BPJS Kesehatan semakin banyak diminati. Jika awal-awal beroperasinya lebih banyak diminati mereka yang kurang mampu dan tidak perlu membayar iuran, saat ini banyak kalangan menengah ke atas yang mendaftar. Alasan utamanya, biaya berobat sangat mahal, apalagi jika menjalani operasi dan menjalani serangkaian tindakan medis secara rutin seperti cuci darah.
Ada banyak alasan orang-orang menjadikan asuransi kesehatan sebagai prioritas tapi ada pula yang malah mengabaikannya. Sebagian membandingkan manfaat dan kekurangan antara satu jenis asuransi dan asuransi lainnya, termasuk juga minus plusnya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dibandingkan dengan asuransi swasta. Di suatu forum saya pernah menjumpai pernyataan menarik, jika Kalian menjalani hidup sehat dan yakin sehat maka lebih baik dananya diinvestasikan atau mengikuti asuransi plus investasi. Tapi jika punya penyakit berat maka lebih baik mengikuti program BPJS kesehatan karena preminya tergolong ringan untuk penyakit berat dan penanganan kesehatan khusus seperti operasi dan cuci darah.
Wah jadinya untuk mengikuti suatu asuransi kesehatan termasuk JKN, masih banyak yang menghitung untung ruginya. Itulah yang menyebabkan ada saja cerita orang-orang yang baru mendaftar ketika sudah mengidap penyakit berat atau mereka yang menunggak premi dan hanya membayar ketika sakit. Masih banyak hal-hal tentang terkait asuransi yang tidak diketahui masyarakat dan mungkin belum semuanya tahu bahwa BPJS kesehatan bukanlah pilihan karena keanggotaannya diwajibkan. Wajibnya kepesertaan BPJS Kesehatan ini tertuang dalam UU No 40 Tahun 2004 dan UU No 24 Â Tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Saat ini jumlah peserta BPJS jauh meningkat. Pesertanya sudah mencapai 168,5 juta penduduk. Itu berarti sudah lebih dari 60 persen warga Indonesia yang mengikuti asuransi kesehatan ini. Sayangnya rasio antara mereka yang membayar premi dan yang tidak perlu membayar premi (penerima bantuan iuran) belum sebanding yakni 63.396.149 berbanding 105.116.088 Â atau berkisar 3:5. Jika sosialisasi tentang wajibnya kepesertaan BPJS kesehatan ini sudah diterima oleh khalayak luas maka bisa jadi jumlah mereka yang membayar premi akan lebih banyak sehingga biaya pengobatan tidak terlalu membebani APBN.
Biaya berobat dan harga obat-obatan memang mahal. Setiap tahun harga obat rata-rata naik 5-11 persen. Komponen pengobatan juga banyak, ada gaji dokter, gaji perawat dan paramedis, biaya pemeliharaan tempat berobat, biaya makan untuk pasien rawat inap, biaya pembelian dan perawatan alat medis, dan sebagainya. Saya tak merasa heran ketika akhirnya DPR menyetujui kenaikan premi untuk golongan I dan II karena memang biaya pengobatan itu mahal dan BPJS kesehatan tahun 2015 telah mengalami defisit sebesar Rp 5,85 Triliun. Jika premi tetap seperti tahun-tahun sebelumnya maka dikuatirkan defisit BPJS kesehatan  dan beban APBN akan semakin besar.
Memang harus diakui pelayanan BPJS kesehatan semakin membaik. Sejak diberlakukan 1 Januari 2014 semakin banyak yang terbantu dengan kehadiran BPJS. Kakak perempuan, sepupu jauh, dan para tetangga telah merasakan manfaatnya.
Saya sendiri belum pernah menggunakannya sejak terdaftar. Saya pernah hampir menggunakannya untuk memeriksa kondisi gigi. Waktu itu masih pagi dan saya menuju puskemas dekat tempat tinggal. Meski masih pagi jumlah pasien yang ada di ruang tunggu cukup padat. Ketika saya hendak mendaftar saya terkejut ketika petugasnya dengan ketus menanyakan apakah saya peserta BPJS atau bukan.Â
Nadanya benar-benar tidak ramah atau mungkin ia kelelahan. Karena biayanya tidak terlalu mahal maka saya pun memilih sebagai pasien umum dan memang saat itu perlakuannya berbeda antara peserta BPJS dan pasien umum. Â Tapi pengalaman saya tidak sama dengan kakak. Kakak saya berkata ia mendapat perlakuan yang baik di rumah sakit di kawasan Lippo Cikarang saat operasi gigi dan ia tidak membayar sama sekali karena telah terdaftar sebagai peserta BPJS. Akhirnya saya berkesimpulan saat itu petugas medis di puskesmas sudah kelelahan karena pasien yang begitu banyak.
