00. Hujan deras membuatku terlambat beberapa menit, tapi untunglah masih diperkenankan masuk. Studionya hanya terisi sebagian dan film baru diputar ketika aku beringsut mencari tempat duduk.
Ada dua tokoh utama dalam film ini. Christian seorang mahasiswa hukum berusia 24 tahun yang sedang berkutat dengan ujian-ujian. Satunya adalah Alex, remaja 17 tahun yang suka musik rap, kebut-kebutan dan olah raga tinju.
Kedua pria ini memiliki latar belakang keluarga dan kondisi ekonomi yang berbeda tapi keduanya sama-sama bermasalah dengan hubungannya bersama orang tua. Christian sering diingatkan akan masa depannya yang bergantung pada nilai-nilainya, sedangkan Alex masih bingung apa yang sebenarnya ia inginkan.
Film ini beralur datar dan senyap. Penonton diajak menyelami kepribadian kedua tokoh ini dari kegiatannya sehari-hari. Hingga di duapertiga film, kisah seolah tak beranjak dari rutinitas kehidupan Christian dan Alex yang berjalan paralel dan tak pernah bersinggungan.
Lalu mulailah adegan pembunuhan itu. Mengejutkan karena tak disangka-sangka. Adegan tersebut seperti judulnya Agonie yang berarti sekarat, benar-benar menyiksa penonton. Aku tak tahan melihatnya karena adegannya cukup sadis meski juga tak frontal disuguhkan. Aku mencoba merunut kejadian demi kejadian yang membuat si pelaku tega melakukan tindakan tersebut, tapi aku tidak menemukan landasan yang kuat sebagai motif.
Wah agak menyesal menonton film ini. Filmnya cenderung membosankan dan cukup vulgar dengan bertaburannya adegan dewasa dan cukup sadis. Saya memberi skor 6/10 untuk Agonie.
Meskipun film Agonie yang disutradarai oleh David Clay Diaz tidak memuaskan dan malah membuat frustasi, tapi saya tidak kapok untuk menonton film Jerman lainnya. Masih ada berbagai film yang ingin saya tonton di ajang German Cinema 2016 ini. Kalian juga bisa menontonnya di Goethe Institut di Jakarta hingga 18 Oktober dan dilanjut 23 Oktober di Epicentrum. Tiketnya gratis. Bagi yang tinggal di Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Makassar, dan Denpasar Kalian tinggal cek jadwal di lokasi pemutaran masing-masing.