Biasanya untuk mendapatkan warna hijau alami, saya mencabuti daun pandan milik nenek. Kadang-kadang nenek sewot melihat tanaman kesayangannya kucabuti, tapi langsung luluh setelah saya menyodorkan sepiring klepon yang masih hangat. Setelah nenek menyantap biasanya ada saja komentar, wah Dewi menipu, gulanya tidak ada hahahaha. Atau di lain waktu lava gula merahnya malah menyembur hehehe.
Kue klepon ini sebenarnya memiliki makna sakral. Kue ini dulu menjadi simbol seseorang yang baru sembuh dari sakit dan dulu juga menjadi bagian selamatan delapan bulan kehamilan untuk tradisi Jawa. Sebenarnya saya juga heran mengapa seseorang yang kena bisul disarankan untuk menyantap klepon. Tapi kalau dipikir-pikir bisul memang cocok diasosiasikan dengan klepon, tapi setelah baca artikel ini jangan jadi ogah menyantap klepon ya hehehe.
Nah jika di Malang, masih ada teman putu dan klepon, seperti cenil dan lupis. Cenil proses pemasakannya juga direbus dalam air mendidih dengan bentuk lonjong. Bahannya umumnya tepung tapioka sehingga rasanya tawar dan kenyal.
[caption caption="Cenil dan Jongkong ( sumber: dok Ovi)"]
Sedangkan lupis terbuat dari beras ketan yang dimasak secara dikukus tapi ada juga yang direbus. Untuk jongkong, tidak semua penjual jajan campur menyediakannya. Jongkong terbuat dari tepung beras seperti ongol-ongol. Ada yang hijau tapi ada yang menggunakan daun merang sehingga menghasilkan jongkong kehitaman. Sama dengan jongkong, ketan hitam juga sekedar pelengkap. Ketan hitamnya juga tawar. Tapi semua komponen jajan campur ini memang rata-rata tawar, selain putu dan klepon. Setelah diguyur dengan kinca, baru rasanya berubah menjadi nikmat, kenyal, legit, dan gurih.
Kue ini nampak sederhana dan mungkin kurang memikat bagi generasi muda sekarang. Tapi kue ini juga bisa lho nampak elegan dan cantik untuk disajikan di jamuan makan, tinggal pandai-pandai mengemasnya.
[caption caption="Klepon Juga Bisa Tampil Elegan (sumber: blog pribadi http://pustakakulinerku.blogspot.co.id) "]
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H