Memang jumlah pasien di rumah sakit ataupu klinik yang melayani BPJS Kesehatan jauh lebih meningkat dibandingkan sebelum penerapan BPJS kesehatan. Beberapa pendapat berkata bahwa BPJS kesehatan membuat orang-orang jadi manja dan sakit sedikit sudah memeriksakan diri. Tapi saya mencoba berpikiran positif. Dulu mungkin mereka tidak bisa ke rumah sakit karena permasalahan biaya, sehingga ketika saat ini mereka mendapat kesempatan untuk berobat cuma-cuma kenapa tidak dimanfaatkan.
Memang masih ada keraguan di kalangan masyarakat terkait dengan asuransi kesehatan yang dilkeluarkan BPJS kesehatan. Umumnya yang ditanyakan apakah premi tersebut bersifat hangus jika asuransi tersebut tidak pernah digunakan. Jika ya, wah berarti rugi dong mereka yang selama ini menjaga kesehatan. Ada juga yang merasa kesal karena asuransi ini diwajibkan sementara ia sudah memiliki asuransi kesehatan lainnya.
Asuransi kesehatan BPJS memang tidak seperti unit link dimana ada unsur investasi dan kesehatan. Asuransi BPJS merupakan asuransi murni, sehingga dana bakal hangus digunakan ataupun tidak. Kumpulan premi dari masyarakat itulah yang dihimpun oleh BPJS dan kemudian digunakan sebagai biaya peserta yang sakit. Istilahya subsidi silang atau gotong-royong dan hal ini sebenarnya umum digunakan oleh asuransi kesehatan swasta yang murni ataupun yang bersifat syariah.Â
Dananya memang hangus jika tidak digunakan tapi musibah tidak bisa diperkirakan bukan? Jika terus memikirkan untung rugi maka di satu sisi mungkin Kalian merasa rugi karena Kalian tidak akan menggunakannya karena selalu sehat, tapi bagaimana jika suatu saat tetangga Kalian sakit atau sanak saudara Kalian memerlukan perawatan kesehatan, tentu Kalian akan merasa lega karena turut membantunya secara tidak langsung. Jikapun sudah memiliki asuransi kesehatan lainnya, maka dapat menggunakan mekanisme koordinasi manfaat , jadi asuransi kesehatan swasta bisa digunakan untuk mendapatkan layanan tambahan seperti pindah kelas saat dirawat di rumah sakit dan sebagainya.
Oleh karena biaya pelayanan kesehatan yang mahal maka diperlukan gotong royong antar peserta agar semua dapat tertolong. Dengan demikian iuran peserta yang sehat digunakan untuk membiayai peserta yang menderita penyakit. Contohnya, satu pasien demam berdarah dibantu oleh 80 peserta sehat dan penyakit berat seperti kanker dibiayai 1.253 peserta sehat.
Konsep kegotong-royongan ini merupakan salah satu prinsip dari sistem jaminan sosial nasional. Selain berupa subsidi silang untuk pembiayaan, gotong royong juga berarti peran dan partisipasi aktif dari berbagai pihak dalam mendukung program JKN-KIS, dari masyarakat, rumah sakit, tenaga medis, pemerintah, pengelola klinik swasta, dan lain-lain.

Saya senang ketika membaca ulasan BPJS kesehatan menyerukan slogan gotong-royong iuran untuk Indonesia sehat, bukan gotong-royong untuk membantu yang sakit. Kata sehat memiliki unsur positif dibandingkan sakit. Sakit terkesan menderita dan membuat masyarakat simpati, tapi sehat memberikan nada semangat. Bukankah Indonesia akan lebih maju jika rakyatnya sehat-sehat daripada banyak yang sakit. Saya dan Kalian tentu juga lebih senang jika tetangga dan sanak saudaranya semuanya sehat dan produktif baik secara sosial maupun ekonomis.
Bagaimana jika BPJS Kesehatan memberikan dorongan agar pesertanya terus menjaga kesehatan dengan membudayakan hidup sehat dan tindakan preventif. Saat tinggal di Jepang, seorang teman bercerita jika ia mendapat gadget canggih sebagai bonus ia tidak pernah sakit selama setahun. Di kantor tempat saya bekerja dulu juga ada penghargaan karyawan tersehat dan mendapat hadiah untuk mendorong karyawan lainnya juga menjaga kesehatannya. Hadiahnya beragam dari voucher belanja, vitamin, hingga yang diundi berupa beragam gadget.Â
Jika dirasa membebankan, insentif bisa berupa kampung tersehat atau kampung terbersih sehingga mendidik warga untuk menjaga sanitasi lingkungan. Hal ini tentu juga akan menggembirakan mereka yang seolah ‘terpaksa’ ikut kepesertaan BPJS karena diwajibkan sehingga mereka terus terpacu menjaga kesehatan diri dan lingkungannya.  Dengan kebiasaan hidup sehat maka warga bisa terus produktif  secara sosial dan ekonomi.Â

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI